Skip to main content.
Related sites: Current time in WIB
More related sites: Safety is as simple as ABC-Always Be Careful.
Communications, Navigation and Surveillance: Home | About Us | Disclaimer | Archive | Global Information | CNS Room | Pojok Negeri | Contact Us

Communications, Navigation and Surveillance


Memories sung by Maroon 5


Screw-up: melakukan kesalahan yang fatal


Sapa Redaksi: Makna pernyataan dalam kalimat di atas merupakan sebuah message yang populer di lingkungan penerbang yang berkaitan dengan pelayanan lalu lintas udara (ATS) terutama dalam kualitas kinerja petugas pemandu lalu lintas udara ketika memberikan instruksi atau informasi penting dengan penggunaan prosedur radiotelephony. Sebagaimana pesan keselamatan yang dikutip dari otoritas penerbangan sipil Inggris (Civil Aviation Authority U.K.) di bawah ini yang mengharuskan penerbang dan petugas ATS senantiasa mempergunakan phraseology radiotelephony secara benar, singkat dan dilarang berkomunikasi yang tidak sesuai dengan ketentuan (ICAO) untuk menghindari kesalahpenerimaan berita (instruksi, ijin maupun informasi penting) yang dapat berujung terjadinya sebuah kecelakaan.

ILS CAT I/II/III dari Civil Aviation Bureau, MILT Japan

esawat udara di saat detik-detik terakhir proses pendaratan di runway bandar udara yang dilengkapi dengan fasilitas alat bantu ILS (instrument landing system) diharuskan berpatokan kepada ketinggian Decision Height (DH) dan jarak pandang RVR (runway visual range) yang ditetapkan. Terlihat di infografis di atas, sebuah proses pendekatan ke landasan yang dilengkapi fasilitas sistem alat bantu pendaratan (ILS) dengan kategori I (ILS CAT I), dengan batas vertikal terendah yang ditetapkan adalah 60 meter (= 200 feet) dan jarak pandang horisontal, (RVR) minimum 550 meter. ILS dengan kategori II akan memberikan pilihan yang lebih presisi lagi, dan demikian seterusnya hingga kategori III (CAT IIIA/B/C). Tentunya fasilitas landasan dengan ILS CAT I/II/III harus dibarengi dengan dukungan kelengkapan perangkat yang terpasang di pesawat dan kualifikasi pilotnya. ILS dengan sistem paling presisi (CAT IIIB) yang dioperasikan di dunia masih terbatas. Bandar udara Soekarno-Hatta (CGK) saja masih Categori-I (CAT I). CAB menetapkan pendaratan secara kendali otomatis (automatic control) di landasan dengan fasilitas ILS CAT IIIB, pada saat batas jarak pandang horisontal RVR minimal 50 meter.

Di infografis di atas terlihat, bila pesawat sudah mencapai decision height (DH) yang ditetapkan di landasan dengan fasilitas CAT I/II, namun landasan atau lampu landasan (runway lights) tidak atau belum terlihat, maka, pilot flying (PF) harus segera membatalkan pendekatan tersebut (missed approach) dan mencoba lagi proses pendaratan dari awal dengan langsung mengikuti prosedur pembatalan (missed approach procedure) yang tergambar di peta pendaratan landasan itu (instrument approach chart). DH ditetapkan oleh Radio Altimeter (RA) secara otomatis. Di gambar itu pula, terlihat posisi pesawat ketika berada di landasan bandar udara yang dilengkapi dengan fasilitas ILS CAT IIIB. Dari sumber lain, ditampilkan gambaran dari dalam kabin kokpit terhadap arah pendaratan ketika posisi pesawat sudah aligned with runway (sejajar dengan arah pendaratan di landasan), menuju ke ujung landasan dari kabin pilot, dengan 2 pedoman, yaitu vertikal dan horisontal. Semoga informasi yang disajikan secara gamblang sebagai publikasi dari Civil Aviatian Bureau, MLIT, Jepang ini, dapat mencerahkan kita bersama. Diharapkan pula informasi semacam ini akan menambah pengetahuan kita bersama terhadap proses bagaimana terwujudnya keselamatan penerbangan, serta, akan mendorong perilaku budaya keselamatan, yang pada gilirannya kelak, kita akan bertindak, memilih maskapai yang baik dan terbaik keselamatannya, bukan yang lain. Salam selamat dan salam sehat bangsaku.

Sumber: Civil Aviation Bureau-The Ministry of Land, Infrastructure, Transport and Tourism (MLIT), Japan

Jumbo Jet Menabrak Bukit, Akibat Pilot Salah Memaknai 1 Kata

atu bentuk pelanggaran kecil terhadap standar keselamatan penerbangan, sudah cukup untuk dapat menjadi penyebab utama terjadinya kecelakaan fatal. Kecelakaan fatal itu benar-benar terjadi akibat kesalahan sepele, yaitu salah memaknai arti 1 kata dalam komunikasi radio. Ketidakpatuhan terhadap standar yang merupakan pelanggaran ini, memang, menjadi penyebab utama kecelakaan fatal tersebut. Kecelakaan fatal ini (yaitu kecelakaan yang menimbulkan korban jiwa meninggal) dialami oleh pesawat jumbo milik maskapai kargo Amerika. Kesalahan itu, diawali oleh kesalahan pengulangan berita dari kapten pilot (readback), yang kemudian dibarengi pula oleh petugas tower yang tidak cermat mendengarkan berita pengulangan (hearback). Pelanggaran dengan mempergunakan prosedur non-standard phraseology tersebut, telah menimbulkan kesalahpahaman dalam mengartikan 1 kata. Kesalahan itulah yang mengakibatkan pesawat dan seluruh ke-4 awak pesawat tewas ketika pesawat jenis jumbo jet ini hancur menabrak bukit berketinggian 437 kaki. Pesawat itu adalah dari maskapai kargo Flying Tigers yang melakukan penerbangan dari Changi Airport, Singapura ke Kaitak, Hong Kong dengan transit di Subang, Kuala Lumpur. Kapten pesawat yang pada saat itu bertindak sebagai Pilot Non Flying, telah melakukan keputusan yang sangat bahaya berakibat fatal, di saat pesawat approaching ke ujung landasan 33 bandar udara Sultan Abdul Aziz Shah (Subang), Kuala Lumpur, Malaysia. Pesawat turun ke ketinggian yang tidak diperbolehkan yaitu ketinggian (altitude) di bawah batas minimum yang selamat (MSA = minimum safe altitude) yang sudah ditetapkan oleh otoritas penerbangan awam Malaysia.

Pesawat dari maskapai kargo Amerika, Flying Tigers pada waktu kejadian, sedang menerbangi jalur penerbangan reguler internasional, dari Singapura ke Hong Kong dengan transit di Kuala Lumpur. Maskapai ini beroperasi sejak 1945 dan merupakan maskapai kargo pertama di Amerika pada waktu itu. Saat kecelakaan terjadi, pesawat jumbo jet jenis B747-249F dengan registrasi N807FT bernama “Thomas Haywood” di badannya, adalah pesawat kargo terbesar yang dioperasikan maskapai ini dan masih tergolong baru, yaitu berumur 9 tahun, ketika mengalami kecelakaan. Pesawat ini adalah milik perusahaan kargo FedEx yang dioperasikan oleh Flying Tigers Line. Walaupun tragedi ini sudah terjadi lama dan sudah banyak dipublikasikan oleh media massa, namun seperti biasa, kami menelaahnya dari sisi yang luput dipublikasikan, sehingga isinya masih tetap menjadi berita yang bermakna dan menarik untuk Anda saat ini.

Sebuah pesawat udara (khususnya penerbangan komersial), bila melakukan komunikasi radio dengan petugas stasiun pengendali lalu lintas udara (ATS = Air Traffic Services), di mana pun di seluruh dunia, akan mempergunakan nama panggilan pesawat yang sudah ditetapkan oleh ICAO. Nama panggilan itu disebut sebagai radiotelephony designator yang ditetapkan dan dipublikasikan dalam sebuah Dokumen resmi ICAO. Maskapai Flying Tigers Line yang telah memiliki radiotelephony designator sebagai, “Tiger”, akan menyebut nama panggilannya dengan diikuti nomor penerbangan yang ditetapkan oleh maskapai itu sendiri, (khusus untuk jalur penerbangan Singapura - Kuala Lumpur - Hong Kong adalah 66), sehingga nama panggilan lengkapnya menjadi Tiger 66. Pengucapannya adalah sebagai Tiger Six Six. Sedangkan bagi pesawat yang bersifat bukan komersial, seperti private jet atau sejenisnya, nama atau tanda panggilan yang dipergunakannya adalah registrasi pesawat itu, dan tidak dicantumkan dalam Dokumen tersebut. Dokumen yang dimaksud di atas adalah Document 8585/187, Designators For Aircraft Operating Agencies, Aeronautical Authorities And Services.

