Pojok Ragam Video Pilihan


Pojok Video
Safety and Security
Bunga Rampai
Comments
Comments and constructive criticisms are welcome via email address at About Us.News Archive
Arsip Keselamatan
Arsip Keamanaan
Arsip Lain-Lain
Validation
Pojok Ragam Video Pilihan


Kecelakaan AA-3023, Roda Pendarat Utama Terbakar
Sumber: Aviation Herald dan Youtube
Fear of Flying and
Turbulence Hypnosis

Rasa takut terbang adalah perasaan yang dialami oleh penumpang pesawat baik yang sering bepergian atau jarang. Menurut World Conference on Fear of Flying yang digagas ICAO dan De Plour, jumlahnya cukup banyak. Inilah kutipannya:"The number of people globally who experience some form of anxiety or fear related to flying is estimated to be very high, with some estimates reaching 40% of the population in industrialized countries. Specific statistics vary, but in the US, it is estimated that over 25 million adults experience a fear of flying, according to the Cleveland Clinic. ICAO conducted a world conference on fear of flying." Lebih lengkap tentang fear of flying dapat dibaca Opening address the Director of the Air Transport Bureau of the International Civil Aviation Organization (ICAO), di World Conference on Fear of Flying.
Fobia terbang, yang juga dikenal sebagai aerophobia atau aviophobia, adalah ketakutan yang kuat dan tidak rasional terhadap penerbangan yang dapat berdampak signifikan pada kehidupan seseorang. Fobia ini dapat bermanifestasi sebagai gejala fisik seperti peningkatan denyut jantung, berkeringat, dan sesak napas, serta gejala emosional seperti kecemasan dan panik. Di saat penerbangan disebutkan sebagai alat transportasi yang paling selamat di dunia, maka ada baiknya dengan terapi ini dapat menambah rasa percaya diri untuk mengatasi rasa takut itu atau bahkan menghilangkannya. Melalui terapi ini diharapkan rasa takut terbang (flight phobia) dapat diatasi untuk waktu sementara atau seterusnya. Sebelum memirsa video ini, ada baiknya ditampilkan 2 testimoni terkait dengan terapi ini:
Selamat memirsa video ini dan semoga bermanfaat.
Adam is a hypnotherapist and host of the world's most popular hypnosis podcast The Hypnotist. He regularly works with Celebrities, CEO's and even Royalty. Adam qualified as a clinical hypnotherapist at the London College of Clinical Hypnosis and the University of West London with the Post Graduate Certificate and Post Graduate Diploma both at the highest grade - Distinction.
Low Visibility Procedures,
Low Visibility Take-offs
Low Visibility Procedures (LVP) are a set of procedures implemented at airports (runways) to ensure safe aircraft operations during reduced visibility conditions, including low visibility take-offs (LVTOs) and approaches. LVTO specifically refers to a takeoff with a Runway Visual Range (RVR) below 550 meters. Here is the video:
The de Havilland DHC-4 Caribou
The de Havilland DHC-4 Caribou is a rugged, twin-engine STOL (Short Take-Off and Landing) utility transport aircraft designed for military use, particularly in challenging environments. It was built by De Havilland Aircraft of Canada and first flew in 1958. The Caribou's primary role was tactical airlift, carrying troops and equipment to forward battle areas on short, unimproved airstrips. It was used primarily for tactical airlift missions from short, unimproved airstrips in forward battle areas. It could carry either 26 fully equipped paratroops, 20 litter patients, or more than three tons of equipment. The Caribou made its first flight in 1958, and the U.S. Army flew several prototypes for evaluation.
There are a few Caribou aircraft still flying, but they are not in official military service. While the last military Caribou was retired by the Australian Air Force in 2009, some aircraft have been acquired by civilian owners and continue to fly, often as rugged bush airplanes. The De Havilland DHC-4 Caribou was officially retired by its last military user, the Australian Air Force, back in 2009. Very few flying examples still exist today, all of them civilian owned. (Wikipedia)
Here is the video:
Heavy Mendarat Pertama Kali Di Gletser Es Antarktika

enerbangan dengan nomor penerbangan HFY-801 ini merupakan penerbangan logistik yang dilakukan oleh biro perjalanan White Desert UK. Penerbangan yang mempergunakan pesawat yang dioperasikan oleh maskapai Hi Fly merupakan penerbangan perdana ke landasan glacier es (gletser) Antarktika dengan jenis pesawat Heavy berbadan besar. Heavy adalah : "a larger aircraft type, with a Maximum Takeoff Weight of 160 tonnes or more. These aircraft create wake turbulence from their wings and require extra separation between following aircraft, and the use of "heavy" reminds other pilots of that fact."Tambahan kata Heavy di dalam berkomunikasi radio bermaksud agar pesawat yang berada dibelakangnya mengetahui bahwa pesawat di depannya itu berukuran besar (MTOW >160 ton) dan memilki dorongan wake turbulence yang dapat mempengaruhi kendali pesawat yang terbang dibelakangnya. Tentunya selain jarak separasinya memang sudah diatur oleh petugas pengendali navigasi penerbangan, tentunya pilot yang bersangkutan juga perlu untuk mengetahuinya. Oleh karena itu ditetapkan separasi longitudinal yang selamat diantara kedua pesawat (di depan dan di belakang) agar terhindar dari pengaruh wake turbulence (gelombang udara berputar spiral = vortex yang berkekuatan dahsyat yang terbentuk di kedua ujung sayap pesawat ukuran besar tersebut dan menyebar ke bagian belakang pesawat).
Tentang landasan gletser es, yang dikenal dengan sebutan blue ice runway adalah permukaan landasan pada umumnya di Antartika. Gletser (glacier) adalah: “The ice, which has accumulated over millions of years, is up to 3 miles deep and covers about 5.3 million square miles, or about 97.6 percent of the continent”. Karena terbentuk jutaan tahun menjadikan ketebalan gletser mencapai hingga 4,8 km dengan luas 5,3 juta mil² atau 97,6% dari benua Antarktika. Permukaan blue ice runway yang solid memiliki koefisien kekesatan yang kecil sehingga pengereman kecepatan pesawat dengan sistem normal (mengerem landing gears) akan menjadi tidak efektif dan sebagai gantinya adalah dengan reverse thrust, yaitu membalikkan dorongan mesin pesawat dari yang tadinya ke belakang menjadi ke depan. Reverse thrust akan menahan laju pesawat bukan dengan mengerem roda pesawat.
Hi Fly adalah maskapai yang terdaftar di Portugal yang memiliki anak perusahaan Hi Fly Malta di Malta. Maskapai ini adalah maskapai kargo dan komersial pertama di Eropa yang pernah mempergunakan pesawat Super Jumbo A380 9H-MIP sejak 2018 - 2021. Badan pesawat Super Jumbo ini digambari pesan slogan “Save the Coral Reefs” dari Mirpuri Foundation’s. Selain itu pesawat ini melakukan penerbangan kemanusiaan dalam membawa kargo untuk COVID-19 dari China ke seluruh dunia. Selama 3 tahun itu A380 9H-MIP, Hi Fly telah menerbangi 53 different airports, di 33 negara dan 4 benua. Captain pilot Mirpuri adalah pilot Hi Fly dengan rating A380 sekaligus sebagai VP dari Hi Fly, yang menerbangkan dan mendaratkan pesawat Heavy A340-313 9H-SOL untuk pertama kalinya di landasan gletser es, Wolf's Fang Runway Antarktika.
White Desert mengontrak maskapai Hi Fly untuk melakukan penerbangan pulang pergi dari Cape Town (Afrika Selatan) ke Wolf’s Fang Runway (WFR) di Queen Maud Land, Antarctica. Jenis pesawat yang digunakan adalah ukuran Heavy jenis A340-313HGW 9H-SOL dengan MTOW 275 ton yang merupakan pesawat yang disewa basah (wet lease) oleh maskapai Hi Fly dari Portugal (ditandai oleh simbol Operated by Hi Fly di badan pesawatnya). Agen perjalanan White Desert selama ini sudah melakakukan pengiriman barang logistik untuk menyuplai kebutuhan para scientists yang bertugas di beberapa lokasi (stasiun riset atau camp) yang terletak disekitar landasan ini. Selain itu, penerbangan ini juga diperuntukkan bagi wisatawan yang ingin berkunjung ke Antarktika. Sebelumnya pengiriman barang dan angkutan wisatawan ke Antarktika dari Cape Town (CPT) ke Wolf’s Fang Runway (WFR) mempergunakan pesawat jenis Gulfstream G550. Inilah tayangan video penerbangan yang dimulai dari landasan 01 Cape Town dan pendaratan pertama di landasan 17 Wolf's Fang Runway, Queen Maud Land Antarctica. Selamat menyaksikannya.
Sumber: Hi Fly, YouTube, Simple Flying dan Wikipedia English Version.
Ketika Pilot Men"declare" Mayday

ni adalah tayangan video dari kejadian Mayday yang sebenarnya yang terekam melalui layar radar SSR (secondary surveillance radar). Sebuah pesawat dari maskapai Air Canada jenis Bombardier C-Series CS-300 (A220-300), registrasi C-GNBE melakukan penerbangan reguler dengan nomor AC720 (ACA720) dari Toronto, ON (Kanada) ke New York LaGuardia, NY (AS) pada 8/11/2021 diawali dengan penerbangan yang normal. Namun ketika sedang mendekati landasan pacu 31 LaGuardia diketinggian 2.000 kaki, pergerakan pesawat tiba-tiba yaw (berbelok) mengarah ke kiri tanpa dikendalikan oleh pilot (uncommanded) dan pilot menerima peringatan dari FMS bahwa mesin kanan (PW1524G) berkurang kekuatannya hingga hanya 30% N1 (engine loss).
Pesawat tidak dapat dikendalikan dan tidak merespons kendali throttle yang dilakukan pilot. Pesawat terus terbang "memaksa" berbelok, sambil pilot berusaha mengendalikan kembali pesawat dengan menaikkan ketinggian, dilanjutkan pembatalan pendekatan dan terbang memutar kembali. Pilot melakukan tindakan pencegahan dengan mematikan mesin kanan (#2) . Pilot mengirimkan berita urgency PAN PAN 3x dilanjutkan kemudian dengan Mayday 3x. Upaya pendaratan dialihkan ke Newark, New Jersey. Akhirnya pilot pesawat berhasil melakukan pendaratan dengan selamat di landasan 04R Newark, sekitar 35 menit setelah pilot berhasil mengendalikan pergerakan pesawat dengan hanya 1 mesin yang berfungsi.
Dalam video ini ditampilkan dengan jelas bagaimana petugas tower dan approach (dari 3 unit pelayanan berbeda yaitu KEWR, KLGA dan KJFK Approach) saling berkoordinasi memberikan pelayanan khusus terhadap pesawat C-GNBE ACA720 dengan memberikan berbagai pilihan untuk kemudahan pendaratan dengan pengaturan arah (tergambar gerakan arah atau vektor pesawat di layar radar), ketinggian dan pendaratan baik di LaGuardia maupun Newark dengan prioritas pertama.
Terdengar pilot Air Canada ACA720 menyampaikan berita marabahaya (mayday) dengan sangat tenang dan terkendali walaupun sudah men"declare" Mayday (distress condition = marabahaya). Petugas tower LaGuardia (KLGA) mengira ACA720 akan mendaratkan C-GNBE karena sudah melakukan pendekatan, namun pilot pesawat menyatakan tidak melakukannya karena mesin pesawat tiba-tiba mengalami pengurangan power (engine rolled back), dan segera meminta waktu untuk melakukan kenaikan altitude kembali sambil melakukan upaya mengatasi permasalahannya. Video ini menampilkan tentang pergerakan pesawat di layar radar dan percakapan pilot dengan petugas tower LaGuardia, Newark dan APP New York. Tergambar di layar radar monitor unit kerja APP (yang sudah dimodifikasi), ke- 3 landasan bandar udara tersebut yaitu EWR, LGA dan JFK.
Pada prakteknya percakapan antara kapten pilot pesawat dengan petugas tower dan APP di Amerika di komunikasi radio ini tidak 100% mengikuti ketentuan pengiriman berita Mayday dengan prosedur radioteleponi melalui radio komunikasi penerbangan sebagaimana ditetapkan dalam Annex 10 Vol II Chapter 5 dan Document 9432 dari ICAO. Walaupun demikian bentuk frasa (phrase) susunan berita yang diucapkan pilot dan petugas tower dan APP tersebut dapat menyelesaikan masalah distress ini dengan selamat. Selamat memirsanya. (Sumber: YouTube, Wikipedia English Version dan AVH News)
Kecelakaan Terburuk Di Abad ke-20
yang Masih Disebut Terburuk Sampai Kini
Sapa dari meja redaksi: Para pengunjung kami yang setia, setelah dicermati dan dipelajari dalam waktu lama tentang beberapa bentuk pencerahan bagi para peminat dan peduli keselamatan, sampailah kepada bentuk yang sudah lama populer di media sosial ini yaitu tayangan melalui video. Mengingat kemudahan serta kejelasan dalam menerima esensi dari sebuah pencerahan memang harus diakui bahwa sarana ini adalah yang paling ampuh dan menarik, namun ada kendala yang terus menerus menjadi pertimbangan untuk menundanya, yaitu commercial free. Setelah melalui pertimbangan mendalam, harus diakui bahwa tayangan melalui YouTube telah mendominasi media sosial di dunia, sehingga diputuskan bahwa pilihan ini dapat diterima, namun dengan catatan dapat dikendalikan dari tayangan sisipan komersial yang sangat agresif. Tayangan sisipan komersial tersebut memang sulit dihindari 100%, namun kami berusaha untuk bisa meminimalisirnya sehingga jadilah beberapa tayangan di bawah ini. Kecelakaan ini yang kemudian dikategorikan oleh ICAO sebagai runway incursion, masih sering disebut sebagai yang terburuk sejak tanggal kejadiannya, 27 Maret 1977 sampai saat ini. Video tentang kecelakaan di runway (ICAO: runway excursion) paling buruk dalam sejarah penerbangan sipil yang populer dengan nama Tenerife Disaster berikut ini adalah tayangan video pertama dari beberapa rangkaian pencerahan yang tersedia di halaman ini. Selamat memirsanya.
Sedangkan terkait Tenerife Disaster ini dapat dibaca lebih lengkap ulasannya di artikel Menyibak yang Belum Terkuak Di Tenerife Disaster.
Sumber: YouTube
Kapten Pilot Perempuan Indonesia di Etihad Airways
Sumber: YouTube
Bagaimana Pilot Menghadapi Berbagai Cuaca Buruk
Sapa dari meja redaksi: Para pengunjung kami yang setia, setelah dicermati dan dipelajari dalam waktu lama tentang beberapa bentuk pencerahan bagi para peminat dan peduli keselamatan, sampailah kepada bentuk yang sudah lama populer di media sosial ini yaitu tayangan melalui video. Mengingat kemudahan serta kejelasan dalam menerima esensi dari sebuah pencerahan memang harus diakui bahwa sarana ini adalah yang paling ampuh dan menarik, namun ada kendala yang terus menerus menjadi pertimbangan untuk menundanya, yaitu commercial free. Setelah melalui pertimbangan mendalam, harus diakui bahwa tayangan melalui YouTube telah mendominasi media sosial di dunia, sehingga diputuskan bahwa pilihan ini dapat diterima, namun dengan catatan dapat dikendalikan dari tayangan sisipan komersial yang sangat agresif. Tayangan sisipan tersebut memang sulit dihindari 100%, namun kami berusaha untuk bisa meminimalisirnya sehingga jadilah tayangan di bawah ini tanpa komersial.