Dalam laporan akhir penyelidikan kecelakaan oleh badan penyelidik kecelakaan pesawat, (sekarang adalah Air Accident Investigation Bureau = AAIB), Malaysia disebutkan bahwa faktor penyebab utamanya adalah kesalahan penerimaan berita instruksi penurunan ketinggian (altitude) dalam pelayanan pengendalian lalu lintas udara. Kedua pihak yang melakukan pengiriman berita instruksi dan penerima berita untuk melaksanakan instruksi tersebut adalah petugas tower Bandar udara Subang dan Pilot Flying Tiger 66. Selain faktor utama tersebut, tentunya ada beberapa faktor penyebab penyumbang lainnya (contribution cause factor).

Kesalahan apa yang memicu kecelakaan tersebut di atas, akan menjadi topik utama tulisan ini. Kesalahan atau errors yang terjadi dalam sebuah penerbangan adalah lazim terjadi. Keselamatan tetap akan dapat terwujud pada saat errors teridentifikasi dan terkoreksi lebih awal, baik oleh alat maupun oleh pelaku keselamatan. Captain Pilot pesawat Jumbo jet penerbangan Flying Tigers nomor penerbangan 66, tidak diragukan lagi pengalamannya. Namun dalam kasus ini, pilot salah memaknai instruksi yang diterima dari petugas tower yang tidak terkoreksi sampai melaksanakan instruksi tersebut (dieksekusi). Petugas tower ketika itu menginstruksikannya agar pesawat turun ke ketinggian (altitude) 2.400 kaki. Marilah kita cermati bersama kejadiannya. Deskripsi instruksi yang diperoleh penyelidik dari AAIB Malaysia dari VCR (voice cockpit recorder) memperdengarkan kembali komunikasi radio antara petugas tower dengan pilot pesawat FTL 66, itu adalah sebagai berikut: "Tiger 66, descend two four zero zero (maksudnya 2.400 ft), cleared for NDB approach runway 33.". Arti harfiahnya adalah sebagai berikut: pesawat FTL 66, agar turun ke ketinggian 2.400 kaki, menuju ke arah patokan navigasi, NDB (Non Directional Beacon) KL (Kilo Lima), lakukan pendekatan ke landasan 33, Subang Airport. Kapten pilot Halpin, yang mendengar instruksi "descend two four zero zero" itu kemudian menjawab dengan kata-kata: "Okay, four zero zero", yang berarti mengartikan kata TWO FOUR ZERO ZERO sebagai TO FOUR ZERO ZERO. Kapten Halpin memaknai kata TWO menjadi TO yang terdengar sama. Selanjutnya, pesawat melakukan penurunan BUKAN ke ketinggian TWO FOUR ZERO ZERO (2.400 feet) tapi ke ketinggian FOUR ZERO ZERO (400 feet) yang berarti jauh di bawah batas ketinggian minimum yang dipersyaratkan (below MSA = minimum safe altitude).

Pada dasarnya, dalam setiap percakapan antara pilot dan petugas pengendali stasiun pelayanan lalu lintas udara (ATS), setiap berita yang bersifat instruksi atau penting, harus dipastikan oleh kedua pihak diterima dengan isi yang benar. Tindakan yang harus dilakukan adalah harus meyakini bahwa berita yang berasal dari petugas tower adalah benar, dengan mengucapkan pengulangan isi berita yang diterima oleh sipenerimanya itu. Tindakan itu adalah sebagai bentuk tanda diterimanya berita tersebut secara benar, sebelum mengeksekusi instruksi atau berita penting itu, selanjutnya. Bersamaan dengan pengulangannya itu, sipengirim berita harus mendengarkan dengan cermat, apakah betul diterimanya. Apabila bentuk pengulangannya salah, maka harus segera dikoreksi oleh sipengirim berita. Pengulangan itu disebut Readback sedangkan tindakan mendengarkan kembali secara cermat disebut Hearback, dan bila semuanya benar, selanjutnya akan diakhiri oleh call sign masing-masing (pengirim dan penerima) yang disebut sebagai Acknowledgement of Receipt, sebagai penutup komunikasi tersebut. Ketentuan ini bersifat standard dan bukan rekomendasi dan merupakan regulasi standar internasional. ICAO menjelaskannya dalam berbagai pedoman seperti Annex dan Document. Prosedur itu semua dapat disebut sebagai bentuk pelindung (layer keselamatan) yang akan menjadi pengoreksi sekiranya terjadi kesalahan, agar tidak berlanjut menjadi kesalahan yang berpeluang memicu terjadinya sebuah insiden atau kecelakaan.

Percakapan dalam komunikasi radio itu dilakukan oleh kedua belah pihak disebut oleh AAIB Malaysia sebagai tidak sesuai dengan standar radiotelephony ICAO (non-standard phraseology). Seharusnya pilot tidak me”read back” dengan kata-kata Okay, four zero-zero (ditambah kata four zero-zero, salah) tapi harus lengkap sebagai: descend two four zero zero (2,400 ft), cleared for NDB approach runway 33.", dan di akhiri oleh call sign Tiger 66. Kesalahan fatal berikut yang mengikutinya adalah ketika kesalahan pengulangan dari kapten pilot tersebut yang menyebut 2.400 feet sebagai four zero-zero (400), tidak dikoreksi kembali oleh pengirim berita yaitu petugas tower, sehingga dianggap oleh Captain Halpin dan FO berita instruksi itu benar, yang dilanjutkan segera dengan eksekusi penurunan pesawat ke 400 feet. Seharusnya, petugas tower segera mengucapkan: NEGATIVE, descend to altitude two thousand fower hundred. Namun koreksi dari petugas tower tersebut tidak kunjung datang, sehingga pilot pesawat yang me"readback" berita angka ketinggian dengan TO FOUR ZERO ZERO tersebut, segera menurunkan ketinggiannya ke FOUR ZERO ZERO (400) kaki, menuju NDB KL yang berada di balik bukit. Sebelum mencapai NDB KL pesawat menabrak puncak bukit berketinggian 473 kaki. Secara ringkas, kecelakaan ini dapat juga dikatakan merupakan kesalahan dalam melakukan readback dan hearback. Kecelakaan ini memang disebabkan oleh beberapa faktor kontribusi penyebab kelalaian lainnya antara lain, Pilot Flying (PF) adalah First Officer, tidak menyiapkan Instrument Approach Chart dengan ILS 33 bandar udara Subang. Selain itu peringatan GPWS (ground proximity warning system = perangkat peringatan dini obstacle di permukaan ground) yang sudah memberikan bunyi teriakan peringatan .... WHOOP WHOOP PULL UP.... (maksudnya supaya pilot menarik tuas kendali naik agar "hidung" pesawat segera NAIK) beberapa kali (5x), ) namun diabaikan oleh kedua pilot yang masih disibukkan dengan diskusi tentang frekuensi, runway dan ILS. Tentang penyebab penyumbang lainnya ini tidak kami bahas dalam tulisan ini.

Walapun faktor penyebab kecelakaan Flying Tiger nomor penerbangan 66 ini, di dalam kenyataannya lebih dari satu, namun kesalahpahaman penerimaan instruksi dengan non-standard procedur tersebut dijadikan sebagai faktor penyebab utama. Semenjak kecelakaan fatal yang terjadi pada 19 Februari 1989 tersebut, pembenahan telah dilakukan di bawah koordinasi ICAO beserta beberapa otoritas penerbangan seperti FAA dari Amerika, CAA Inggris dan Eropa, dengan melakukan berbagai amandemen regulasi radiotelephony, guna memperbaiki prosedur penggunaan radiotelephony. Sejatinya, pengucapan angka dalam komunikasi penerbangan diucapkan secara separately (terpisah, satu per satu) kecuali (EXCEPT) pengucapan ketinggian atau altitude (bukan flight level), visibility, tinggi dasar awan (cloud height) dan Runway Visual Range (RVR). ICAO dan CAA Inggris dan beberapa otoritas menstandarkan pengucapan ketinggian (altitude, bukan flight level) harus diawali kata ALTITUDE dilanjutkan angkanya yang diucapkan dalam ribuan dan atau ratusan atau gabungannya. Untuk jelasnya dapat dilihat di dua infografis di atas tentang standar radiotelephony untuk pengiriman berita angka. Sejak 1989, seluruh asset maskapai Flying Tiger diakuisisi oleh FedEx yang melanjutkan operasinya hingga sekarang.