enerbangan adalah moda transportasi yang di dalam pengoperasiannya paling rentan oleh berbagai macam gangguan dan pengaruh cuaca buruk, di samping kelebihannya. Di artikel berikut ini ditampilkan pencerahan dalam bentuk tayangan video di saat pilot menghadapi cuaca buruk dalam bentuk, fog (kabut), low visibility, turbulence dan wind shear. Isi materi tayangan ini merupakan pilihan terbaik dari banyak pencerahan yang mudah diserap oleh masyarakat awam dan profesional serta kredibel kebenarannya. Kutipan dari BAA (Baltic Aviation Academy) ini memiliki pencerahan yang paling jelas dan mudah dimengerti tentang tindakan pilot ketika menghadapi cuaca buruk di saat pesawat sedang lepas landas, proses pendekatan dan pendaratan (fase kritis). Tampilan ini bukan diambil dari simulator, namun kejadian yang sebenarnya. Teamwork yang baik di kokpit sesuai CRM*) terlihat di menit ke-12.17' sampai 17 di saat pesawat menghadapi wind shear di fase pendekatan yang selanjutnya harus melakukan go around. Airborne wind shear detection and alert system adalah alat terpasang di pesawat yang dapat memprediksi keberadaan atau munculnya fenomena alam ini. FAA sejak 1993 menetapkan penggunaan alat tersebut bagi semua pesawat komersial, namun dengan pembatasan khusus. Anda dapat menikmatinya seraya mengendalikannya dari sisipan yang menganggu dengan menghapusnya (meng "click" tanda X). Selamat menikmati tayangan ini.
*) CRM adalah crew or cockpit resource management is a set of training procedures for use in environments where human error can have devastating effects. Pelatihan Manajemen Kokpit adalah sekumpulan prosedur pelatihan yang akan digunakan di kokpit guna mengatasi terjadinya peluang kecelakaan atau insiden yang diakibatkan oleh tindakan atau perilaku antara kapten pilot dan co-pilot.
CRM adalah pelatihan yang diwajibkan oleh EASA (European Aviation Safety Agency) dan FAA (Federal Aviation Administration).
Sumber: Baltic Aviation Academy
Mengisi Flight Plan Format ICAO
Sapa dari meja redaksi: Para pengunjung kami yang setia, setelah dicermati dan dipelajari dalam waktu lama tentang beberapa bentuk pencerahan bagi para peminat dan peduli keselamatan, sampailah kepada bentuk yang sudah lama populer di media sosial ini yaitu tayangan melalui video. Mengingat kemudahan serta kejelasan dalam menerima esensi dari sebuah pencerahan memang harus diakui bahwa sarana ini adalah yang paling ampuh dan menarik, namun ada kendala yang terus menerus menjadi pertimbangan untuk menundanya, yaitu commercial free. Setelah melalui pertimbangan mendalam, harus diakui bahwa tayangan melalui YouTube telah mendominasi media sosial di dunia, sehingga diputuskan bahwa pilihan ini dapat diterima, namun dengan catatan sepanjang masih dapat dikendalikan dari tayangan sisipan komersial yang sangat agresif. Tayangan sisipan tersebut memang sulit dihindari 100%, namun kami berusaha untuk bisa meminimalisirnya sehingga jadilah tayangan di bawah ini. Mohon maaf atas ketidaknyamanan ini.
FAA mewajibkan pengisian flight plan (FPL) model atau format ICAO untuk penerbangan domestik di Amerika sejak 1 Oktober 2016 yang didahului dengan masa transisi. Format internasional sudah diberlakukan lebih awal. FPL ini terintegrasi dengan PBN (Performance Based Navigation) yang akan meningkatkan pelayanan Air Traffic Services. Flight Plan format ICAO bersifat internasional artinya diberlakukan di seluruh dunia. Format ini terdiri dari 3 bagian, yaitu bagian pertama Priority Section akan diisi oleh petugas dari otoritas (fasilitas pelayanan lalu lintas udara = ATS), bagian kedua main section dan ketiga supplementary information. Pengisian di seksi pertama oleh otoritas yang akan mendistribusikan flight plan ini ke seluruh unit pelayanan mulai dari bandar udara keberangkatan, bandar udara yang dilalui dan bandar udara tujuan akhir. Pengisian format yang dilakukan oleh pilot (atau petugas khusus) dimulai dari kotak nomor 7. Contoh pengisian flight plan ini untuk jenis penerbangan G = General Aviation.
Bagian kedua adalah bagian utama (main section) dimulai dari kotak nomor 7 sampai nomor 19, yang diisi oleh pilot atau petugas dari operator atau maskapai yang sudah memiliki sertifikat penugasan dalam pengisian ini (FOO = flight operation officer). Bagian ketiga adalah Supplementary Section berisi informasi terkait dengan item yang sudah diisi di main section yang masih perlu dijelaskan lebih lanjut, bagian ini pun diisi oleh pilot atau FOO. Di bagian ini akan diisi berbagai penjelasan lebih lanjut, misalnya tentang kode ZZZZ yang diisi di kolom Departure Aerodrome yang bermakna point of departurenya tidak/belum memiliki 4 letter location indicator dari ICAO sehingga harus dilengkapi di bagian ini.
Selamat memirsa video ini.
Sumber: YouTube dan ATPL Student.com
Fenomena Cuaca Wind Shear,
Berbahaya dan Harus Dihindari

ind shear adalah salah satu fenomena alam yang muncul secara tiba-tiba. Video di bawah ini akan menjelaskan secara lebih detil bagaimana fenomena cuaca ini sering muncul di sekitar landasan. Gejala alam ini termasuk kelompok cuaca buruk yang biasanya muncul di ketinggian rendah, sesaat setelah atau sebelum pesawat lepas landas atau akan mendarat.
Sudah banyak kecelakaan pesawat udara yang diakibatkan oleh fenomena alam yang satu ini. MzeroA telah mengemasnya secara lebih lengkap tentang gejala alam yang biasanya muncul di ruang udara yang luas dan terbuka di sepanjang permukaan landasan di ketinggian rendah. Pengaruh sirkulasi gelombang udara yang menyentuh puncak pegunungan dan convective activity*) adalah gejala alam yang dapat menimbulkan wind shear. Angin puting beliung adalah sebutan lokal yang populer di kalangan penerbang di Indonesia untuk wind shear. Durasi keberadaan wind shear tidak lama, datang secara tiba-tiba, pergi secara tiba-tiba pula dan hebatnya arah hembusan yang tidak teratur bisa keatas, kebawah melintang, berputar memorak-porandakan semua benda yang dilintasinya dengan kekuatan dahsyat. Oleh sebab itu wind shear harus dihindari oleh pesawat yang akan melintasinya terutama di ketinggian rendah karena akan menghempaskannya kepermukaan Bumi tanpa bisa dikendalikan. Sebagai contoh adalah kecelakaan fatal yang dialami pesawat dari maskapai Garuda Indonesia jenis DC-9 di Polonia Airport Medan pada 4 April 1987, lihat gambar terlampir.
Pada saat kecelakaan pesawat dari maskapai Garuda tersebut terjadi, memang alat pendeteksi wind shear belum ada sehingga keberadaan fenomena alam yang sudah ada sejak lama ini hanya bisa diperkirakan oleh pilot pesawat berdasarkan pengalaman saja. Selain itu warning tentang adanya wind shear akan disampaikan oleh petugas tower dan disampaikan antar pilot pesawat yang sudah mengetahui keberadaannya dan sempat menghindarinya pada saat yang bersamaan.
Alat pendeteksi keberadaan wind shear ditemukan dan diproduksi di Amerika sejak 1994. Alat yang terpasang di pesawat namanya adalah Airborne Wind Shear Warning System atau Airborne Wind Shear Detection and Alert System, sedangkan fasilitas terpasang di darat (ground based) bernama Low Level Wind Shear Alert/Avoidance System (LLWAS). Sejak aturan pemasangan alat ini diwajibkan dipasang di pesawat komersial, kecelakaan yang diakibatkan oleh wind shear sangat berkurang.
Beberapa faktor yang dapat menimbulkan Low Level Wind Shear:
ICAO Weather Deviation Procedures:
What Every Pilot Must Comply.
Jumbo Jet Menabrak Bukit, Akibat Pilot Salah Memaknai 1 Kata

atu bentuk pelanggaran kecil terhadap standar keselamatan penerbangan, sudah cukup untuk dapat menjadi penyebab utama terjadinya kecelakaan fatal. Kecelakaan fatal itu benar-benar terjadi akibat kesalahan sepele, yaitu salah memaknai arti 1 kata dalam komunikasi radio. Ketidakpatuhan terhadap standar yang merupakan pelanggaran ini, memang, menjadi penyebab utama kecelakaan fatal tersebut. Kesalahan itu, diawali oleh kesalahan pengulangan berita dari kapten pilot (readback), yang kemudian dibarengi pula oleh petugas tower yang tidak cermat mendengarkan berita pengulangan (hearback). Pelanggaran dengan mempergunakan prosedur non-standard phraseology tersebut, telah menimbulkan kesalahpahaman dalam mengartikan 1 kata. Kesalahan itulah yang mengakibatkan pesawat dan seluruh ke-4 awak pesawat tewas ketika pesawat jenis jumbo jet ini hancur menabrak bukit berketinggian 437 kaki. Pesawat itu adalah dari maskapai kargo Flying Tigers yang melakukan penerbangan dari Changi Airport, Singapura ke Kaitak, Hong Kong dengan transit di Subang, Kuala Lumpur. Kapten pesawat yang pada saat itu bertindak sebagai Pilot Non Flying, telah melakukan keputusan yang sangat bahaya berakibat fatal, di saat pesawat approaching ke ujung landasan 33 bandar udara Sultan Abdul Aziz Shah (Subang), Kuala Lumpur, Malaysia. Pesawat turun ke ketinggian yang tidak diperbolehkan yaitu ketinggian (altitude) di bawah batas minimum yang selamat (MSA = minimum safe altitude) yang sudah ditetapkan oleh otoritas penerbangan awam Malaysia. 


Seharusnya, petugas tower segera mengucapkan: NEGATIVE, descend to altitude two thousand fower hundred. Namun koreksi dari petugas tower tersebut tidak kunjung datang, sehingga pilot pesawat yang me"readback" berita angka ketinggian dengan TO FOUR ZERO ZERO tersebut, segera menurunkan ketinggiannya ke FOUR ZERO ZERO (400) kaki, menuju NDB KL yang berada di balik bukit. Sebelum mencapai NDB KL pesawat menabrak puncak bukit berketinggian 473 kaki. Secara ringkas, kecelakaan ini dapat juga dikatakan merupakan kesalahan dalam melakukan readback dan hearback. Kecelakaan ini memang disebabkan oleh beberapa faktor kontribusi penyebab kelalaian lainnya antara lain, Pilot Flying (PF) adalah First Officer, tidak menyiapkan Instrument Approach Chart dengan ILS 33 bandar udara Subang. Selain itu peringatan GPWS (ground proximity warning system = perangkat peringatan dini obstacle di permukaan ground) yang sudah memberikan bunyi teriakan peringatan .... WHOOP WHOOP PULL UP.... (maksudnya supaya pilot menarik tuas kendali naik agar "hidung" pesawat segera NAIK) beberapa kali (5x), ) namun diabaikan oleh kedua pilot yang masih disibukkan dengan diskusi tentang frekuensi, runway dan ILS. Tentang penyebab penyumbang lainnya ini tidak kami bahas dalam tulisan ini.
Walapun faktor penyebab kecelakaan Flying Tiger nomor penerbangan 66 ini, di dalam kenyataannya lebih dari satu, namun kesalahpahaman penerimaan instruksi dengan non-standard procedur tersebut dijadikan sebagai faktor penyebab utama. Semenjak kecelakaan fatal yang terjadi pada 19 Februari 1989 tersebut, pembenahan telah dilakukan di bawah koordinasi ICAO beserta beberapa otoritas penerbangan seperti FAA dari Amerika, CAA Inggris dan Eropa,
dengan melakukan berbagai amandemen regulasi radiotelephony, guna memperbaiki prosedur penggunaan radiotelephony. Sejatinya, pengucapan angka dalam komunikasi penerbangan diucapkan secara separately (terpisah, satu per satu) kecuali (EXCEPT) pengucapan ketinggian atau altitude (bukan flight level), visibility, tinggi dasar awan (cloud height) dan Runway Visual Range (RVR). ICAO dan CAA Inggris dan beberapa otoritas menstandarkan pengucapan ketinggian (altitude, bukan flight level) harus diawali kata ALTITUDE dilanjutkan angkanya yang diucapkan dalam ribuan dan atau ratusan atau gabungannya. Untuk jelasnya dapat dilihat di dua infografis di atas tentang standar radiotelephony untuk pengiriman berita angka. Sejak 1989, seluruh asset maskapai Flying Tiger diakuisisi oleh FedEx yang melanjutkan operasinya hingga sekarang. Sebagai pelengkap artikel ini disajikan video terkait dengan judul: Flying Tiger Line Flight 66 Crash Animation.
Sumber : Air Crash Daily, Aviation Safety Network, AVH News dan Wikipedia English Version
Kontribusi penyebab terjadinya sebuah kecelakaan fatal, tidak pernah disebabkan oleh faktor tunggal tetapi banyak faktor. Berbagai penyebab kecelakaan fatal di dunia, berkat kecermatan para ahli penyelidik kecelakaan, berhasil diungkap, termasuk faktor yang kemungkinannya tidak pernah disangka sebelumnya. Tidak ada batas waktu untuk sebuah laporan akhir dari sebuah penyelidikan kecelakaan. Bisa memakan waktu 1 tahun, 2 tahun, 5 tahun atau bahkan ada laporan akhir yang dibuat bertahun-tahun tanpa dapat ditemukan sama sekali kepastian faktor penyebabnya (pesawat hilang). Kejadian kecelakaan fatal yang terjadi di Meksiko pada 4 Nopember 2008 yang lalu ini, diselesaikan hanya dalam waktu 1 tahun sejak kejadian dan diharapkan dapat menjadi jendela pencerahan bagi kita semua. Saluran stasiun televisi NatGeo, minggu II Januari 2018 telah menayangkan episode ini dalam serial Air Crash Investigation.
Bandar udara internasional Mexico City merupakan bandar udara yang terletak di hunian padat greater kota Meksiko. Bandar udara ini dikelilingi oleh gedung-gedung tinggi dan berjarak hanya 5 km dari pusat kota. Bandar ini memiliki elevasi 2.200 m dari permukaan laut dan termasuk bandar udara yang bercuaca panas. Sesuai dengan ketentuan otoritas penerbangan Meksiko penggunaan bandar udara internasional ini tidak diperuntukkan bagi penerbangan jet pribadi dan charteran (general aviation). Namun, aturan ini tidak berlaku bagi jet pribadi atau charter yang mengangkut penerbangan kenegaraan, VVIP atau VIP Flight.
Pesawat jet charteran XC-VMC jenis Learjet-45 (LJ45) adalah jenis pesawat handal bermesin 2 yang pada saat kejadian sedang membawa penumpang VIP yaitu Menteri Dalam Negeri Meksiko beserta pejabat tinggi lainnya yang berjumlah 6 orang + 3 awak pesawat dan dinyatakan dalam kondisi laik terbang. Pesawat ini terbang dari San Luis Potosi pukul 18:04/L. Seperti biasanya memasuki sirkuit bandar udara kota ini, semua pesawat akan diatur dengan pengendalian, kecepatan, dan separasi baik secara vertikal maupun longitudinal agar tetap memiliki separasi selamat dengan pesawat lainnya. Memasuki layanan pendekatan, awalnya pesawat Learjet-45 ini, melakukan berbagai macam manuver yang sesuai dengan instruksi yang diberikan kepada pilot flying pesawat ini. Berdasarkan urutannya, ketika itu, Learjet-45 berada di belakang pesawat dari maskapai Mexicana nomor penerbangan MXA-1692 jenis B767-300 berukuran large yang juga antri beriringan akan mendarat. Di depan MXA-1692 adalah MXA-845 jenis A-318 (Medium). Jarak kedua pesawat tersebut sudah dikendalikan sehingga sesuai dengan standar keselamatan separasi longitudinal. Standar separasi tersebut, berdasarkan ketentuan ICAO, antara pesawat jet berukuran Heavy yang berada di depan dengan pesawat yang berukuran Light yaitu 8 nautical miles (Nm). Untuk melakukan maintain separation antar pesawat yang sedang diatur beriringan yang akan mendarat, pesawat harus di kendalikan kecepatannya secara presisi (speed control), sehingga jarak mendatar antar pesawat (H) yang berada di depan dengan (L) di belakangnya masih tetap selamat yaitu 8Nm.
Kejadian menjadi berubah, ketika MXA-1692 diinstruksikan mengurangi kecepatannnya menjadi 224kts, dengan maksud agar supaya tetap berada di rentang jarak selamat dengan pesawat jenis A318 yang berada di depannya. Pilot MXA-1692 mematuhi dengan segera. Pengurangan itu mengharuskan pesawat di belakangnya untuk mengurangi kecepatannya pula. Namun apa yang terjadi? Pesawat Learjet tidak mengurangi kecepatan, bahkan menambah kecepatannya menjadi 272kts. Kecepatan tersebut mengakibatkan pesawat Learjet-45 mendekat dengan cepat sehingga hanya berjarak 5,7NM dengan MXA-1692. Melihat trajectory pergerakan kedua pesawat tersebut dari layar monitor radar pendekatan tersebut, petugas ATC segera menginstruksikan Learjet-45 mengurangi kecepatan menjadi 180kts. Lihat gambar di bawah ini: 


Sapa Redaksi: Keputusan go-around bisa diartikan berasal dari 2 pihak berbeda, yang pertama adalah sebuah keputusan dari pilot dan yang kedua adalah instruksi yang berasal dari petugas ATC (tower). Go-around, secara singkat dapat dijelaskan sebagai tindakan atau keputusan yang diambil atau diinstruksikan secara mendadak, terkait dengan proses pendekatan yang tidak dilanjutkan menjadi pendaratan, atau dengan kata lain pembatalan pendaratan. Pada saat kapan pilot akan memutuskan pembatalan tersebut (timely decision to make go-around), dapat dilihat dalam gambar di bawah ini, yang diilustrasikan secara lebih jelas.
ada proses pendaratan, terutama di bandar udara yang melayani penerbangan internasional, pilot akan mempergunakan pedoman peta pendekatan untuk bandar udara itu, yang disebut IAP (Instrument Approach Procedure) chart. Idealnya semua bandar udara baik domestik maupun internasional memiliki IAP Chart-ICAO. Peta atau chart tersebut, dapat diartikan bahwa bandar udara internasional tersebut melakukan prosedur untuk melakukan pendekatan secara instrumen berdasarkan ketentuan sebagaimana yang tercantum dalam peta tersebut. Pendekatan atau approach adalah fase sebelum pesawat memasuki fase pendaratan. Semua bandar udara terutama yang melayani penerbangan internasional untuk masing-masing runway yang dimilikinya dipastikan akan memiliki peta tersebut. Bila sebuah bandar udara (internasional), memiliki fasilitas 3 landas pacu (runways) dengan dilengkapi alat bantu navigasi sistem pendaratan instrumen (ILS), maka akan ada 3x2 IAP-ICAO. Adapun semua referensi prosedur pendekatan yang diberlakukan bersumber dari standar dan tindakan yang direkomendasikan dari ICAO (SARPs), karena itu disebut sebagai Instrument Approach Chart-ICAO. Dalam sebuah IAP Chart akan dicantumkan berbagai arah, ketinggian dan data Waypoints, VORs atau NDBs beserta frekuensinya yang diperlukan oleh pilot untuk dijadikan sebagai check point dalam melakukan proses pendekatan sebelum pendaratan, yang digambarkan secara lengkap. Semua data yang disajikan baik dalam bentuk gambar maupun angka tersebut adalah untuk dijadikan sebagai petunjuk yang wajib ditaati oleh pilot untuk melakukan penerbangannya secara presisi dalam melakukan berbagai macam manuver ketika sedang dalam proses pendekatan. Di dalam setiap IAP Chart, selain ada prosedur pendekatan juga dilengkapi dengan peta bila terjadi kegagalan dalam pendekatan. Chart ini disebut sebagai Missed Approach, yang biasanya ditempatkan di bagian bawah IAP. Semua pesawat udara yang dalam proses pendekatan kemudian membatalkan pendaratan, harus mengikuti pedoman Missed Approach yang digambarkan secara rinci dan presisi dalam peta IAP. Inilah gambar IAP Chart-ICAO ILS Runway 23R bandar udara Cairo International Airport. 