Sumber : Aviation Safety Network, AVH News dan Wikipedia English Version

Pelanggaran Separasi Membuka Tabir Petaka

Sapa Redaksi: Artikel di bawah ini disusun setelah kami terinspirasi tayangan episode serial Air Crash Investigation dari Saluran NatGeo. Kecelakaan fatal ini telah membuka banyak tabir ketertutupan atas tindak ketidakpatuhan dan ketidakdisiplinan yang sebelumnya tidak pernah disangkakan oleh penyelidik kecelakaan Meksiko. Peranan sekolah terbang yang tidak disiplin dan pelanggaran prosedur berlalulintas udara serta wake turbulence yang diakibatkan oleh vortex menjadi inti artikel ini. Bentuk sanksi apa yang dikenakan terkait dengan temuan dari badan penyelidik kecelakaan Meksiko itu? Selamat membaca.....


Kontribusi penyebab terjadinya sebuah kecelakaan fatal, tidak pernah disebabkan oleh faktor tunggal tetapi banyak faktor. Berbagai penyebab kecelakaan fatal di dunia, berkat kecermatan para ahli penyelidik kecelakaan, berhasil diungkap, termasuk faktor yang kemungkinannya tidak pernah disangka sebelumnya. Tidak ada batas waktu untuk sebuah laporan akhir dari sebuah penyelidikan kecelakaan. Bisa memakan waktu 1 tahun, 2 tahun, 5 tahun atau bahkan ada laporan akhir yang dibuat bertahun-tahun tanpa dapat ditemukan sama sekali kepastian faktor penyebabnya (pesawat hilang). Kejadian kecelakaan fatal yang terjadi di Meksiko pada 4 Nopember 2008 yang lalu ini, diselesaikan hanya dalam waktu 1 tahun sejak kejadian dan diharapkan dapat menjadi jendela pencerahan bagi kita semua. Saluran stasiun televisi NatGeo, minggu II Januari 2018 telah menayangkan episode ini dalam serial Air Crash Investigation. Bandar udara internasional Mexico City merupakan bandar udara yang terletak di hunian padat greater kota Meksiko. Bandar udara ini dikelilingi oleh gedung-gedung tinggi dan berjarak hanya 5 km dari pusat kota. Bandar ini memiliki elevasi 2.200 m dari permukaan laut dan termasuk bandar udara yang bercuaca panas. Sesuai dengan ketentuan otoritas penerbangan Meksiko penggunaan bandar udara internasional ini tidak diperuntukkan bagi penerbangan jet pribadi dan charteran (general aviation). Namun, aturan ini tidak berlaku bagi jet pribadi atau charter yang mengangkut penerbangan kenegaraan, VVIP atau VIP Flight.

Pesawat jet charteran XC-VMC jenis Learjet-45 (LJ45) adalah jenis pesawat handal bermesin 2 yang pada saat kejadian sedang membawa penumpang VIP yaitu Menteri Dalam Negeri Meksiko beserta pejabat tinggi lainnya yang berjumlah 6 orang + 3 awak pesawat dan dinyatakan dalam kondisi laik terbang. Pesawat ini terbang dari San Luis Potosi pukul 18:04/L. Seperti biasanya memasuki sirkuit bandar udara kota ini, semua pesawat akan diatur dengan pengendalian, kecepatan, dan separasi baik secara vertikal maupun longitudinal agar tetap memiliki separasi selamat dengan pesawat lainnya. Memasuki layanan pendekatan, awalnya pesawat Learjet-45 ini, melakukan berbagai macam manuver yang sesuai dengan instruksi yang diberikan kepada pilot flying pesawat ini. Berdasarkan urutannya, ketika itu, Learjet-45 berada di belakang pesawat dari maskapai Mexicana nomor penerbangan MXA-1692 jenis B767-300 berukuran large yang juga antri beriringan akan mendarat. Di depan MXA-1692 adalah MXA-845 jenis A-318 (Medium). Jarak kedua pesawat tersebut sudah dikendalikan sehingga sesuai dengan standar keselamatan separasi longitudinal. Standar separasi tersebut, berdasarkan ketentuan ICAO, antara pesawat jet berukuran Heavy yang berada di depan dengan pesawat yang berukuran Light yaitu 8 nautical miles (Nm). Untuk melakukan maintain separation antar pesawat yang sedang diatur beriringan yang akan mendarat, pesawat harus di kendalikan kecepatannya secara presisi (speed control), sehingga jarak mendatar antar pesawat (H) yang berada di depan dengan (L) di belakangnya masih tetap selamat yaitu 8Nm. Kejadian menjadi berubah, ketika MXA-1692 diinstruksikan mengurangi kecepatannnya menjadi 224kts, dengan maksud agar supaya tetap berada di rentang jarak selamat dengan pesawat jenis A318 yang berada di depannya. Pilot MXA-1692 mematuhi dengan segera. Pengurangan itu mengharuskan pesawat di belakangnya untuk mengurangi kecepatannya pula. Namun apa yang terjadi? Pesawat Learjet tidak mengurangi kecepatan, bahkan menambah kecepatannya menjadi 272kts. Kecepatan tersebut mengakibatkan pesawat Learjet-45 mendekat dengan cepat sehingga hanya berjarak 5,7NM dengan MXA-1692. Melihat trajectory pergerakan kedua pesawat tersebut dari layar monitor radar pendekatan tersebut, petugas ATC segera menginstruksikan Learjet-45 mengurangi kecepatan menjadi 180kts. Lihat gambar di bawah ini:

Namun kondisi menjadi semakin kritis, ketika kedua pilot XC-VMC tidak segera mengurangi kecepatan sesuai instruksi tersebut namun berdiskusi terlebih dahulu, sehingga baru dilaksanakan setelah 16 detik kemudian dan menjadikan separasi jarak mendatarnya semakin lebih dekat lagi, hingga hanya 3,8NM. Di separasi longitudinal sebesar itu pengaruh wake vortex turbulence pesawat jet B767-300 cukup untuk memutar-balikan pesawat Learjet-45 tersebut. Petugas ATC pun tidak menyadari kondisi yang berbahaya itu sampai akhirnya pesawat Learjet yang masih berumur 8 tahun itu terputar dengan posisi menukik tanpa dapat dikendalikan, pada saat kecepatannya mencapai 110kts. Pesawat Learjet-45 yang handal tersebut terhempas oleh kekuatan dahsyat semburan wake vortex turbulence B767-300 yang berada di posisi final runway 05R. Ketinggian Learjet-45 dalam keadaan tidak terkendali tersebut sudah sangat rendah yaitu 7.000 kaki dari permukaan tanah, dengan jarak tinggal 12 km dari ujung landasan 05R, sehingga tindakan recovery oleh kedua pilot untuk menaikkan ketinggian pesawat tidak berhasil, dan akhirnya pesawat menabrak gedung dan jatuh menimpa beberapa kendaraan yang sedang berlalu-lalang di bawahnya. Learjet-45 dengan registrasi XC-VMC jatuh pada pukul 18:46:27/L. Total korban dalam kecelakaan ini berjumlah 16 orang yang terdiri dari 6 penumpang yang salah satunya adalah orang dekat kepercayaan presiden Meksiko, 3 awak pesawat dan 7 orang di darat.