Prakata dari Redaksi: "Intro" artikel ini memang agak lengkap kami tulis, dengan tujuan, semata-mata untuk lebih memperjelas lagi inti pencerahan yang jarang diulas oleh media di negeri ini. Gambar di atas adalah dua jenis pesawat kalibrasi dari 3 pesawat yang dimiliki NAV CANADA. Kedua pesawat tersebut terlihat dengan latarbelakang di dua musim (fall dan summer) ketika sedang berada di Macdonald-Cartier International Airport-Ottawa, ON (CYOW = ICAO four letter designator untuk bandar udara ini).
NAV CANADA adalah nama sebuah badan penyelenggara navigasi penerbangan Kanada yang merupakan badan pengelola navigasi penerbangan terbesar kedua di dunia berdasarkan jumlah pesawat yang dilayani, setelah ATO (Air Traffic Organization), Amerika. Badan penyelenggara atau pengelola navigasi udara di seluruh dunia dikenal dengan nama air navigation service provider (ANSP). ATO adalah badan pelayanan navigasi penerbangan di bawah struktur organisasi FAA yang melayani sebanyak 44.000 penerbangan per hari dengan fasilitas next generation mengangkut ±2,7 juta penumpang per hari, di ruang udara seluas 29 juta km². Sedangkan NAV CANADA melayani penerbangan di ruang udara yang jauh melebihi wilayah kedaulatan negara Kanada. Ruang udara Kanada meliputi 7 FIRs (Flight Information Regions) dengan Edmonton FIR sebagai FIR paling luas serta Gander yang terbagi 2 yaitu Domestic dan Oceanic. Sebagian besar FIR Gander meliputi ruang udara di atas samudera terluas kedua di dunia, Atlantik. Jangkauan pelayanan badan ini membentang dari bagian timur yaitu sebagian ruang udara di atas Samudera Atlantik sampai bagian barat, sebagian kecil Pasifik dan Alaska hingga mencapai bagian terutara, yaitu Arctic. Wilayah seluas itu, pelayanan keselamatan lalu lintas penerbangannya dilayani dengan mempergunakan berbagai fasilitas jaringan berbasis satelit komunikasi modern bergenerasi lanjut. Pelayanan badan ini secara umum diakui oleh pengguna dan masyarakat dunia, telah memberikan pelayanan penerbangan selamat dan efisien yang terus meningkat kualitas, fasilitas dan kuantitasnya. Badan ini merupakan badan pengelola ruang udara berstatus nirlaba (not for profit) pertama di dunia yang sepenuhnya dilaksanakan oleh pihak swasta untuk memberikan pelayanan ATS (Air Traffic Services), penyediaan fasilitas navigasi, pendidikan dan latihan serta kalibrasi. Banyak manfaat yang dapat diperoleh dari bentuk usaha semacam ini yang dilaksanakan oleh pihak swasta. Berapa besar anggaran negara yang dapat dihemat melalui pendelegasian kewenangan ini kepada pihak swasta, atau dengan mempergunakan kalimat sebaliknya, berapa besar pengeluaran anggaran negara, dengan tetap mempertahankan tanggungjawab ini dilaksanakan oleh pemerintah. Selain itu, NAV CANADA memiliki kewenangan untuk melayani navigasi penerbangan di ruang udara yang jauh lebih luas dari batas kedaulatan negara Kanada. Total luas area Kanada yang meliputi daratan dan lautan adalah kurang dari 10 juta km². Kebijakan penggunaan anggaran belanja negara Kanada yang melaksanakan program efisiensi (salah satunya dari pengelolaan pelayanan navigasi penerbangan ini) telah menjadikan negara ini sejak lama (Kanada berdiri sejak 1 Juli 1867), memiliki tingkat kemakmuran yang tinggi. Pada sensus kemakmuran tahun 2016, IMF (International Monetary Fund) mengukur Kanada berdasarkan (estimate) pendapatan perkapita dengan dasar perhitungan PPP (Purchasing Power Parity) GDP (Gross Domestic Product), adalah sebesar US$ 46.199 (urutan ke-20 di dunia), atau Nominal GDP sebesar US$ 40.409. Pendapatan per kapita sebuah negara diukur bukan oleh IMF saja namun juga oleh World Bank, United Nations bahkan CIA. Di ketiga badan itu (selain IMF), Kanada ditempatkan sebagai urutan negara yang memiliki kemakmuran lebih tinggi lagi. Selain itu, tolok ukur kemakmuran sebuah bangsa juga diukur berdasarkan urutan Human Development Index (HDI), di mana Kanada juga masuk kedalam kelompok kelas sangat tinggi yaitu ke-10 dunia. Apabila boleh untuk di analogikan bentuk tugas pokok dan fungsinya dengan badan atau organisasi yang terkait di negeri kita ini, NAV CANADA sama dengan gabungan 1 badan usaha berbentuk BUMN ditambah dengan 2 atau 3 organisasi struktural pemerintahan yang dikepalai oleh pejabat setingkat eselon II (Direktur) di Indonesia, secara sekaligus. Anda dapat membayangkan berapa banyak jumlah anggaran dana APBN yang dialokasikan untuk SDM dan aset serta fasilitas organisasi yang "super gemuk" itu. Belum lagi bila kita berbicara tentang nilai efisiensi dibandingkan dengan outputnya. Efisensi dalam pengelolaan navigasi udara (atau kadang kala disebut navigasi penerbangan) sekurang-kurangnya ada 2, yaitu efisiensi internal badan semacam ini sendiri dan produk pengelolaan yang dihasilkan yang akan mengefisiensikan operasi penerbangan. Bentuk inilah yang akan menjadi nilai performance keberhasilan yang diberikan kepada pengguna yang tidak lain adalah semua pesawat udara yang dikendalikan di ruang udara seluas itu. Nilai itu akan memiliki nilai operasional yang efisien bagi semua penggunanya. Mungkin manfaat finansial dari kebijakan semacam Tax Amnesty di negara kita dapat dipergunakan di negeri ini untuk membentuk badan semacam NAV CANADA ini. Di masa depan, pelayanan navigasi penerbangan di negeri kita dapat dilaksanakan oleh konsorsium swasta. Pada keadaan semacam ini, maka peranan otoritas akan kembali ke prinsipnya yaitu menjadi pengayom bangsa yang profesional dan berwibawa. Regulator sekaligus auditor. Kita tentunya akan sepakat dengan pernyataan sederhana dan jujur, bahwa kemakmuran sebuah bangsa dapat dilihat sekilas dari tingginya pendapatan perkapita masyarakat dari negara tersebut, baik secara PPP maupun Nominal dari GDPnya. Efisiensi adalah kunci kemakmuran bangsa. Semoga Bapak Jokowi berkenan untuk membaca artikel ini.
Bentuk pelayanan yang memiliki nilai efisiensi dari badan ini, adalah pada saat produknya dinikmati oleh maskapai atau operator yang memperoleh penghematan dalam konsumsi bahan bakar, yang salah satunya berasal dari prosedur pendaratan yang singkat dan tidak menimbulkan waktu penundaan (delayed time) atau holding yang berkepanjangan. Ada banyak prosedur efisien lain yang diberikan oleh badan ini. Di negara yang telah lama memiliki keselamatan yang baik, menempatkan aspek efisiensi menjadi bentuk pelayanan yang sama pentingnya dengan keselamatan. Penugasan pelayanan navigasi penerbangan kepada pihak swasta tersebut adalah pendelegasian kewenangan yang dapat meningkatkan nilai penghematan bagi APBN negara Kanada itu sendiri. Selain itu, efisiensi juga diterapkan di internal badan usaha ini. Salah satunya adalah, ketika badan ini melaksanakan tugas inspeksi kehandalan presisi atau ketepatan (reliability) semua peralatan dan prosedur pelayanan navigasinya di area yang sedemikan luas, NAV CANADA "hanya" cukup memiliki 2 pesawat bermesin jet (2 Canadair CRJ-200ER) dan 1 Dash-8-100 bermesin baling-baling. Ketiga pesawat buatan Kanada tersebut dibeli dalam keadaan laik terbang dan bekas. Tugas kalibrasi peralatan navigasi dilakukan tanpa membentuk badan usaha khusus di luar NAV CANADA. Dengan "modal awal" hanya 1.5 milyar $ Kanada (CAD$ 1.5b atau Can$ 1.5b ) di awal pembentukannya di tahun 1996, badan ini kini telah memiliki total "revenue" sebesar Can$ 1.2 milyar per tahunnya. Di samping itu NAV CANADA telah menginvestasikan sejumlah CAD$ 2 milyar untuk menjadi pemegang saham mayoritas di perusahaan komunikasi satelit yang baru dibentuk bersama 3 badan pelayanan navigasi lainnya. Upaya tersebut adalah sebagai wujud diversifikasi usahanya melalui kebijakan investasi. Kanada atau biasa dikenal pula dengan sebutan North America adalah salah satu dari beberapa negara yang oleh ICAO dimasukkan kedalam kelompok negara yang memiliki tingkat keselamatan terbaik selama 4 - 5 dekade. Tanpa dukungan finansial pemerintah, di bidang usaha keselamatan ini, NAV CANADA telah menjadi "benchmarking" banyak ANSP di dunia yang mengutamakan pelayanan selamat dan efisien. NAV CANADA adalah sebuah organisasi yang efisien bukan hanya terhadap APBN, atau internal organisasi itu sendiri, namun juga terhadap hasil produknya yang dinikmati oleh penggunanya yang terdiri dari maskapai dan operator (internasional dan domestik) serta penumpang pesawat. Walaupun tidak ada keikutsertaan atau keterlibatan dukungan finansial berbentuk saham pemerintah (government share holder) dalam organisasi ini, namun NAV CANADA melakukan transparansi, layaknya sebuah badan internasional, yaitu dilaksanakan secara rinci, terbuka dan dipublikasikan keseluruh dunia setiap tahunnya. Semua produk utama keselamatannya dan finansial secara berkala dipublikasikan secara terbuka kepada para pemangku kepentingannya (stakeholders). Siapakah stakeholders NAV CANADA?. Para pemangku kepentingan badan ini berasal dari perwakilan maskapai atau operator, investor serta masyarakat pengguna. Kepada merekalah pertanggungjawaban bangsa dan dunia diberikan. Bentuk pertanggungjawaban secara publikasi terbuka kepada dunia, patut untuk menjadi contoh transparansi. Pelayanan navigasi penerbangan adalah pelayanan antar bangsa semua pesawat udara yang melintas atau memasuki wilayah ruang udara yang menjadi tanggungjawabnya. Pelayanan ATS diberikan tidak boleh bersifat diskriminatif, artinya semua pesawat apakah itu pribadi, berbiaya rendah atau penuh dari negara manapun, baik yang beregistrasi dari negara tersebut atau bukan dan militer atau sipil, semuanya harus diberikan pelayanan yang sama bobotnya. Transparansi sebuah badan usaha di banyak negara di dunia diwajibkan bagi organisasi berproduk utama keselamatan untuk masyarakat yang aspek finansialnya sepenuhnya berasal dari sumber APBN, apalagi bila berstatus nirlaba (cost recovery). Secara teknis operasional, peranan pemerintah atau otoritas Kanada (TC), hanya sebatas azas profesionalisme saja yaitu sebagai auditor dan regulator. Pembaca kami yang setia di manapun berada, siapapun Anda, pemutus kebijakan, pemerhati, pengamat, pecinta keselamatan atau bahkan penumpang pesawat, perlu untuk membaca selengkapnya......have a nice reading....
ejak 1 Nopember 1996, pemerintah Kanada melalui TC (Transport Canada) menyerahkan sepenuhnya tanggungjawab pengelolaan penyelenggaraan pelayanan navigasi penerbangan kepada pihak non pemerintah atau swasta bernama NAV CANADA. Peristiwa itu menandai terbentuknya pengalihan tanggungjawab yang selama ini umumnya dilakukan oleh pihak pemerintah kepada organisasi publik atau pihak swasta untuk melakukan pelayanan ATS internasional. Momentum ini menjadikan NAV CANADA sebagai sebuah badan swasta penuh pertama di dunia yang menerima bentuk tanggungjawab di bidang pelayanan navigasi penerbangan yang dikelola secara profesional dan nirlaba (not for profit) tanpa pendanaan dan penyertaan modal saham dari pemerintah (shareholder). Arti not for profit dalam hubungan dengan sebuah badan usaha publik ini bukan berarti tidak memiliki keuntungan, namun lebih berarti, semua pos perolehan yang didapatnya dapat diizinkan (oleh ketentuan pemerintah Kanada yang bernama Civil Air Navigation Services Commercialization Act = ANS Act), untuk dikelola sepenuhnya secara mandiri dalam upaya peningkatan core produknya yaitu keselamatan, efisiensi dan keteraturan. Bentuk demikian biasa disebut juga sebagai cost recovery. Perolehan badan ini sebagian besar berasal dari pengenaan biaya (charges) yang dikenakan terhadap semua pesawat yang menerima berbagai macam pelayanan navigasi penerbangan. Bila dihitung dengan besaran angka, maka perolehan dari pengenaan charges tersebut dapat mencapai jumlah yang sangat besar. Sebagai contoh, 2 BUMN besar di Indonesia yang awalnya mengelola usaha bandar udara sekaligus bersamaan sisi darat dengan sisi udara memiliki revenue dari charges sisi udara sebesar lebih dari 60% dari total penerimaannya.
Besar kecilnya pengenaan charges didasarkan atas kepadatan penerbangan atau banyak sedikitnya pesawat yang dilayani, jenis pesawat, lamanya waktu melakukan hubungan komunikasi, jenis alat navigasi yang dipergunakan serta berbagai macam bentuk pelayanan lainnya yang terkait dengan efisiensi. Jadi bertambah padat, bertambah besar jenis pesawatnya dan lebih lama melakukan hubungan radio (komunikasinya) serta lebih modern jenis alat navigasinya maka maskapai atau operator pemilik pesawat itu akan membayar lebih mahal lagi dengan pembayaran dalam mata uang internasional (seperti US. $). ICAO dan IATA turut berperan serta dalam mengawasi badan ini, baik melalui audit kualitas standar dan regulasinya maupun terhadap kewajaran besaran charges yang akan diberlakukan oleh masing-masing badan ini.
NAV CANADA menerima pengalihan tanggungjawab dan kewenangan penuh dari pemerintah Kanada (Transport Canada) untuk mengemban tugas, mengelola, mengendalikan dan mengawasi seluruh penerbangan di ruang udara Kanada yang begitu luas agar operasi penerbangan selamat, efisien dan memenuhi azas keteraturan. NAV CANADA membayar kepada pemerintah Kanada dalam hal ini Transport Canada sebesar 1,5 miliar Can$, untuk "membeli hak" pengalihan kewenangan dan tanggungjawab ini. Kewenangan tersebut termasuk pendelegasian di ruang udara perpanjangan yang berada di luar teritori kedaulatan negara Kanada yang meliputi ruang udara internasional di atas Samudera Pasifik, Arktik (Kutub Utara) dan Samudera Atlantik yang total luasnya mencapai 18 juta KM2. Inilah peta ruang udara Kanada yang terdiri dari 7 FIRs yang dimilikinya. Khusus untuk Gander sendiri, FIR nya terbagi antar FIR Domestik dan Oceanic, sehingga dalam map terlihat seperti ada 8 FIRs.



Singkatan apakah TCAS? TCAS adalah Traffic Collision Avoidance System yaitu singkatan sebuah alat pemantauan (surveillance) yang dipergunakan oleh FAA (otoritas penerbangan Amerika) dan EASA (The European Aviation Safety Agency) serta beberapa negara lainnya untuk sistem pencegahan tubrukan di udara. Secara sederhana TCAS dapat diartikan sebagai sistem peringatan dini dalam bentuk traffic advisory & resolution advisory sebagai pencegah terjadinya tabrakan antar pesawat di udara. ACAS (Airborne Collision Avoidance System) adalah istilah yang dipergunakan oleh ICAO untuk sistem yang sama. Kedua nama itu memiliki banyak persamaan dalam fungsi dan penggunaannya. Saat ini, TCAS II merupakan generasi yang terbanyak dipergunakan di dunia dengan berbagai versi terbarunya. Kami mempergunakan istilah TCAS karena lebih dikenal oleh para aviator. Memang pada prakteknya standar dari otoritas Eropa dan Amerika tersebut paling banyak dipergunakan di dunia sebagai acuan standar keselamatan berikutnya setelah SARPs ICAO. Guna menghindari tubrukan di udara yang sudah hampir tidak terhindarkan lagi akibat posisi pesawat berdasarkan instruksi ATC yang sudah berada di bawah batas minimum keselamatan (loss of separation minima), maka pesawat harus menuruti suara instruksi mesin penyelamat ini. Bila kejadian hampir tubrukan terjadi di jalur jelajah, pilot masih memiliki waktu tersisa yang sangat singkat untuk melakukan penyelamatan, yaitu hanya dalam waktu hitungan detik (±20-25 detik), pada saat kecepatan pesawat melaju sangat cepat (cruising speed .8 M = .8 Mach = subsonic). Pesawat harus melakukan manuver penghindaran sesuai resolution advisory yang "diucapkan" oleh alat ini. Instruksi yang "diucapkan"
alat ini akan diterima berlawanan antar satu pesawat dengan pesawat yang satunya lagi. Bila pesawat A "diinstruksikan" climb, climb, climb maka pesawat B yang berpotensi saling tubrukan, akan diinstruksikan sebaliknya yaitu descent, descent, descent. Alat ini sangat diyakini oleh para pilot sebagai alat yang paling modern dan dipercaya dalam menghindari berbagai bentuk kecelakaan tubrukan di udara ketika sedang dilayani oleh petugas Air Traffic Services,(lihat gambar inzet perangkat TCAS II/ACAS II produk yang paling sederhana). Sistem TCAS bekerja berdasarkan SSR (secondary surveillance radar), dan independen dengan sistem instalasi navigasi di darat. Pemasangan sistem TCAS di pesawat merupakan kewajiban berdasarkan ketentuan standar keselamatan ICAO. Pemasangan alat TCAS II di hampir semua negara di dunia bersifat mandatory dengan pembatasan kepada pesawat sipil komersial dengan berdasarkan MTOW (Maximum Take-Off Weight) tertentu dan jumlah kapasitas penumpang terangkut. Sedangkan ATS yang termasuk dalam layanan navigasi penerbangan adalah sebuah bentuk pelayanan lalu lintas udara untuk keselamatan penerbangan yang diatur berdasarkan standar dan tindakan yang disarankan (SARPs) oleh ICAO. Dalam "visi & misi" organisasi penerbangan sipil internasional sejak mulai digagas pembentukannya pada 1944, selepas penandatanganan Konvensi Chicago (1944), disebutkan bahwa organisasi penerbangan sipil dunia ini, sejak awal didirikan hingga saat ini (73 tahun kemudian), senantiasa tetap mengemban tugas utamanya yaitu meningkatkan keselamatan dan pembangunan penerbangan sipil dunia. Tugas tersebut dilaksanakan dengan menetapkan berbagai standar dan regulasi keselamatan, keamanan, efisiensi, keteraturan termasuk perlindungan terhadap polusi udara. Salah satu standar dan regulasi untuk terciptanya keselamatan, efisiensi dan keteraturan tersebut oleh ICAO ditetapkan bahwa setiap negara anggota harus memberikan pelayanan navigasi penerbangan. Salah satu bentuk pelayanan navigasi penerbangan yaitu pelayanan lalu lintas udara atau populer disebut Air Traffic Service (ATS). Tugas paling utama dari pelayanan ATS adalah mengendalikan dan memberikan informasi penting bagi pesawat agar tidak terjadi tabrakan, baik ketika sedang bergerak di darat maupun pada saat di udara. Ada beberapa tugas lain dalam lingkup pelayanan ATS. Itulah tugas yang harus dilaksanakan oleh otoritas penerbangan dari 191 contracting states (negara anggota) untuk dipatuhi pelaksanaannya demi kemaslahatan masyarakat sipil yaitu keselamatan yang seutuhnya. Setiap negara anggota yang memiliki ruang udara akan menjadi tanggungjawabnya. Ruang udara di atas sebuah negara dikenal dengan sebutan Flight Information Region yang harus dilayani keselamatan lalu lintas penerbangannya oleh negara itu sendiri atau pihak lain berdasarkan ketentuan persetujuan regional dalam pendelegasian kewenangan. Bila didasarkan sepenuhnya kepada ketentuan Chicago Convention 1944, tidak semua negara memiliki FIR. Konvensi itu selanjutnya juga menyiratkan bahwa batas FIR sebuah negara tidak berarti batas kedaulatan sebuah negara, dan pelayanan ATS yang diberikan dari sebuah negara yang melewati batas kedaulatannya bukan berarti mengambil hak kedaulatan negara lain yang dilayaninya, namun semata-mata hanya untuk keselamatan penerbangan dunia seutuhnya. Namun bila didasarkan dari aspek lain seperti, hankam atau nasionalisme, atau ketika terjadi konflik antar negara, maka dapat muncul persepsi yang berbeda. Di beberapa paragraf di bawah ini kami sajikan 3 tulisan tentang TCAS yang terdiri dari 2 kecelakaan yang berakibat fatal dan 1 kejadian insiden yang selamat.
Musibah kecelakaan tabrakan 2 pesawat jet di ketinggian 36.000 kaki di atas kota Überlingen yang terletak di negara Jerman bagian selatan yang dialami oleh pesawat dari maskapai Rusia dengan pesawat kargo DHL dari Bahrain, diharapkan dapat memperjelas tentang tanggungjawab pelayanan lalu lintas penerbangan (ATS). Kecelakaan ini terjadi di ruang udara yang menjadi tanggung jawab negara di luar batas kedaulatannya. Mid-air collision yang dialami oleh pesawat maskapai dari Rusia, Bashkirian Airlines nomor penerbangan V9-2937/BTC-2937, berjenis Tupolev Tu-154 dengan pesawat jet kargo DHL dari Bahrain dengan nomor penerbangan DHL 611 berjenis Boeing 757-23APF (freighter), terjadi pada 1 Juli 2002 pukul 23:35 waktu setempat. Di dalam laporan badan federal penyelidik kecelakaan pesawat Jerman (Bundesstelle für Flugunfalluntersuchung = BFU), disebutkan bahwa faktor utama penyebab kecelakaan adalah kekuranglengkapan fasilitas di ACC Swis (Swiss Area Control Center) ditambah dengan keraguan petugas ACC dalam menanggapi prosedur alat peringatan dini menghindari tabrakan antar pesawat atau TCAS, sehingga memberikan instruksi yang berlawanan. Sekilas kami sajikan secara rinci kejadian itu sebagaimana dalam paragraf di bawah ini.
Kecelakaan fatal di ruang udara Jerman ini terjadi karena disebabkan adanya perbedaan atau konflik antara instruksi TCAS untuk pesawat Tupolev Tu-154 dengan yang diberikan oleh petugas ACC Swis yang sedang bertugas pada saat itu. TCAS di kedua pesawat telah memberikan peringatan dini masing-masing kepada pesawat DHL Cargo B757-23APF agar descent, descent, descent dan kepada Tupolev Tu-154 agar climb, climb, climb, namun intervensi petugas ACC Swiss menginstruksikan bentuk perintah yang berbeda untuk Tupolev Tu-154 yaitu agar descent juga, dan dilaksanakan oleh pilot Tu-154. Seharusnya pada saat kedua pesawat sudah memasuki situasi kritis di mana keduanya sudah mengalami loss of longitudinal separation minima, maka kedua pilot, itu sesuai standar internasional yang berlaku, harus melakukan perintah dari TCAS yang isinya saling berlawanan. Kecelakaan fatal yang lebih dikenal dengan sebutan Überlingen Disaster ini menggambarkan kejadian yang "complicated" yaitu, konflik antara standar internasional ICAO tentang prosedur TCAS dan instruksi petugas pengendali lalu lintas udara ACC Swis (Swiss Area Control Center) di ruang udara Jerman, yang dialami oleh 2 maskapai dari 2 negara. Sebagian besar korban meninggal adalah kelompok anak-anak berprestasi Rusia yang akan melakukan perjalanan udara untuk berlibur ke Barcelona, Spanyol yang didampingi orang tua dan keluarganya. Pelayanan navigasi penerbangan untuk kedua penerbangan yang pada saat kejadian ini, berada di wilayah kedaulatan negara Jerman namun merupakan tanggungjawab unit kerja dari Area Control Center Swis yang dikelola oleh badan swasta pengelola navigasi udara bernama Skyguide dari negara Swiss. Sedang kedua pesawat yang mengalami mid-air collision tersebut masing-masing beregistrasi Rusia dan Bahrain. Hanya untuk sekedar berandai-andai, mungkin bila kedua pesawat mengikuti "perintah" mesin TCAS secara utuh, kecelakaan fatal tersebut bisa terhindar. Jumlah awak kokpit penerbangan Tu-154 pada saat kejadian itu adalah 3 orang pilot, yang komposisinya terdiri dari 1 orang sebagai kapten pilot duduk di kursi sebelah kiri (captain seat), 1 instruktur pilot, duduk di kursi sebelah kanan (first officer seat) dan 1 co-pilot yang duduk di kursi di tengah belakang captain seat dan first officer seat, yang biasa dipergunakan untuk observer. Sesuai ketentuan otoritas keselamatan penerbangan Rusia, untuk penerbangan dengan tujuan ke Barcelona, kedua awak kokpit harus didampingi oleh seorang instruktur pilot, bila kapten pilot baru 2 kali menerbangi tujuan ini. Barcelona dikenal sebagai bandar udara yang dikelilingi oleh permukaan daratan yang bersifat berpegunungan (mountainous). Kecelakaan fatal itu menjadikan catatan kecelakaan bertabrakan di udara yang paling buruk di ruang udara Eropa sejak Zagreb mid-air collision yang terjadi pada 1976.
Dikutip dari Wikipedia English Version, pasca kejadian yang sangat menyedihkan itu orang tua yang bernama Vitaly Kaloyev seorang arsitek Rusia, yang kehilangan isteri dan 2 anak-anaknya telah menyewa seorang detektif untuk mencari alamat petugas ACC Swis tersebut. Satu tahun setengah setelah kecelakaan fatal itu berlalu, dia mendatangi petugas ACC itu di Swis dan membunuhnya. 5 tahun setelah musibah ini, maskapai Bashkirian Airlines mengakhiri seluruh operasinya.
Untuk memperjelas apa yang dimaksud dengan TCAS dan bagaimana cara kerjanya, ketika ada 2 pesawat yang berpotensi saling bertabrakan ketika mendekat dan saling berhadapan (approaching head-on) dengan jarak ke depan (longitudinal separation)) dan vertikal (di atas dan di bawah pesawat) disajikan gambar berikut.