Pesawat buatan Bombardier ini merupakan pesawat jet handal yang dapat mengangkut 9 penumpang, berukuran kecil yang biasa dipergunakan untuk melayani penerbangan charter dan pribadi. Pesawat ini dikenal juga dengan sebutan bizjet. XC-VMC adalah jenis Learjet-45 milik Kementerian Dalam Negeri Meksiko. Sesuai dengan ketentuan pengaturan lalu lintas udara, penerbangan pesawat berukuran kecil bila lepas landas atau ketika melakukan pendekatan akan diatur kecepatan, separasi vertikal dan longitudinalnya terhadap pesawat berukuran besar (Large) atau (Heavy) atau (Super) yang berada di depannya. Prosedur demikian disebut speed control, vertical separation atau longitudinal separation minima. Khusus untuk jarak dalam antrian pesawat di depan dengan di belakangnya akan diberlakukan standar separasi longitudinal. Pada dasarnya pesawat yang berukuran kecil atau lebih kecil, harus diposisikan berjarak selamat sesuai standar dengan pesawat yang berukuran lebih besar yang berada di depannya. Separasi paling jauh yang ditentukan dalam standar ICAO adalah 6Nm (11,1km) dan yang terdekat 4Nm (7,4km). Sedangkan standar FAA berbeda, terjauh 8Nm terdekat 4Nm. Pesawat berukuran Heavy dan Super baik ketika sedang dalam proses lepas landas maupun mendarat adalah pembentuk pusaran turbulen dahsyat yang keluar dari kedua ujung sayapnya, yang dapat mengakibatkan pesawat berukuran lebih kecil yang berada di bawahnya atau di belakangnya terpengaruh sehingga dapat tidak terkendali (loss of control in flight).

FAA mengkategorikan jenis pesawat berukuran Large (L) untuk jenis B777, B787, B767, B757, A330, A340 dan A350, dan Heavy (H) untuk B747 dan Super (S) untuk jenis A380. EASA juga tidak jauh berbeda dengan FAA dalam menetapkan separasi longitudinal berdasarkan kategori ukuran pesawat berbeda dengan ICAO. Penentuan L, H dan S didasarkan atas Maximum Take-Off Weight (MTOW). Sedangkan ICAO menetapkan kategori H untuk Heavy, M untuk Medium dan L untuk Light. B747 dan A380 masuk kategori Heavy dalam ketentuan separasi longitudinal wake turbulence versi ICAO. Besar kecilnya pusaran turbulen yang ditinggalkan di belakang dan di bawah pesawat tersebut berbanding lurus dengan besar kecilnya ukuran pesawat. Pusaran udara itu dikenal dengan sebutan wake vortex turbulence. Gelombang tersebut memang dahsyat dan sudah terbukti beberapa kali mencelakakan pesawat jet berukuran lebih kecil.

Untuk mengatasi semua itu, ICAO telah mengatasinya dengan mengeluarkan standar keselamatan separasi.

Selengkapnya tentang wake vortex turbulence, dapat dibaca di Sekilas Tentang Turbulensi.

Pasca kecelakaan fatal tersebut, tim penyelidik dari NTSB yang turut melakukan penyelidikan menemukan beberapa kejanggalan yang dilakukan oleh kedua pilot XC-VMC. Dari rekaman VCR terdengar percakapan kedua pilot yang mengakibatkan keterlambatan 16 detik untuk melakukan pengurangan kecepatan. Kualifikasi pilot yang telah mengantongi lebih dari 8.000 jam dan co-pilot yang memilki lebih 5.000 jam terbang diragukan kemampuannya oleh pihak penyelidik. Penyelidik mempertanyakan kepada pihak otoritas, mengapa pilot yang diragukan kemampuannya itu diizinkan untuk menerbangkan pesawat pemerintah dengan membawa penumpang VIP. Tindakan mereka yang diragukan adalah ketika mereka masih berdiskusi tentang speed control yang diinstruksikan oleh petugas ATC, karena tidak mengetahui apa yang harus dilakukan. Penyelidik segera memeriksa semua arsip berkas lisensi kedua pilot. Ternyata diperoleh kepastian bahwa kapten pilot dan co-pilot tidak mempunyai izin resmi menerbangkan jenis pesawat seri 45 (rating) tersebut. Pada kolom pengesahan lisensi tidak dibubuhi stempel dan tanda tangan petugas resmi dari otoritas. Kemudian pihak penyelidik menghubungi 2 sekolah penerbangan di mana kedua pilot itu melakukan pelatihan terbang, dan diperoleh penjelasan bahwa mereka sebenarnya memang sejak awal tidak memenuhi syarat untuk menjadi penerbang. Dalam laporan akhir yang dikeluarkan oleh SCT (Secretariat of Communications and Transportation of Mexico ), pada kolom kontribusi faktor penyebab disebutkan pula, kegagalan awareness petugas ATC, ketika jarak Learjet-45 yang sudah semakin dekat dengan B767-300 tersebut, namun tanpa diikuti dengan mengeluarkan instruksi berikutnya agar segera menjauh. Terhadap sekolah penerbang yang telah melakukan ketidakjujuran dalam penilaian kedua pilot tersebut, otoritas penerbangan Meksiko memberikan sanksi dengan menutup kedua sekolah terbang tersebut. Tidak disebutkan oleh sumber kami, tindakan lebih lanjut otoritas Meksiko terhadap petugas pengendalian lalu lintas udara. Laporan Akhir SCT tersebut secara resmi menyatakan bahwa kecelakaan fatal itu terjadi diakibatkan oleh kesalahan pilot (pilot errors).

Sebagai penutup kami sampaikan catatan isi kilas balik tahun 2017 di website kami ini yang menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2017 merupakan tahun yang paling selamat untuk penerbangan komersial berjadwal (airlines), namun tidak bagi penerbangan charter, pribadi dan kargo.

Sumber: ASN. AVH News, NatGeo dan Wikipedia English Version.

Hampir Tubrukan Di Udara Karena Go-Around

Sapa Redaksi: Keputusan go-around bisa diartikan berasal dari 2 pihak berbeda, yang pertama adalah sebuah keputusan dari pilot dan yang kedua adalah instruksi yang berasal dari petugas ATC (tower). Go-around, secara singkat dapat dijelaskan sebagai tindakan atau keputusan yang diambil atau diinstruksikan secara mendadak, terkait dengan proses pendekatan yang tidak dilanjutkan menjadi pendaratan, atau dengan kata lain pembatalan pendaratan. Pada saat kapan pilot akan memutuskan pembatalan tersebut (timely decision to make go-around), dapat dilihat dalam gambar di bawah ini, yang diilustrasikan secara lebih jelas.

Kemampuan pilot untuk melaksanakan prosedur go-around di bandar udara tujuan adalah hal biasa yang sudah harus diketahui dan dikuasai terlebih dahulu sebelum melaksanakan tugas terbang menuju ke bandar udara tersebut. Go-around adalah tindakan atau instruksi yang dapat muncul karena berbagai macam faktor. Dalam artikel ini kami menulis tentang go-around yang menjadi tidak biasa karena kemudian menimbulkan hampir tubrukan di udara, akibat loss of separation dengan pesawat lain. Jadi, bila Anda sedang terbang di saat akan mendarat dan kondisi cuaca kurang baik atau dikenal dengan sebutan IMC (Instrument Meteorological Conditions are meteorological conditions expressed in terms of visibility, distance from cloud, andc eiling, less than the minima specified for visual meteorological conditions = VMC), tiba-tiba terdengar mesin pesawat yang sedang Anda tumpangi justru menambah power dan posisi pesawat terasa bukan turun tetapi malahan naik kembali di saat yang seharusnya turun mendarat untuk menyentuh landasan, janganlah panik, boleh jadi itu adalah tindakan pesawat sedang melakukan go-around. Salah satu alasan penting sehingga mengambil keputusan melakukan go around oleh awak kokpit tersebut, (di saat cuaca di bawah normal), adalah bila sampai batas ketinggian paling rendah yang seharusnya permukaan landasan sudah terlihat secara visual sebagaimana yang sudah ditetapkan sesuai standar keselamatan (dalam proses pendaratan dengan ILS disebut decision height = DH), namun landasan belum terlihat (secara visual termasuk lampu pendaratan di waktu malam hari atau ketika low visibility). Hanya di tangan awak kokpit yang memiliki kepatuhan seutuhnya terhadap standar keselamatan dengan kemampuan yang tinggi dan airmanship yang baik, serta di bawah manajemen maskapai yang baik, Insya Allah penerbangan Anda akan selamat. Selamat membaca bangsaku.....