Dengan kata lain instruksi dari ATC agar diabaikan (sementara) oleh pilot sampai posisi kedua pesawat sudah terhindar dari tubrukan. Dalam box terlihat beberapa arti dari instruksi TCAS tersebut. Pasca kejadian bertabrakan di udara antara pesawat Bashkirian Airlines 2937 dengan DHL 611 tersebut, ICAO telah memperbaiki standar dan prosedur dalam pemberian instruksi ATC dengan menerbitkan amandemen yang diberlakukan pada Nopember 2003. Salah satu ketentuan yang dikeluarkan oleh ICAO adalah menegaskan kembali pengabaian instruksi oleh ATC pada saat "instruksi" alat peringatan dini TCAS telah berbunyi, sebagaimana yang disebutkan tadi. Sejak ditetapkannya pemasangan alat TCAS sebagai ketentuan yang bersifat mandatory oleh FAA (Amerika) dan EASA (Eropa) serta beberapa otoritas di dunia, kecelakaan bertabrakan di udara turun secara drastis, bahkan mid-air collision menjadi jenis kecelakaan yang jarang terjadi di dunia. TCAS generasi terakhir sebenarnya sudah masuk ke generasi IV (sejak 1990) dengan mempergunakan transponder Mode-S, namun kemajuan teknologi avionik alat data link ADS-B menjadikan pengembangan TCAS generasi IV ini dibatalkan, seiring diperkenalkannya penggunaan Automatic Dependent Surveillance-Broadcast.
Untuk kasus kedua dalam artikel ini kami tampilkan tabrakan di udara yang paling buruk di dunia, yang memakan korban paling banyak. Kecelakaan fatal ini terjadi di ruang udara Charkhi Dadri, India pada 12 Nopember 1996. Kecelakaan bertabrakan di ruang udara India itu dialami pesawat dari maskapai Saudi Arabian Airlines nomor penerbangan SVA-763 (Delhi ke Dhahran Saudi Arabia) jenis B747-100B dengan pesawat Kazakhstan Airlines nomor penerbangan 1907 (IATA K4-1907/ICAO KZA-1907) jenis Il-96, dari Chimkent, Kazakhstan ke Delhi. Kecelakaan tersebut memakan korban jiwa 349 orang dari kedua pesawat. Dalam tayangan Air Crash Investigation, dinyatakan oleh ketua tim penyelidik kecelakaan dari otoritas India, bahwa penyebab kecelakan fatal di udara itu salah satunya adalah kesalahan dari awak pesawat Kazakhstan Airlines nomor penerbangan 1907. Komposisi awak kokpit K4-1907
terdiri dari pilot, co-pilot ditambah dengan 1 orang flight radio operator. Diperlukannya petugas flight radio operator dalam penerbangan tersebut karena desain kokpit jenis pesawat ini yaitu Ilyushin Il-96 yang awalnya merupakan versi militer yang kemudian dimodifikasi menjadi pesawat komersial sipil. Berikut ini, sekilas kami jelaskan kejadian kecelakaan fatal di udara itu. Kecelakaan ini terjadi karena berkaitan dengan perintah petugas APP (approach controller) India kepada K4-1907 yang tidak dipatuhi sepenuhnya. Pada saat itu, K4-1907 diinstruksikan untuk turun ke ketinggian 15.000 kaki dan maintain, namun K4-1907 terus bergerak turun hingga di bawah ketinggian yang ditetapkan (15.000 kaki), dan terus turun hingga kebawah 14.000 kaki, di mana di ketinggian tersebut merupakan jalur penerbangan Saudia Airlines nomor penerbangan 763. Sebenarnya SVA-763 telah meminta ketinggian yang lebih atas lagi, namun oleh petugas APP supaya dipertahankan lebih dahulu di ketinggian 14.000 kaki (maintain 14.000 feet) untuk sementara, agar berada di separasi vertikal yang selamat (1.000 kaki) dengan K4-1907, dan dipatuhi oleh SVA-763 dengan maintain di 14.000 kaki. Kedua pesawat bertubrukan di udara pada ketinggian 14.000 kaki dengan menimbulkan bunyi ledakan sangat keras dan bola api besar terlihat di udara malam hari menjelang pukul 19.00 waktu setempat (inzet). Pasca kecelakaan fatal tersebut, Kazakhstan Airlines menghentikan seluruh operasinya dengan alasan bankrupt dan diganti dengan nama Air Kazakhstan yang beroperasi dari 1996 sampai tahun 2004. Besar kemungkinannya, pada kasus kecelakaan fatal di udara ini, kedua pesawat tidak memfungsikan peralatan TCAS nya, atau belum dilengkapi di masing-masing pesawat tersebut. Dalam hal demikian keselamatan kedua pesawat tersebut hanya berdasarkan instruksi pemanduan petugas ACC dan APP saja. Pada masa itu peralatan radar di ACC Delhi, masih terbatas mempergunakan PSR (primary surveillance radar) yang tidak dilengkapi dengan tayangan data nama panggilan, jenis pesawat, ketinggian, separasi longitudinal dan arah pesawat. Pasca kecelakaan fatal tersebut, sejak 31 Desember 1998, Otoritas Penerbangan Sipil India memberlakukan keharusan pemasangan TCAS generasi II untuk semua pesawat komersial yang beroperasi di wilayah ruang udara India, dengan pembatasan bagi pesawat udara sipil komersial dengan jumlah kapasitas terangkut >30 penumpang atau kapasitas maksimum payload 3 ton ke atas. Selain itu peralatan navigasi radar APP yang sebelumnya hanya PSR kemudian diganti dengan perangkat radar modern SSR (secondary surveillance radar), sehingga petugas APP (approach controller) dapat melihat target posisi semua pesawat yang berada di sektor tanggungjawabnya, beserta kelengkapannya seperti ketinggian, kecepatan dan arahnya secara presisi.
Dasar terbentuknya keselamatan adalah kepatuhan dalam melaksanakan semua standar oleh semua pelaku keselamatan seperti pilot pesawat, petugas dan perangkat keselamatan secara utuh, bukan parsial. Bila salah satu pihak seperti yang disebutkan di atas gagal menjalankannya, maka peluang terjadinya keselamatan akan terbuka. Kecelakaan tabrakan antar 2 pesawat udara dalam posisi saling berlawanan arah atau dalam dunia penerbangan dikenal dengan sebutan approaching head-on, saat ini sudah sangat berkurang, atau boleh dikatakan zero mid-air collision. Namun kejadian hampir tubrukan di udara masih menjadi insiden serius
yang sering terjadi di beberapa negara hingga sekarang. Pengaturan separasi vertikal dan lateral minima yang selamat dilakukan oleh petugas berkualifikasi ATC dari sebuah badan pengelola Air Navigation Service Provider (ANSP) yang profesional sesuai dengan ketentuan keselamatan berdasarkan SARPs ICAO. Bentuk pelayanan tersebut sangat menentukan tingkat atau kualitas pelayanan Air Traffic Service (ATS) dari sebuah negara. Berikut ini adalah kasus ketiga yang hanya menjadi sebuah insiden hampir terjadi tubrukan di udara berkat TCAS II. Dalam inzet terlihat rekaman hampir tabrakan di udara terjadi di ruang udara yang dikendalikan oleh otoritas penerbangan sipil India. Ketika itu pada tanggal 28 Januari 2018, sebuah pesawat dari maskapai Emirates (EK-353) yang sedang menjelajah dengan kecepatan mendekati 1.000km/jam (subsonic) di atas ruang udara India dalam penerbangannya dari Singapore ke Dubai mengalami hampir tabrakan di udara karena loss of separations minima dengan pesawat dari maskapai Indigo (6E-334) dengan rute Hyderabad - Raipur (India) yang sedang melakukan penurunan ketinggian. Separasi vertikal 700 kaki dan separasi lateral 1nm antar kedua pesawat pada saat itu sudah termasuk sangat berbahaya. Diharapkan gambar tersebut dapat memperjelas sekilas kejadian yang dimasukkan sebagai kategori insiden serius oleh otoritas penerbangan sipil India. Pada kejadian tersebut disebutkan oleh sumber berita kami, adanya pemberian instruksi yang salah disampaikan oleh petugas ANSP sehingga menjadikan hampir terjadi mid-air collision tersebut. Berkat adanya TCAS, kedua pesawat tersebut saling terhindar dari kecelakaan fatal tersebut dan keduanya akhirnya dapat mendarat dengan selamat di bandar udara tujuannya masing-masing.
Memang Anda tidak mungkin untuk mengetahui secara langsung apakah pesawat yang ditumpangi sudah dilengkapi dengan alat penyelamat ini atau belum, namun, percayakanlah bahwa, pesawat dari maskapai yang memiliki catatan rekor keselamatan yang baik yang diakui oleh masyarakat dunia, dipastikan telah dilengkapi TCAS generasi lanjut. TCAS termasuk salah satu perangkat surveillance yang wajib terpasang di pesawat, dan tentunya serviceable, sesuai dengan MEL (Minimum Equipment List) dari masing-masing pesawat. Untuk bangsaku, bangsa yang cerdas adalah yang memiliki kepedulian terhadap keselamatan. Selamat terbang yang selamat dengan maskapai yang baik atau terbaik keselamatannya, bukan yang lain. Banyak tips kami dalam artikel di website ini bagaimana mendapatkan maskapai yang baik keselamatannya.Sumber: AVH News, ASN, Wikipedia English Version dan Air Crash Investigation NatGeo.
Ketika seorang penumpang pesawat dari sebuah maskapai domestik di negeri kita, "menulis laporan pengalaman" dalam akun facebooknya (pada bulan Mei 2017), tentang kejadian yang dianggapnya sebagai sebuah pelanggaran terhadap standar keselamatan, yaitu ketika dia melihat dalam penerbangannya, pilot mengizinkan penumpang yang terdiri dari seorang ibu beserta seorang anaknya masuk kedalam kokpit pada saat penerbangan. Tindakan penumpang yang menulis "laporan" itu adalah tindakan yang dapat dimasukkan kedalam bentuk budaya pelaporan dari "safety culture" dan patut untuk mendapat apresiasi. Sedangkan, diizinkannya orang yang bukan petugas, inspektur atau pengawas keselamatan masuk kedalam kokpit pesawat oleh pilot, adalah sebuah pelanggaran terhadap ketentuan "Sterile Cockpit". Kejadian ini membuktikan bahwa penerapan dan pengawasan SMS (safety management system) belum dilaksanakan dengan baik di maskapai ini.
Prosedur Sterile Cockpit, intinya adalah berisi pelarangan terhadap awak kokpit apabila melakukan berbagai macam tindakan dan perilaku yang bukan untuk keselamatan penerbangan pada setiap fase terbang, terutama ketika sedang berada di fase kritis. Ucapan dan sikap pada fase kritis tersebut hanya diperkenankan untuk hal-hal teknis operasional yang terkait dengan proses pendekatan, pendaratan dan lepas landas yang sudah ditetapkan sesuai prosedur standar operasi. Dalam hal ini kapten pilot sebagai otoritas yang bertanggungjawab terhadap pelaksanaannya. Tidak ada satu perintahpun dari kapten pilot yang mengarah kepada hal-hal atau tugas-tugas yang tidak terkait dengan proses pendaratan atau lepas landas (non-essential duties). Tindakan seperti makan, bercanda, bernyanyi, membaca publikasi yang tidak terkait dengan tugasnya dan sejenis lainnya, dilarang untuk dilakukan. Aturan ini berlaku ketika pesawat sedang dalam posisi: taxi, take-off, landing dan bentuk operasional lainnya ketika pesawat masih berada di bawah ketinggian 10.000kaki. Sebuah maskapai dari Australia yang termasuk terbaik keselamatannya di dunia, telah membuat poster fase steril flight deck. Inilah gambar tersebut:

Malapetaka di Bandar Udara Linate
Editorial Note: Pengunjung kami yang setia, perkenankan kami menyampaikan catatan kecil terkait dengan artikel di bawah ini sebelum Anda membaca isi selengkapnya. Tragedi yang sangat menyedihkan yang terjadi beberapa tahun silam ini dialami oleh maskapai yang paling teguh menjalankan standar keselamatan yang menjadikannya sebagai maskapai terbaik dunia hingga saat ini (2023). Walaupun sudah terjadi di waktu silam, namun kami meyakini isi artikel ini masih bermanfaat untuk diketahui sebagai bahan pencerahan, mengingat kecelakaan runway, yang oleh ICAO disebut sebagai runway-related accident ini, masih terjadi. Keterbatasan manusia sebagai pelaku yang terkait dengan kejadian ini, masih berpeluang besar terjadi dan bahkan menjadikan jenis kecelakaan ini bisa terjadi di beberapa bandar udara di dunia termasuk di Indonesia. ICAO masih menempatkan jenis kecelakaan di runway (runway accident terdiri dari runway excursion dan runway incursion) sebagai 3 besar jenis kecelakaan di penerbangan sipil setelah Loss of Control In-flight (LoC-I) dan CFIT (Controlled Flight into Terrain). Urutan ke-1 sampai ke-3 dari 3 besar jenis kecelakaan tersebut ditetapkan berbeda urutannya oleh ICAO, FAA, IATA dan EASA. Kecelakaan CFIT terjadi ketika pilot kehilangan orientasi ("disorientation") dan selanjutnya menabrak permukaan bumi yang tinggi seperti gunung atau lereng pegunungan. Selain itu, bentuk penyajiannya yang dikemas secara lebih terbuka dan profesional kami anggap merupakan hal yang perlu untuk diketahui oleh masyarakat luas. Terimakasih atas kesediaan Anda untuk membacanya....
Malapetaka bandar udara Linate adalah murni kesalahan manusia (human errors) yang didominasi karena adanya pelanggaran standar keselamatan ICAO. Tragedi ini adalah kejadian tubrukan di landas-pacu bandar udara Linate, Milan Italia antara pesawat komersial dari maskapai SAS (Scandinavian Air System) jenis MD-87 dengan sebuah pesawat bizjet (bisnis jet) jenis Cessna CitationJet 2 (CJ2) beregistrasi Jerman. Kejadian kecelakaan ini diakui oleh pihak otoritas Italia sebagai kecelakaan runway terburuk sepanjang sejarah penerbangan yang pernah terjadi di Italia. Linate adalah bandar udara internasional terpadat kedua di Milan - Italia setelah Malpensa International Airport.
Pesawat jenis MD-87 yang lebih dikenal sebagai DC-9 atau McDonell Douglas DC-9 versi 87 dari maskapai yang hingga saat ini diakui dunia masuk kelompok terbaik keselamatannya yaitu Scandinavian Airlines System (SAS). Pada saat kejadian, pesawat maskapai ini sedang dalam posisi melaju (rolling) akan lepas landas dari landas pacu 36R bandar udara Milano Linate Italia. Di sisi lain pesawat jet private /bizjet jenis Cessna Citation CJ2 registrasi Jerman D-IEVX juga secara bersamaan waktunya, sedang memasuki landas pacu yang sama. Pesawat jet pribadi ini merupakan pesawat yang masih sangat baru, berumur 1 bulan sejak waktu penyerahan dari pabriknya di Wichita, Kansas Amerika. Musibah ini menjadikan kecelakaan terburuk yang tidak dapat dielakkan oleh maskapai ini, yang telah berhasil mempertahankan prestasi keselamatan terbaiknya sejak mulai beroperasi tahun 1946. Maskapai SAS merupakan flag carrier dari 3 negara Nordic yaitu Swedia, Norwegia dan Denmark. Rekor keselamatannya memang luar biasa, tercatat hanya 3 kecelakaan fatal yang dialaminya selama beroperasi 60 tahun, dan kecelakaan ini merupakan yang paling buruk yang terjadi di luar negaranya.
Sinopsis kejadiannya adalah sebagai berikut:
Malapeteka ini terjadi pada hari Senin pagi tanggal 8 Oktober 2001. Pesawat jet pribadi jenis Cessna CitationJet 2 beregistrasi D-IEVX baru mendarat di Linate Airport Milano Italia pukul 06:59/L dari Köln Jerman untuk menjemput 2 orang penumpang yang akan melakukan penerbangan dari Milano Linate Airport, Italia ke Paris Le Bourget. Setelah pendaratan, pesawat Cessna yang dipiloti oleh 2 awak kokpit ini segera menuju ke tempat penjemputan yang berada di West Apron di area General Aviation (parkir pesawat pribadi dan non reguler). Beberapa menit kemudian pesawat D-IEVX parkir di West apron tanpa ada masalah.Di area parkir North, pesawat SAS DC-9-87 dengan registrasi Swedia yaitu SE-DMA bernomor penerbangan SK686 sedang bersiap untuk mulai melakukan penerbangan regulernya ke Copenhagen di pagi hari yang diselimuti oleh kabut tebal. Pesawat yang bernama badan "Lage Viking" mengawali operasinya dengan mulai berkomunikasi dengan Linate Ground Control melalui frekuensi radio 121.8MHz untuk meminta izin menghidupkan mesin pesawat. Pada pukul 07:41/L, petugas Ground Control memberikan izin untuk menghidupkan mesin (start engines) dan menginformasikan kepada SK686 bahwa sesuai dengan ketentuan, pesawat ini memiliki slot time yaitu waktu yang diberikan oleh otoritas bandar udara kepada maskapai ini untuk proses keberangkatannya, untuk lepas landas sampai dengan pada pukul 08:16/L. Tigabelas menit kemudian, SK686 mendapatkan izin dari Linate Tower melalui frekuensi radio 118.1MHz untuk bergerak (taxi) menuju posisi holding sebelum memasuki posisi lepas landas (line up position) landas pacu 36R (landas pacu 36 Right = sebelah kanan). Linate tower menyampaikan berita instruksi kepada SK686 sebagai berikut: "Scandinavian 686 taxi to the holding position Cat III, QNH 1013 and please call me back entering the main taxiway." Isi berita dari tower Linate tersebut bermakna: pesawat diberi izin bergerak (taxi) untuk mencapai posisi holding dan berhenti sebelum memasuki landas pacu 36R dan memberitahukan kembali kepada tower bila sedang memasuki taxiway yang dipergunakan. Angka 1013 adalah Quebec November Hotel atau QNH yaitu tekanan barometer pada saat itu yang harus dipergunakan dalam altimeter setting setelah lepas landas. Makna Cat III dimaksud menunjukkan kondisi LVO (low visibility operations kategori III) yaitu jarak pandang yang buruk yaitu kurang dari 200m karena kondisi cuaca yang diselimuti oleh kabut tebal disekitar area bandar udara tersebut. Ketentuan operasi pesawat sesuai ICAO Annex 6 Operation of Aircraft, mengharuskan pilot yang mengendalikan pesawat pada saat keadaan jarak pandang semacam ini, harus memiliki kualifikasi atau kemampuan sesuai dengan kondisi Cat III. Selanjutnya, setelah SK686 mencapai posisi holding (sebelum memasuki runway aktif), harus berhenti terlebih dahulu dan segera memberitahu kembali kepada tower. Di sisi lain di West parking area (apron), beberapa menit kemudian, pilot Cessna D-IEVX, yang saat itu sudah terisi 4 PoB (persons on board), mulai berkomunikasi dengan petugas Ground Control, meminta izin menghidupkan mesin untuk memulai proses penerbangan lanjutan dari Milano Linate Airport ke Le Bourget Paris. Petugas Ground Control memberikan izin untuk menghidupkan mesin pesawat yang segera diikuti dengan instruksi kepada SK686 yang sedang berkomunikasi di frekuensi Ground Control untuk berhubungan dengan petugas tower di frekuensi lain. Sejak saat itu antara pesawat DC-9-87 SK686 dan CitationJet2 D-IEVX tidak lagi berada di frekuensi radio yang sama. Pada pukul 08:05/L D-IEVX menerima berita izin taxi sebagai berikut: "Delta Victor Xray taxi north via Romeo 5, QNH 1013, call me back at the stop bar of the ... main runway extension.". Sesuai prosedur radiotelephony dari ICAO Annex 10 Vol. II Chapter 5, instruksi itu harus diulang (read back) secara utuh dan benar kemudian diakhiri oleh call sign pesawat yang menerima berita instruksi itu. Pilot D-IEVX melakukan read back sebagai tanda terima atau dikenal sebagai acknowledgement of receipt dengan mengatakan: "Roger via Romeo 5 and ... 1013, and call you back before reaching main runway.". Walaupun dalam read back pilot D-IEVX menyebutkan secara benar taxiway yang harus dilalui yaitu via Romeo 5 namun kenyataannya ketika pilot D-IEVX berada di titik persimpangan antara jalur hijau ke kiri menuju Romeo 5 dan jalur merah ke kanan menuju ke Romeo 6 (lihat gambar denah pergerakan pesawat di bawah ini), tanpa disadari jalur yang dipilih oleh pesawat Cessna CitationJet2 ini adalah belokan kekanan (merah bukan jalur hijau yang benar) sehingga pesawat berbelok ke Romeo 6 bukan kekiri Romeo 5. Taxiway Romeo 6 adalah jalur langsung menuju titik S4 memasuki runway 36R yang aktif. Petugas tower masih belum menyadari sampai waktu terakhir dan tetap menganggap pesawat D-IEVX sudah sesuai mengikuti instruksinya untuk melakukan taxi melalui twy (taxiway) Romeo 5 (hijau). D-IEVX terus melaju melalui jalur taxi yang tidak semestinya bahkan memotong S4 sampai memasuki runway aktif 36R. Pada pukul 08:10:12 SK686 melaju dengan kecepatan 140 Kts (140 x 1,852km/jam = 259km/jam) dan bersamaan dengan mulai terangkatnya hidung pesawat, pilot pesawat SK686 melihat samar-samar objek pesawat lain yang sedang bergerak melintas dekat di depannya yang ternyata adalah D-IEVX yang memasuki runway 36R melalui Romeo 6. SK686 dengan kecepatan 146Kts (270,5km/jam) terus melaju dan pilot menambah dorongan throttles (menambah power) menjadikan pesawat mengudara selama 12 detik setinggi 35 kaki (11 meter). Berikut ini gambar ilustrasi kejadian di crash point beberapa saat sebelum akhirnya kedua pesawat bertubrukan.
USOAP: Program Unggulan ICAO
engunjung kami yang setia, pengembangan portal ini melalui tambahan heading baru, sangat dimungkinkan, mengingat terus meningkatnya data pengunjung baru kami, setiap harinya, sehingga mendorong kami untuk membuka jendela pencerahan yang lebih teknis ini. Ruang ini akan kami persiapkan khusus untuk informasi yang berkaitan dengan berbagai topik tentang pilar operasional penerbangan dalam menunjang keselamatan, keteraturan dan kelancaran. Informasi pertama yang akan kami suguhkan kepada pengunjung kami yang setia adalah tentang program unggulan ICAO dalam pemeringkatan pelaksanaan implementasi SARPs guna mencapai keselamatan penerbangan dunia. Program pengauditan tersebut dikenal dengan nama USOAP (Universal Safety Oversight Audit Programme) yang diberlakukan kepada semua otoritas penerbangan sipil di 189 negara anggota (dari 193 negara anggota). Beberapa otoritas penerbangan sipil yang dalam menjalankan misinya merupakan mitra kerja dengan ICAO, seperti FAA Amerika, CAA Inggris dan Airservice Australia, termasuk badan yang diaudit. Kami memasukkan topik tulisan tentang Program ini karena diyakini sangat efektif dan efisien dalam pencapaian target sasarannya yaitu sebagai alat ukur implementasi standar dan rekomendasi dari ketentuan ICAO. Pada kesempatan ini kami sampaikan bahwa ICAO telah beberapa kali melakukan penilaian ulang kepada otoritas penerbangan Indonesia. Hasil audit 2014, 2016 dan 2017. Audit 2017 berarti merupakan hasil terakhir yang berlaku (sampai 2020) adalah sebagaimana yang dapat Anda lihat di SAI di bawah ini. Informasi ini kami sampaikan terkait dengan publikasi dari seorang pengamat transportasi ketika USOAP 2014 dipublikasikan oleh Detiknews beberapa saat yang lalu. Tentang luas udara Indonesia yang disebutkan terluas di dunia pun tidaklah tepat. Menurut data dari Wikipedia English Version, luas ruang udara Australia adalah 11% dunia yang berarti lebih luas dari Indonesia. Ada beberapa negara yang luas ruang udaranya melebihi Indonesia yaitu Rusia, China, Amerika (17% dunia) dan Kanada.
USOAP, secara umum dapat diartikan sebagai sebuah program pengawasan keselamatan dari ICAO terhadap semua negara anggota. Program ini terutama ditujukan kepada kinerja otoritas (baik organisasinya maupun SDM nya) di dalam melakukan pengawasan secara berjenjang dari ketentuan atau standar ICAO sampai ke semua pelaku industri penerbangan yang menjadi obyek pembinaannya. Hasil terkini USOAP bagi otoritas Indonesia, yaitu audit September - Oktober 2017. Belum ada pemutakhiran publikasi dari ICAO untuk hasil audit 2017 tersebut. Menurut beberapa media yang beritanya bersumber dari Otoritas Penerbangan Indonesia, dinyatakan bahwa hasil USOAP 2017 telah menempatkan Indonesia di atas hasil IE USOAP beberapa negara ASEAN seperti Malaysia, Philipine dan Thailand. Hasil tersebut diperoleh berdasarkan nilai USOAP dari 8 area yang diaudit. Nilai rata-rata dunia menjadi sebuah tolok ukur. USOAP dilaksanakan oleh ICAO hanya terhadap otoritas penerbangan sipil beserta seluruh kelengkapannya. Angka tersebut merupakan gambaran nilai efektif atas kinerja yang dilakukan oleh otoritas kita dalam melaksanakan semua standar dan rekomendasi yang dikeluarkan oleh ICAO. Hasil inilah yang kemudian dijadikan dasar oleh Uni Eropa dan FAA serta badan-badan audit dunia lainnya dalam melakukan penilaian atas keselamatan maskapai khususnya dan penerbangan negara kita pada umumnya. Nilai progress validasi belum dipublikasikan oleh ICAO.
Sebenarnya, sebagai pengguna jasa transportasi udara (penumpang pesawat udara), Anda perlu untuk mengetahui dengan jelas apakah keselamatan di Indonesia itu sudah diwujudkan dengan seutuhnya. Untuk mengetahuinya, salah satu alat pengukur itu adalah hasil (result) program audit keselamatan ini, yang memang oleh ICAO di publikasikan secara transparan. Untuk itu Anda dapat mengaksesnya hasil USOAP yang masih valid dari setiap negara di dunia, melalui tautan yang ada di bawah ini. Publikasi itu melampirkan semua hasilnya yang dapat dilihat secara transparan, interaktif dan lengkap bahkan dapat untuk diperbandingkan dengan negara-negara lain yang Anda inginkan. Sajian hasil USOAP tersebut terus dimutakhirkan dan dibuat dalam bentuk grafik balok berwarna yang menarik dan jelas. Untuk keabsahan informasi tersebut kami persilakan Anda mengunjungi website resmi ICAO tersebut secara langsung yang dapat di click melalui SAI ICAO (Safety Audit Information) di paragraf akhir artikel ini. Happy Reading.
agi masyarakat dunia saat ini, masih mengakui, bahwa pesawat udara adalah alat transportasi yang memiliki keunggulan, utamanya dalam hal kecepatan. Pengakuan masyarakat dunia itu seiring dengan pertumbuhan jumlah penumpang terangkut di seluruh dunia pada tahun 2018 (menurut data World Bank dan ICAO), yang mencapai 4,2 miliar orang. Jumlah penumpang sebanyak itu diangkut dalam 37,8 juta pergerakan pesawat = aircraft movements (1 flight cycles = 1 x lepas landas dan 1 x pendaratan). Sedangkan jumlah barang (cargo) terangkut di sepanjang tahun itu adalah 212,8 juta ton-km.
Namun jumlah itu semua tidak berlaku di saat COVID-19 mulai mewabah di dunia. Pada Q2 2020, jumlah itu semua anjlok sebesar 90% akibat pembatasan penerbangan ke sejumlah negara yang melakukan penutupan wilayah (lockdown), sehingga nyaris menyisakan hampir tidak ada penerbangan untuk rute-rute (internasional) tertentu, yang sebelumnya sangat padat. Walaupun demikian, tradisi para pelaku penerbangan dalam melaksanakan standar keselamatan terus akan tetap berjalan untuk mematuhinya, tanpa harus ditentukan oleh tingkat kepadatan.
Pergerakan pesawat komersial atau biasa disebut operasi penerbangan sipil, itu, tentunya memerlukan tingkat keselamatan yang tinggi. Pengawasan terhadap keselamatan bersifat, disiplin, ketat, tanpa kompromi, berstandar internasional dan setiap saat harus dilakukan. Selain itu penerbangan itu sendiri sudah memiliki sifat tanpa batas (borderless) dan seamless (berjalan mulus karena keseragaman aturan). Untuk itu memang dibutuhkan sebuah aturan dunia yang seragam agar keselamatan itu tetap efektif dilakukan dan terjaga di mana pun pesawat udara itu terbang. Badan penerbangan sipil internasional sudah sejak lama melakukannya.
Di penerbangan sipil, salah satu bentuk pengawasan yang paling efektif adalah melalui aspek pemeriksaan (audit) global terhadap CNS-ATM (Communications, Navigation dan Surveillance-Air Traffic Management) yang diwajibkan oleh ICAO dalam memenuhi syarat untuk mencapai tingkat keselamatan dunia.