ada proses pendaratan, terutama di bandar udara yang melayani penerbangan internasional, pilot akan mempergunakan pedoman peta pendekatan untuk bandar udara itu, yang disebut IAP (Instrument Approach Procedure) chart. Idealnya semua bandar udara baik domestik maupun internasional memiliki IAP Chart-ICAO. Peta atau chart tersebut, dapat diartikan bahwa bandar udara internasional tersebut melakukan prosedur untuk melakukan pendekatan secara instrumen berdasarkan ketentuan sebagaimana yang tercantum dalam peta tersebut. Pendekatan atau approach adalah fase sebelum pesawat memasuki fase pendaratan. Semua bandar udara terutama yang melayani penerbangan internasional untuk masing-masing runway yang dimilikinya dipastikan akan memiliki peta tersebut. Bila sebuah bandar udara (internasional), memiliki fasilitas 3 landas pacu (runways) dengan dilengkapi alat bantu navigasi sistem pendaratan instrumen (ILS), maka akan ada 3x2 IAP-ICAO. Adapun semua referensi prosedur pendekatan yang diberlakukan bersumber dari standar dan tindakan yang direkomendasikan dari ICAO (SARPs), karena itu disebut sebagai Instrument Approach Chart-ICAO. Dalam sebuah IAP Chart akan dicantumkan berbagai arah, ketinggian dan data Waypoints, VORs atau NDBs beserta frekuensinya yang diperlukan oleh pilot untuk dijadikan sebagai check point dalam melakukan proses pendekatan sebelum pendaratan, yang digambarkan secara lengkap. Semua data yang disajikan baik dalam bentuk gambar maupun angka tersebut adalah untuk dijadikan sebagai petunjuk yang wajib ditaati oleh pilot untuk melakukan penerbangannya secara presisi dalam melakukan berbagai macam manuver ketika sedang dalam proses pendekatan. Di dalam setiap IAP Chart, selain ada prosedur pendekatan juga dilengkapi dengan peta bila terjadi kegagalan dalam pendekatan. Chart ini disebut sebagai Missed Approach, yang biasanya ditempatkan di bagian bawah IAP. Semua pesawat udara yang dalam proses pendekatan kemudian membatalkan pendaratan, harus mengikuti pedoman Missed Approach yang digambarkan secara rinci dan presisi dalam peta IAP. Inilah gambar IAP Chart-ICAO ILS Runway 23R bandar udara Cairo International Airport.

Terkait dengan judul artikel ini, berikut kami sajikan insiden hampir tubrukan yang terjadi di bandar udara internasional Cairo, Egypt pada 4 Januari 2018. Insiden ini dialami oleh pesawat udara dari Turkish Airlines dengan nomor penerbangan TK-690 (ICAO THY-690) dan EgyptAir nomor penerbangan MS-709 (ICAO MSR-709). Pesawat TK-690 yang datang dari Istanbul, Turki bersiap-siap akan mendarat di Cairo International Airport, Egypt, ketika itu sedang berada di posisi final runway 23R (menuju arah 230° Right = kanan). Pada saat yang hampir bersamaan pesawat EgyptAir SU-GEB jenis B737-800 yang akan lepas landas dari Cairo menuju Beirut baru saja diberikan izin lepas landas dari runway 23L (Left). Namun kejadiannya menjadi insiden yang kritis ketika pesawat TK-690 membatalkan pendaratannya dan terbang lagi melakukan go-around dengan melakukan manuver sebagaimana yang ditetapkan dalam prosedur missed approach (lihat gambar chart di atas) , yaitu menuju ke arah heading 186° naik ke altitude 2.500 feet sampai di DME VOR CVO dengan altitude 3.500 feet. Arah missed approach itu adalah menuju ke center line landas pacu 23C dan 23L di mana pesawat Egypt Air baru saja lepas landas. Arah terbang go-around TK-690 ke kiri mendekati ke arah perpanjangan runway 23C dan 23L, di posisi pesawat EgyptAir yang baru saja mengudara dari landas pacu 23L. Kedua pesawat terbang kearah yang saling bertemu (converge). Untuk memperjelas kejadian tersebut dapat dilihat dalam gambar berikut ini.

Kejadian hampir tubrukan di udara tersebut terjadi dengan separasi vertikal antar kedua pesawat adalah 400 feet (posisi pesawat MS-709 berada di atas TK-690) dengan separasi lateral hanya 1,3nm. Menyadari masalah kritis ini, petugas tower, 20 detik sejak go-around, memberikan instruksi agar pesawat TK-690 segera merubah arah atau heading ke arah 300° atau berbelok ke kanan, sedangkan bagi MS-709 diinstruksikan segera ke arah heading 180° atau berbelok ke arah kiri. Setelah kedua pesawat itu masing-masing melakukan instruksi tersebut, kedua pesawat bergerak ke arah yang saling menjauh (diverge), dan terhindar dari conflict. Selepas nyaris tubrukan itu MS-709 terus melanjutkan penerbangan ke Beirut sedangkan TK-690 melakukan proses pendaratan kembali dan mendarat dengan selamat di landas pacu 23R, 13 menit setelah go-around. Kedua maskapai ini diberikan peringkat keselamatan oleh airlineratings.com masing masing adalah sebagai berikut: EgyptAir 5 bintang dan Turkish Airlines 6 bintang (dari skala nilai terbaik adalah 7 bintang dan terburuk 1 bintang). Hasil nilai 8 area audit keselamatan ICAO (USOAP) untuk Kementerian Penerbangan Sipil Egypt yang dipublikasikan oleh ICAO, untuk penilaian di tahun 2016, memiliki nilai di atas rata-rata dunia. Sumber kami tidak menjelaskan alasan TK-690 melakukan pembatalan pendaratan dan kondisi cuaca pada saat kejadian.

Inilah pesawat EgyptAir dengan registrasi SU-GEB. Huruf SU di depan registrasi menunjukkan kebangsaan (nationality) untuk negara Egypt.

Sehari setelah kejadian tersebut, Kementerian Penerbangan Sipil Mesir selaku otoritas penerbangan sipil melakukan perubahan prosedur Missed Approach dengan menyebutkan In case of missed approach runway 23R turn right heading 300 and climb 2.500 feet. Perubahan tersebut baru dipublikasikan hanya melalui fasilitas Automatic Terminal Information Service (ATIS), belum dipublikasikan dalam NOTAM atau AIP.

Sumber : AVH News dan airlineratings.com

Tailored Arrivals (TA) dan Continuous Descent Arrival (CDA)

Latar belakang:

Tailored Arrival adalah proses pendaratan yang dibentuk. Umumnya pada penerbangan nonstop jarak jauh TransAtlantic, TransPacific atau melalui Polar Route, para penerbang komersial senantiasa mempergunakan prosedur khusus sesuai dengan ketentuan operasional dari perusahaannya masing-masing dalam upaya untuk mempergunakan bahan bakar seefisien mungkin. Kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa pada fase penerbangan (ketinggian) jelajah (cruising level/enroute) yang memakan waktu lebih banyak justru tidak sebanding secara proporsional dalam penggunaan bahan bakar dibandingkan dengan pada saat di segment/fase pendekatan dan pendaratan. Ini merupakan gambaran umum yang terjadi di banyak bandar udara internasional. Waktu berputar (holding) di beberapa bandar udara yang padat lalu lintas udaranya menjadikan segment ini sebagai tempat pemakaian bahan bakar yang sangat tinggi. Di beberapa negara yang memiliki bandar udara dengan tingkat kepadatan yang tinggi, waktu tunggu tersebut dapat mencapai 10-30 menit bahkan ada yang mencapai batas waktu maksimum yaitu 45 menit sebelum memasuki sirkuit pendaratan di short final. Dalam keadaan normal proses pendaratan tersebut mencapai total waktu 15 - 20 menit, dihitung sejak initial descent (turun meninggalkan ketinggian jelajah). Pada segment ini, pesawat seperti terasa melayang tanpa bunyi mesin dan dorongan mesin, terus menerus sampai melakukan belokan sedikit (tidak tajam) untuk meluruskan arah pesawat ke ujung runway untuk selanjutnya melakukan pendaratan di touch down point.

Beberapa prosedur pendaratan konvensional dengan Area Navigation/RNAV, Standard Terminal Arrival Routes (STARs) dan Standard Instrument Departures (SIDs) yang masih diberlakukan di beberapa negara akan memaksa mesin pesawat bekerja lebih aktif pada ketinggian yang tidak ekonomis dan berimplikasi akan meningkatkan pencemaran lingkungan serta kebisingan dibandingkan dengan prosedur CD (Cruise Descent) lainnya. Hal ini akan mengakibatkan pemakaian fuel yang berlebihan (over fuel of consumption ) dan akan berdampak juga kepada pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh meningkatnya emisi gas buang.

Airservices Australia telah membentuk STAR dengan tanpa "levelling off" atau dengan bentuk CDA di semua bandar udara internasional dan beberapa di bandar udara domestiknya. Sebagai contoh dapat dilihat salah satu bentuk CDA pada gambar peta STAR LIZZI7 U dan V di Melbourne International Airport, VIC (YMML) di bawah ini.

Standar Arrival Route ini telah mempergunakan konsep CDA. Lizzi7U terbagi dua yaitu yang melalui titik waypoints, HORUS, ENSEG dan NEFER untuk pendaratan dengan mempergunakan runway 16 (runway 16 Uniform). Sedangkan untuk STAR Lizzi7U melalui waypoint MAITE dan menuju NDB EPP adalah pendaratan yang akan mempergunakan landasppacu 27 (rwy 27 Uniform). Demikian pula dengan Lizzi7V, setelah melewati waypoints MAITE, IGPON, MONTY, EGEKA dan berakhir di SHEED dengan ketinggian (altitude) 2.500 kaki dan heading mengarah ke track 256° harus melakukan visual intercept final runway 34. Apabila pada posisi ini awak pesawat belum melihat (visual intercept) ujung landasan 34 diharuskan melakukan prosedur missed approach. Sampai ketinggian tertentu, pelaksanaan penggunaan STAR tersebut mempergunakan autopilot. Untuk segmen terakhir dalam proses pendaratan, PF (pilot flying: yaitu penerbang yang mengendalikan pesawat tersebut) mengendalikan pesawat secara manual sampai dengan pesawat menyentuh landasan (touch down). Peta STAR Melbourne ini dapat diubah sewaktu-waktu dan informasinya akan dipublikasikan melalui NOTAM yang didistribusikan oleh Communications Centre - Melbourne Intl.Airport melalui jaringan Aeronautical Fixed Service (AFS) keseluruh dunia.

Perkembangan lain dalam operasi penerbangan terutama dibandar udara di wilayah EU adalah dengan mengharuskan perusahaan penerbangan untuk memberikan pelayan kepada para penumpang setepat mungkin (On time performance). Ini berarti faktor penundaan penerbangan (delayed) harus diatasi sebaik mungkin. Peraturan pemberian kompensasi bagi para penumpang yang delay juga sudah diberlakukan oleh EU yang menjadikan masalah delay menjadi hal yang harus dihindari oleh semua pihak, termasuk Air Traffic Service provider.

Konsep pembentukan proses pendaratan:

Boeing bekerjasama dengan pihak Airservices Australia dan European Air Traffic Alliance serta maskapai penerbangan Qantas melakukan percobaan konsep pendekatan dan pendaratan yang lebih menghemat penggunaan bahan bakar. Konsep ini mempergunakan Tailored Arrivals (TA). Percobaan dilakukan di dua tempat yang berbeda yaitu di Australia dan di Amerika.

Percobaan di Australia

Konsep TA ini dilakukan dalam 3 (tiga) fase percobaan. Fase pertama adalah percobaan yang diberlakukan terhadap penerbangan QANTAS antara April - September 2004. Percobaan lebih dititikberatkan kepada konsep Continuous Descent Arrival (CDA). CDA yang sedang dikembangkan saat ini oleh periset dari Georgia Institute of Technology , Amerika adalah dengan prosedur RNAV (Area Navigation) dengan menggunakan VOR, DME, NDB dan GPS. Aplikasi dari konsep ini akan memberikan keuntungan bagi operator terutama dalam aspek pengurangan waktu penerbangan, penggunaan bahanbakar, mengurangi kebisingan (noise) dan pencemaran lingkungan serta bagi penumpang akan merasakan proses pendaratan yang halus (smooth path). CDA adalah konsep penurunan dari ketinggian relatif pada proses pendekatan tanpa tetap di sebuah ketinggian(altitude) tertentu (leveling off). CDA dikenal juga dengan sebutan Continuous Descent Approach. Percobaan ini dilakukan terhadap 2(dua) jenis pesawat B747-400 dan 2 (dua) jenis Airbus A330 dalam penerbangan berjadwal. Rute yang dijadikan objek percobaan ini adalah Singapore-Sydney untuk jenis B747 dan Perth - Melbourne untuk jenis A330. Total ada sebanyak 80 penerbangan yang dicermati.

Pada konsep TA dengan CDA fase I di Australia ini telah membuktikan adanya penghematan penggunaan bahan bakar antara 400 sampai 800 lbs (181-363 kgs) per penerbangan atau setara dengan lebih dari $100.000 per tahun per pesawat.

Percobaan di Amerika

Percobaan dilakukan oleh tim dari MIT (Massachusetts Institute of Technology) bersama Boeing, NASA dan FAA dan Louisville, Ky, Regional Airport Authority dengan melibatkan armada pesawat dari UPS. Percobaan TA dengan CDA di Amerika ini lebih dititikberatkan kepada noise abatement. Jenis pesawat yang dijadikan objek percobaan ini adalah B767 dengan rute dari West Coast ke Louisville pada penerbangan malam hari. Percobaan dilaksanakan dengan membandingkan penerbangan yang mempergunakan TA dengan yang mempergunakan jalur standard arrival (STARs).

Percobaan di Amerika menghasikan pengurangan CO (Carbon monoxide) sebanyak 20,1% untuk jenis B757 dan 12,7% untuk jenis B767. Sedangkan Hydrocarbons berkurang 25,1% untuk B757 dan 11.0% untuk B767. Untuk noise abatement terjadi pengurangan tingkat kebisingan (noise reduction) sebesar sampai dengan 6 dB.

Selanjutnya dalam hasil percobaan ini pula menunjukkan bahwa dengan penggunaan TA diperoleh penghematan penggunaan bahan bakar sebanyak 364 lbs (165 kg) untuk B767 dan 118 lbs (54 kg) untuk jenis B757, sementara waktu descent berkurang 147 detik untuk B767 dan 118 detik untuk B757.

Walaupun kedua percobaan baik yang diadakan di Australia dan Amerika menujukkan hasil yang menggembirakan, namun ICAO masih melihat banyaknya hambatan dalam aplikasi TA ini . Merupakan tugas ANC untuk mencari solusi yang terbaik dalam menetapkan prosedur standar pendaratan yang hemat energi. Masalah compatibility dengan FANS ( Future Air Navigation Systems) yang sudah berjalan merupakan kendala utama yang masih harus dicari solusinya melalui percobaan pada fase kedua dan ketiga. Proyek kegiatan ini dikenal juga dengan sebutan "green track"

Aplikasi CDA di negara Nordic

Pada paragraf berikut, disajikan konsep pendaratan dengan metoda CDA khususnya di salah satu negara yang masuk kelompok NORDIC. Kelompok negara ini adalah negara yang berada disebelah Utara Eropa dan Atlantik bagian Utara. NORDIC dalam kamus istilah internasional dikenal juga dengan sebutan Scandinavia.

Di Finlandia (Finland), pendaratan dengan konsep CDA telah dipergunakan di 80% bandar udara negara tersebut. Sekurang-kurangnya ada 2 sasaran yang akan dicapai oleh semua maskapai yang akan mendarat di wilayah negara ini yaitu: penghematan bahan bakar dan pengurangan emisi gas buang yang akan meningkatkan kualitas udara. Ketentuan ini diberlakukan oleh otoritas penerbangan sipil negara ini yang telah diterapkan dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Upaya ini telah menghasilkan nilai penghematan bahan bakar yang luarbiasa yaitu hingga mencapai 30% dari biaya total (total cost). Selain keberhasilan yang dicapai tersebut, Finnair sebagai maskapai pembawa bendera negara ini, berdasarkan survai dari beberapa badan audit keselamatan juga merupakan maskapai yang diyakini paling selamat didunia. Finnair yang terbentuk dan mulai beroperasi sejak tahun 1923, merupakan salah satu maskapai yang tertua didunia. Sejak mulai melayani penerbangan komersial, maskapai ini tercatat hanya mengalami 2x kecelakaan yang merenggut korban jiwa yang terjadi pada tahun 1961 (25 PoB) dan 1963 (24 PoB), pada saat pesawat jenis Dakota (DC-3) miliknya mengalami kecelakaan dalam penerbangan reguler domestik. Saat ini, Finnair memiliki 45 pesawat yang menerbangi hampir sebagian besar negara-negara didunia dengan menyinggahi 75 bandar udara. Maskapai yang merupakan anggota dari aliansi ONEWORLD ini, pada tahun 2012 telah mengangkut lebih dari 8 juta penumpang dengan tujuan ke 60 negara di Eropa dan Amerika Utara serta 15 negara di Asia.