Alur pengawasan global dimulai dari organisasi sentral penerbangan sipil yakni ICAO. Konvensi Chicago yang ditandatangani pada 7 Desember 1944 mengamanahkan terbentuknya sebuah organisasi yang menangani penerbangan sipil dunia. Walaupun belum semua negara di dunia yang terlibat langsung (pada saat itu ditandatangani oleh 52 negara) atau founding states pada saat pembentukannya, namun gema untuk keselamatan dan keteraturan yang merupakan 2 kata kunci pada saat ICAO akan mulai dibentuk telah menjadikan kekuatan pemersatu dari Negara-negara lain yang kemudian turut untuk menandatangani keputusan Konvensi tersebut. Sampai dengan tahun 2013, Konvensi Chicago telah diratifikasi oleh 193 negara. Visi dan Misi ICAO seperti yang dapat dibaca dalam Tahukah Anda Bahwa, ...., menyebutkan bahwa (sampai saat ini) keselamatan tetap menjadi awal kata kunci yang harus selalu ditingkatkan, diawasi, dijaga dan dipublikasikan (sebagai pencerahan) kepada masyarakat dunia. Dalam perjalanan sejarahnya bentuk keselamatan selalu berdampingan dengan bentuk kecelakaan pesawat terbang. Bicara tentang keselamatan harus dipelajari secara mendalam terlebih dahulu faktor apa saja yang menjadi latarbelakang sebuah kecelakaan. Beberapa data statistik yang kami informasikan melalui portal ini berasal dari berbagai sumber yang sangat akurat, walaupun masih banyak negara atau otoritas penerbangan yang enggan memberikan laporannya kepada umum. Badan investigasi kecelakaan di beberapa negara merupakan badan independen yang dapat membuka tabir penyebab sebuah kecelakaan tanpa dapat diperdebatkan kembali.
Pengawasan global adalah sebuah bentuk aktivitas yang berupa pemeriksaan (auditing) terhadap badan yang berwenang dalam mengawasi operasional penerbangan di sebuah negara. ICAO memulai program audit global yang dikenal dengan program USOAP ini sejak tahun 1999 berpedoman kepada SARPs Annex 1- Personnel Licensing, Annex 6 - Operation of Aircraft and Annex 8 - Airworthiness of Aircraft. Kemudian pada Sidang Umum (General Assembly) ke 36 melalui proposal Resolution nomor 35-6 pada tahun 2005 lingkupnya diperluas. USOAP dengan sistem baru disebut USOAP/Comprehensive System Approach, diperluas kepada Annexes lain (dari 19 Annexes 17 Annexes yang dijadikan referensi) yang terkait dengan keselamatan (kecuali Annex 9 - Facilitation dan Annex 17-Security). Pada sistem yang lebih komprehensif ini Annex yang terkait menjadi : Annex 1 - Personnel Licensing, Annex 6 - Operation of Aircraft, Annex 8 - Airworthiness of Aircraft, Annex 11 - Air Traffic Services, Annex 13 - Aircraft Accident and Incident Investigation and Annex 14 - Aerodromes. Program audit ICAO ini terdiri dari 3 (tiga) fase yaitu Pre-Audit, On-Site, dan Post-Audit. Fase pertama adalah fase pengisian formulir yang disebut State Aviation Action Questionnaire (SAAQ) dan Compliance Checklists (CCs). Fase berikutnya adalah kunjungan oleh tim dari ICAO untuk melakukan audit berdasarkan isian yang telah dilakukan oleh otoritas pada fase pertama dan tindakan apa yang harus dilakukan sebagai langkah perbaikan. Fase ketiga merupakan fase validasi melakukan tindakan koreksi yang dilakukan oleh otoritas.
USOAP pada dasarnya adalah audit pengawasan keselamatan penerbangan untuk mengidentifikasi temuan masalah atau kekurangan dan mendorong penyelesaiannya oleh otoritas penerbangan negara itu sendiri.
Dalam pelaksanaannya ada 8 (delapan) areas yang diaudit dalam USOAP, yaitu:
Nilai ini dapat dijadikan sebagai cermin keberhasilan sebuah negara dalam melaksanakan SARPS yang pada gilirannya adalah juga menggambarkan tingkat keselamatan semua industri yang di bawah pengawasan negara terkait (otoritas penerbangan sipil). Nilai implementasi efektif harus di atas nilai rata-rata dunia yang terus berubah meningkat sejalan dengan peningkatan kinerja otoritas sebuah negara setelah melakukan perbaikan. Nah, tentunya sekarang kita sudah mengerti apa yang dimaksud dengan nilai implementasi efektif, yang diperoleh setiap negara anggota yang diaudit, termasuk Indonesia. Kutipan gambar hasil USOAP dari 5 negara ASEAN di atas diharap akan memperjelas lagi. Silakan dibuka tautan resmi dari ICAO yang dipublikasikan secara interaktif, melalui Safety Audit Information ICAO.
Tabel di bawah ini menyandingkan antara USOAP ICAO dengan IASA FAA yang juga merupakan sebuah penilaian lain yang dilakukan oleh badan audit yang diakui dunia. Kedua penilaian ini memiliki nilai kegagalan yang ditempatkan di bagian kolom paling bawah tabel berikut.
Aturan FAA Tentang PEDs
(Sebelum dan Sesudah Peraturan Baru)
Secara umum ketentuan yang diberlakukan oleh badan penerbangan federal Amerika, FAA tentang penggunaan PED (Portable Electronic Devices) oleh penumpang di kabin pesawat, diawali dalam bentuk aturan pelarangan penggunaannya secara global pada saat pesawat masih sedang berada di di bawah ketinggian 10.000 kaki. Pelarangan ini adalah bukan karena didasarkan atas ketinggian semata, namun lebih dikarenakan, pada ketinggian tersebut, posisi pesawat (pesawat komersial jenis turbojet atau turboprop) masih sedang melakukan proses tinggal landas dan initial climb atau proses pendekatan dan persiapan dalam proses pendaratan. Semua posisi tersebut dikenal sebagai posisi di fase kritis. Pada fase tersebut, ketidaknormalan atau dikenal dengan istilah anomali yang diakibatkan oleh gangguan terhadap sistem navigasi dan komunikasi pesawat dapat menimbulkan kesulitan bagi awak kokpit yang sedang menghadapi beban kerja kritis dalam mengendalikan pesawat secara instrumen (IFR). Sejak 1966, FAA telah mengeluarkan aturan yang didasarkan atas beberapa pertimbangan. Sebelum dikeluarkannya ketentuan yang berbentuk Advisory Circular tersebut, FAA mengawali dengan membentuk tim pembuat aturan yang bekerja dari 1958 sampai 1961. Pertimbangan terpenting yang diberikan oleh tim ini, antaralain menyebutkan bahwa sistem peralatan navigasi (VOR) di pesawat mengalami gangguan yang diakibatkan oleh penyebaran transmisi modulasi frekuensi radio jenis portable. Radio FM portabel adalah satu jenis PED yang sedang populer pada saat itu di Amerika. Jenis pesawat komersial pada waktu itu masih mempergunakan sistem kendali manual atau bukan fly-by-wire. VOR (VHF Omnidirectional Range) adalah sebuah sistem navigasi radio jarak pendek (short-range radio navigation system), yang terpasang di pesawat agar dapat berhubungan dengan stasiun di darat, yang berfungsi untuk dapat menentukan posisinya agar berada tetap di jalurnya untuk menuju kesebuah tujuan. Tujuan tersebut dapat berupa bandar udara, titik patokan (check point) atau titik lapor (reporting point). Terganggunya sistem peralatan ini dapat berisiko pesawat akan terbang tidak pada jalur yang tepat atau bahkan keluar jauh dari jalurnya dan bahkan dapat kehilangan arah. Sebagai kelengkapan bekerjanya fungsi sistem VOR ini dalam arahannya menuju kesebuah bandar udara tujuan, idealnya dikombinasikan dengan sistim peralatan navigasi radio yang lain yang berfungsi sebagai alat pengukur jarak antar posisi pesawat yang sedang terbang pada saat itu ke titik tujuan, yaitu DME (Distance Measuring Equipment). VOR dikembangkan oleh Amerika sejak 1937 dan saat ini merupakan peralatan standar navigasi udara di dunia. VOR dengan teknologi lama dikenal dengan CVOR (Conventional VOR) dan teknologi lebih baru adalah DVOR (Doppler VOR). Sedangkan, DME adalah sebuah sistem alat bantu navigasi radio yang berjarak pendek dan menengah (radio aid for short and medium-distance navigation), merupakan sistim yang dikembangkan oleh Australia. Kedua alat sistem navigasi ini adalah sebagian dari banyak alat di pesawat yang sangat vital dalam menjamin penerbangan yang selamat. Kita bisa membayangkan apa yang akan terjadi apabila kedua sistem tersebut tidak berfungsi dengan baik pada saat pesawat dalam proses pendekatan sedang berada di ketinggian yang rendah. Gambar di bawah ini menunjukkan sebuah pesawat terbang yang berada tepat di atas alat navigasi VOR-DME yang terletak di ujung landasan pada saat proses pendaratan.
U.S. DEPARTMENT OF TRANSPORTATION
FEDERAL AVIATION ADMINISTRATION
......"Under today's FAA regulation, the aircraft operator is still responsible for determining which PEDs may be used and during which phase of flight this utilization may occur. The operators' PED policy determines what types of devices may be used on board their aircraft and during which phase of flight. The responsibility for enforcing an aircraft operator's PED policy typically falls on the cabin crew. On occasion, enforcement of a commercial airline's PED policy results in a conflict between a flight attendant and a passenger. Noncompliance with crew member safety instructions on the use of PEDs has resulted in passengers being removed from an aircraft, and in some cases caused in-flight diversions.".......
Pernyataan FAA sebelum rekomendasi ARC tersebut diatas masih memungkinkan penggunaan yang lebih leluasa hanya bagi jenis PED non-transmisi namun bukan di fase kritis. Kekecualian lainnya adalah jika operator ingin menambah keleluasaan penumpang dalam penggunaan PED, harus dengan kebijakan dan arahan dari FAA dalam bentuk approval dan di fase yang memungkinkan PED jenis tertentu dipergunakan. Ketentuan operator ini tentunya dilaksanakan setelah melakukan serangkaian uji praktek di lapangan dengan jenis alat avionik tertentu yang terpasang di pesawat yang dapat dipertanggungjawabkan sehingga dapat memperoleh analisa yang tepat. Dalam aturan penggunaan PED ini hanya ada satu kekecualiannya yaitu peraturan dari Federal Communications Commission (FCC) yang masih tetap bertahan memberlakukan pelarangan penggunaan perangkat cellular phone didalam pesawat pada saat penerbangan berlangsung. Lebih lanjut dalam aturan FAA tersebut disebutkan kekecualian yang diberikan kepada pengguna beberapa jenis PED seperti: heart pacemaker (alat pacu jantung), electric shaver, portable voice recorder dan hearing aids untuk dapat dipergunakan. FAA sebagai badan federal penerbangan Amerika yang juga dapat mempengaruhi teknis operasional penerbangan diluar Amerika, menampung banyak kepentingan dari berbagai pihak hanya dengan mengutamakan aspek keselamatan. Hal ini terbukti dalam isi Advisory Circular tersebut, FAA juga menampung ketentuan operator untuk memperbolehkan penggunaan jenis PED tertentu berdasarkan pedoman dari pabrik pesawat setelah mempeoleh ijin approval dari FAA. Tentunya isi aturan dari operator sebagaimana disebutkan di atas yang hanya berdasarkan spesifikasi teknis pabrik pesawat, akan terus berubah sejalan dengan kemajuan teknologi avionik yang dipergunakan pada sistem peralatan navigasi komunikasi dan pemantauan (communications, navigation and surveillance= CNS) di pesawat. Sebelum sistem kendali pesawat mempergunakan fly- by- wire, kerentanan alat navigasi dan komunikasi di pesawat sangat besar dari gangguan pancaran emisi frekuensi radio PED. Pesawat yang mempergunakan kendali fly-by-wire, sudah didesain dan disertifikasi untuk dapat mengatasi segala permasalahan gangguan yang ditimbulkan oleh berbagai jenis PED. Di era pesawat dengan sistem kendali fly-by-wire dan tampilan elektronik, FAA mempersyaratkan kriteria yang lain untuk PED yaitu yang disebut sebagai high-intensity radiated fields (HIRF). Namun ternyata dalam operasinya masih mengalami kerentanan dari penyebaran emisi frekuensi radio tertentu dari PED, terutama pada perangkat penerima CNS. Namun permasalahan yang ada saat ini adalah tidak semua sistem pelistrikan dan elektronik pesawat didesain untuk dapat mengatasi gangguan tersebut. Dalam kenyataannya, jenis pesawat komersial dengan teknologi manual atau lama yaitu yang bukan fly-by-wire dan electronic display, masih banyak yang beroperasi, sehingga potensi terjadinya gangguan masih tetap akan ada. Sejarah pelarangan penggunaan PED di pesawat oleh pihak regulator selama ini bukannya tanpa alasan. Sejak lama penggunaan alat ini diyakini oleh pabrik pesawat seperti Boeing dan regulator FAA sebagai salah satu penyebab terganggunya sistem peralatan komunikasi dan navigasi pesawat. Produk awal PED sangat diyakini akan mengeluarkan sinyal elektromagnetik yang dapat mengganggu sistem peralatan avionik pesawat (electromagnetic interference/EMI). Walaupun berdasarkan kondisi tersebut diatas, namun FAA sudah mengeluarkan aturan untuk memperbolehkan penggunaan jenis PED tertentu bila pesawat sudah berada di atas ketinggian 10.000 kaki atau sudah melewati fase lepas landas. PED yang dimaksud adalah jenis alat yang tidak mengirimkan sinyal (non transmitting PED's devices) seperti e-reader (electronic reader). Beberapa kejadian yang dipelajari dan dicermati oleh pabrikan Boeing dimulai sejak tahun 1995 di beberapa jenis pesawat yang diproduksinya. Pada tahun tersebut telah terjadi sebuah insiden di mana, sistem autopilot di pesawat jenis B737 terputus, hanya diakibatkan oleh penggunaan sebuah laptop oleh seorang penumpang. Kemudian Boeing membeli laptop yang dimiliki penumpang tersebut dan melakukan penelitian lebih lanjut. Melalui penelitian pengaruh emisi di laboratorium, ditemukenali bahwa emisi dari laptop tersebut mengirimkan sinyal elektromagnetik yang melebihi standar yang telah dipersyaratkan oleh pabrik pesawat. Pada tahun 1996 dan 1997, Boeing menerima beberapa laporan terjadinya gangguan pada sistim peralatan avionik di pesawat jenis B767 yang diakibatkan oleh PED yang sedang dipergunakan oleh penumpang. Bentuk gangguan tersebut adalah timbulnya gerakan berguling pesawat (rolling) tanpa dikendalikan (uncommanded) oleh awak kokpit, hilangnya tampilan data di layar (displays blanking), tidak bekerjanya komputer flight management system (FMS), dan terputusnya sistem autopilot. Pada tahun 1998, sebuah pesawat jenis B747, mengalami manuver (gerakan) membelok (disebut dengan : shallow bank turn) tanpa kendali awak kokpit yang diakibatkan oleh penggunaan PED oleh penumpang. 1 menit kemudian PED tersebut di matikan dan gerakan pesawat kembali normal (on course). Bentuk kejadian pada ketiga jenis pesawat yang diteliti oleh Boeing telah menjadikan perhatian bagi FAA dan pabrikan untuk selalu mengantisipasi tindakan pencegahan melalui beberapa ketentuan yang diberlakukan. Boeing bertanggungjawab untuk selalu mengirimkan arahan melalui surat edaran kepada otoritas penerbangan di negara dimana operator tersebut mempergunakan pesawat-pesawat buatannya. Penelitian lanjutan dilakukan Boeing terhadap beberapa pesawat jenis B737s (2), B747 (1), B777s (3) dan B767s (2), baik pada saat di darat maupun pada saat terbang. Dengan mempergunakan tenaga listrik (power) yang dapat di hubungkan (plug-in) yang tersedia di setiap kursi penumpang, ternyata sejumlah laptop yang dipergunakan secara serentak (32 sampai 245 unit) tidak mempengaruhi kinerja sistem navigasi pesawat. Penelitan dilakukan baik dalam kanal Airplane Mode On maupun Off. Hasil penelitian tersebut telah mendorong berbagai pihak terkait seperti pabrikan pesawat dan produsen PED untuk terus melakukan penyempurnaan. Pada saat aturan yang saat ini berlaku , diakui oleh FAA bahwa sistem kerja peralatan avionik yang dipergunakan adalah masih dengan sistem yang sangat dasar (basic system). Saat ini pabrikan pesawat telah memfokuskan berbagai penyempurnaan terhadap system avionik terbaru dengan tingkatan sistem lebih lanjut (advanced system) yang tidak rentan terhadap gangguan elektromagnetik yang terkirim dari berbagai jenis PED. Dalam kaitannya dengan gangguan yang ditimbulkan terhadap sistem avionik di pesawat, Boeing telah mengategorikan PED dalam 2 bentuk yaitu pertama, PED Intentionally transmitting (mengirimkan sinyal-sinyal gelombang radio atau gelombang elektromagnetik) seperti Cellular phone, Remote Control, Two-way pagers, Two-way radios, satellite phone dan voice mobile phone . Jenis PED yang masuk bentuk ini untuk menjalankan fungsinya memerlukan pengiriman sinyal keluar. Kedua yaitu, PED Non-intentionally transmitting (tidak mengirimkan sinyal gelombang radio atau elektromagnetik) seperti: Audio players dan recorders, Compact-disc players, Electronic games and toys, Laptop computers, Laser pointers dan Palmtop computers. Jenis PED ini tidak melakukan pengiriman sinyal dalam melakukan fungsinya. Sebuah maskapai dari Amerika menjelaskan dalam kartu keselamatannya larangan dan pembatasan penggunaan berbagai jenis PED sebagaimana gambar di bawah ini.

...... ...."We believe (Thursday's) decision honors both our commitment to safety and consumer's increasing desire to use their electronic devices during all phases of their flights," says Transportation Secretary Anthony Foxx.... .
Safety first and then enjoy your flightSumber : FAA, Boeing, CAAS Singapore, Safety ForumGo Home 🏠 Home

Working Paper IAOPA di ICAO
Home