Kesimpulan dan Saran:

Tailored Arrivals adalah konsep CDA yang didasarkan kepada continuous idle descent to approach. Melalui konsep ini Boeing bersama Air Service Australia mengharapkan memperoleh solusi dalam penghematan penggunaan bahan bakar yang pada gilirannya nanti dapat memperoleh nilai efisiensi.

Keuntungan lain menyebutkan adanya implikasi penghematan penggunaan bahan bakar dan akan mengurangi tingkat kebisingan serta pencemaran lingkungan.

Pada saat harga bahan bakar Avtur dan Avigas mencapai tingkat kenaikan yang tinggi dimana disebutkan bahwa prosentase biaya operasi untuk bahan bakar ini telah mencapai 20-30% dari total biaya yang dikeluarkan, maka konsep semacam ini memang sangat diperlukan.

Konsep ini telah memenuhi kompatibilitas terhadap alat navigasi lain yang eksisting. Pada percobaan fase ketiga telah diperoleh nilai manfaat terhadap beberapa jenis pesawat terbang dan telah berintegrasi dengan FANS.

Banyak pihak yang terkait langsung dengan proses penerbangan maupun yang peduli dengan lingkungan merasakan perlu adanya konsep ini yang didorong oleh keterbatasan bahan bakar dan meningkatnya harga bahan bakar, maka disarankan agar DGAC atau badan yang terkait seperti BPPT, atau lembaga penelitian mulai mengadakan penelitian untuk mengembangkan prosedur CDA yang hemat bahan bakar terutama di daerah pendekatan yang selama ini masih mengaplikasikan STARs konvensional.

Disarankan agar pelayanan ATS selain harus memenuhi standar internasional saat ini juga harus lebih berorientasi kepada user (user oriented) dalam sisi efisiensi bisnis.

Untuk mengantisipasi inovasi prosedur dan teknologi di bidang pelayanan ATS, sudah saatnya diperlukan adanya unit kerja R&D yang senantiasa memantau kepentingan user dan perkembangan standar internasional sehingga ATS provider di Indonesia akan menjadi lebih kompetitif.

(Sumber: ICAO, Boeing Company, ICAO Workshop: Fuel Reduction dan IATA)

Home

NAV CANADA Melayani Ruang Udara Seluas 18 Juta Km²

Prakata dari Redaksi: "Intro" artikel ini memang agak lengkap kami tulis, dengan tujuan, semata-mata untuk lebih memperjelas lagi inti pencerahan yang jarang diulas oleh media di negeri ini. Gambar di atas adalah dua jenis pesawat kalibrasi dari 3 pesawat yang dimiliki NAV CANADA. Kedua pesawat tersebut terlihat dengan latarbelakang di dua musim (fall dan summer) ketika sedang berada di Macdonald-Cartier International Airport-Ottawa, ON (CYOW = ICAO four letter designator untuk bandar udara ini). NAV CANADA adalah nama sebuah badan penyelenggara navigasi penerbangan Kanada yang merupakan badan pengelola navigasi penerbangan terbesar kedua di dunia berdasarkan jumlah pesawat yang dilayani, setelah ATO (Air Traffic Organization), Amerika. Badan penyelenggara atau pengelola navigasi udara di seluruh dunia dikenal dengan nama air navigation service provider (ANSP). ATO adalah badan pelayanan navigasi penerbangan di bawah struktur organisasi FAA yang melayani sebanyak 44.000 penerbangan per hari dengan fasilitas next generation mengangkut ±2,7 juta penumpang per hari, di ruang udara seluas 29 juta km². Sedangkan NAV CANADA melayani penerbangan di ruang udara yang jauh melebihi wilayah kedaulatan negara Kanada. Ruang udara Kanada meliputi 7 FIRs (Flight Information Regions) dengan Edmonton FIR sebagai FIR paling luas serta Gander yang terbagi 2 yaitu Domestic dan Oceanic. Sebagian besar FIR Gander meliputi ruang udara di atas samudera terluas kedua di dunia, Atlantik. Jangkauan pelayanan badan ini membentang dari bagian timur yaitu sebagian ruang udara di atas Samudera Atlantik sampai bagian barat, sebagian kecil Pasifik dan Alaska hingga mencapai bagian terutara, yaitu Arctic. Wilayah seluas itu, pelayanan keselamatan lalu lintas penerbangannya dilayani dengan mempergunakan berbagai fasilitas jaringan berbasis satelit komunikasi modern bergenerasi lanjut. Pelayanan badan ini secara umum diakui oleh pengguna dan masyarakat dunia, telah memberikan pelayanan penerbangan selamat dan efisien yang terus meningkat kualitas, fasilitas dan kuantitasnya.

Badan ini merupakan badan pengelola ruang udara berstatus nirlaba (not for profit) pertama di dunia yang sepenuhnya dilaksanakan oleh pihak swasta untuk memberikan pelayanan ATS (Air Traffic Services), penyediaan fasilitas navigasi, pendidikan dan latihan serta kalibrasi. Banyak manfaat yang dapat diperoleh dari bentuk usaha semacam ini yang dilaksanakan oleh pihak swasta. Berapa besar anggaran negara yang dapat dihemat melalui pendelegasian kewenangan ini kepada pihak swasta, atau dengan mempergunakan kalimat sebaliknya, berapa besar pengeluaran anggaran negara, dengan tetap mempertahankan tanggungjawab ini dilaksanakan oleh pemerintah. Selain itu, NAV CANADA memiliki kewenangan untuk melayani navigasi penerbangan di ruang udara yang jauh lebih luas dari batas kedaulatan negara Kanada. Total luas area Kanada yang meliputi daratan dan lautan adalah kurang dari 10 juta km².

Kebijakan penggunaan anggaran belanja negara Kanada yang melaksanakan program efisiensi (salah satunya dari pengelolaan pelayanan navigasi penerbangan ini) telah menjadikan negara ini sejak lama (Kanada berdiri sejak 1 Juli 1867), memiliki tingkat kemakmuran yang tinggi. Pada sensus kemakmuran tahun 2016, IMF (International Monetary Fund) mengukur Kanada berdasarkan (estimate) pendapatan perkapita dengan dasar perhitungan PPP (Purchasing Power Parity) GDP (Gross Domestic Product), adalah sebesar US$ 46.199 (urutan ke-20 di dunia), atau Nominal GDP sebesar US$ 40.409. Pendapatan per kapita sebuah negara diukur bukan oleh IMF saja namun juga oleh World Bank, United Nations bahkan CIA. Di ketiga badan itu (selain IMF), Kanada ditempatkan sebagai urutan negara yang memiliki kemakmuran lebih tinggi lagi. Selain itu, tolok ukur kemakmuran sebuah bangsa juga diukur berdasarkan urutan Human Development Index (HDI), di mana Kanada juga masuk kedalam kelompok kelas sangat tinggi yaitu ke-10 dunia.

Apabila boleh untuk di analogikan bentuk tugas pokok dan fungsinya dengan badan atau organisasi yang terkait di negeri kita ini, NAV CANADA sama dengan gabungan 1 badan usaha berbentuk BUMN ditambah dengan 2 atau 3 organisasi struktural pemerintahan yang dikepalai oleh pejabat setingkat eselon II (Direktur) di Indonesia, secara sekaligus. Anda dapat membayangkan berapa banyak jumlah anggaran dana APBN yang dialokasikan untuk SDM dan aset serta fasilitas organisasi yang "super gemuk" itu. Belum lagi bila kita berbicara tentang nilai efisiensi dibandingkan dengan outputnya. Efisensi dalam pengelolaan navigasi udara (atau kadang kala disebut navigasi penerbangan) sekurang-kurangnya ada 2, yaitu efisiensi internal badan semacam ini sendiri dan produk pengelolaan yang dihasilkan yang akan mengefisiensikan operasi penerbangan. Bentuk inilah yang akan menjadi nilai performance keberhasilan yang diberikan kepada pengguna yang tidak lain adalah semua pesawat udara yang dikendalikan di ruang udara seluas itu. Nilai itu akan memiliki nilai operasional yang efisien bagi semua penggunanya. Mungkin manfaat finansial dari kebijakan semacam Tax Amnesty di negara kita dapat dipergunakan di negeri ini untuk membentuk badan semacam NAV CANADA ini. Di masa depan, pelayanan navigasi penerbangan di negeri kita dapat dilaksanakan oleh konsorsium swasta. Pada keadaan semacam ini, maka peranan otoritas akan kembali ke prinsipnya yaitu menjadi pengayom bangsa yang profesional dan berwibawa. Regulator sekaligus auditor. Kita tentunya akan sepakat dengan pernyataan sederhana dan jujur, bahwa kemakmuran sebuah bangsa dapat dilihat sekilas dari tingginya pendapatan perkapita masyarakat dari negara tersebut, baik secara PPP maupun Nominal dari GDPnya. Efisiensi adalah kunci kemakmuran bangsa. Semoga Bapak Jokowi berkenan untuk membaca artikel ini.

Bentuk pelayanan yang memiliki nilai efisiensi dari badan ini, adalah pada saat produknya dinikmati oleh maskapai atau operator yang memperoleh penghematan dalam konsumsi bahan bakar, yang salah satunya berasal dari prosedur pendaratan yang singkat dan tidak menimbulkan waktu penundaan (delayed time) atau holding yang berkepanjangan. Ada banyak prosedur efisien lain yang diberikan oleh badan ini. Di negara yang telah lama memiliki keselamatan yang baik, menempatkan aspek efisiensi menjadi bentuk pelayanan yang sama pentingnya dengan keselamatan. Penugasan pelayanan navigasi penerbangan kepada pihak swasta tersebut adalah pendelegasian kewenangan yang dapat meningkatkan nilai penghematan bagi APBN negara Kanada itu sendiri. Selain itu, efisiensi juga diterapkan di internal badan usaha ini. Salah satunya adalah, ketika badan ini melaksanakan tugas inspeksi kehandalan presisi atau ketepatan (reliability) semua peralatan dan prosedur pelayanan navigasinya di area yang sedemikan luas, NAV CANADA awalnya "hanya" cukup memiliki 2 pesawat bermesin jet (2 Canadair CRJ-200ER) dan 1 Dash-8-100 bermesin baling-baling. Ketiga pesawat buatan Kanada tersebut dibeli dalam keadaan laik terbang dan bekas. Kini NAV CANADA mengoperasikan 2 pesawat jet buatan Bombardier CRJ-200 untuk melakukan flight inspection dan mempensiunkan Dash 8-100 nya (2023). Tugas kalibrasi peralatan navigasi dilakukan tanpa membentuk badan usaha khusus di luar NAV CANADA. Dengan "modal awal" hanya 1,5 milyar $ Kanada (CAD$ 1.5b atau Can$ 1.5b ) di awal pembentukannya di tahun 1996, badan ini kini telah memiliki total "revenue" sebesar Can$ 1.2 milyar per tahunnya. Di samping itu NAV CANADA telah menginvestasikan sejumlah CAD$ 2 milyar untuk menjadi pemegang saham mayoritas di perusahaan komunikasi satelit yang baru dibentuk bersama 3 badan pelayanan navigasi lainnya. Upaya tersebut adalah sebagai wujud diversifikasi usahanya melalui kebijakan investasi. Kanada atau biasa dikenal pula dengan sebutan North America adalah salah satu dari beberapa negara yang oleh ICAO dimasukkan kedalam kelompok negara yang memiliki tingkat keselamatan terbaik selama 4 - 5 dekade.

Tanpa dukungan finansial pemerintah, di bidang usaha keselamatan ini, NAV CANADA telah menjadi "benchmarking" banyak ANSP di dunia yang mengutamakan pelayanan selamat dan efisien. NAV CANADA adalah sebuah organisasi yang efisien bukan hanya terhadap APBN, atau internal organisasi itu sendiri, namun juga terhadap hasil produknya yang dinikmati oleh penggunanya yang terdiri dari maskapai dan operator (internasional dan domestik) serta penumpang pesawat. Walaupun tidak ada keikutsertaan atau keterlibatan dukungan finansial berbentuk saham pemerintah (government share holder) dalam organisasi ini, namun NAV CANADA melakukan transparansi, layaknya sebuah badan internasional, yaitu dilaksanakan secara rinci, terbuka dan dipublikasikan keseluruh dunia setiap tahunnya. Semua produk utama keselamatannya dan finansial secara berkala dipublikasikan secara terbuka kepada para pemangku kepentingannya (stakeholders). Siapakah stakeholders NAV CANADA?. Para pemangku kepentingan badan ini berasal dari perwakilan maskapai atau operator, investor serta masyarakat pengguna. Kepada merekalah pertanggungjawaban bangsa dan dunia diberikan. Bentuk pertanggungjawaban secara publikasi terbuka kepada dunia, patut untuk menjadi contoh transparansi. Pelayanan navigasi penerbangan adalah pelayanan antar bangsa semua pesawat udara yang melintas atau memasuki wilayah ruang udara yang menjadi tanggungjawabnya. Pelayanan ATS diberikan tidak boleh bersifat diskriminatif, artinya semua pesawat apakah itu pribadi, berbiaya rendah atau penuh dari negara manapun, baik yang beregistrasi dari negara tersebut atau bukan dan militer atau sipil, semuanya harus diberikan pelayanan yang sama bobotnya. Transparansi sebuah badan usaha di banyak negara di dunia diwajibkan bagi organisasi berproduk utama keselamatan untuk masyarakat yang aspek finansialnya sepenuhnya berasal dari sumber APBN, apalagi bila berstatus nirlaba (cost recovery). Secara teknis operasional, peranan pemerintah atau otoritas Kanada (TC), hanya sebatas azas profesionalisme saja yaitu sebagai auditor dan regulator. Pembaca kami yang setia di mana pun berada, siapa pun Anda, sebagai pemutus kebijakan, pemerhati, pengamat, pecinta keselamatan atau bahkan penumpang pesawat, perlu untuk membaca selengkapnya......have a nice reading....


ejak 1 Nopember 1996, pemerintah Kanada melalui TC (Transport Canada) menyerahkan sepenuhnya tanggungjawab pengelolaan penyelenggaraan pelayanan navigasi penerbangan kepada pihak non pemerintah atau swasta bernama NAV CANADA. Peristiwa itu menandai terbentuknya pengalihan tanggungjawab yang selama ini umumnya dilakukan oleh pihak pemerintah kepada organisasi publik atau pihak swasta untuk melakukan pelayanan ATS internasional. Momentum ini menjadikan NAV CANADA sebagai sebuah badan swasta penuh pertama di dunia yang menerima bentuk tanggungjawab di bidang pelayanan navigasi penerbangan yang dikelola secara profesional dan nirlaba (not for profit) tanpa pendanaan dan penyertaan modal saham dari pemerintah (shareholder). Arti not for profit dalam hubungan dengan sebuah badan usaha publik ini bukan berarti tidak memiliki keuntungan, namun lebih berarti, semua pos perolehan yang didapatnya dapat diizinkan (oleh ketentuan pemerintah Kanada yang bernama Civil Air Navigation Services Commercialization Act = ANS Act), untuk dikelola sepenuhnya secara mandiri dalam upaya peningkatan core produknya yaitu keselamatan, efisiensi dan keteraturan. Bentuk demikian biasa disebut juga sebagai cost recovery. Perolehan badan ini sebagian besar berasal dari pengenaan biaya (charges) yang dikenakan terhadap semua pesawat yang menerima berbagai macam pelayanan navigasi penerbangan. Bila dihitung dengan besaran angka, maka perolehan dari pengenaan charges tersebut dapat mencapai jumlah yang sangat besar. Sebagai contoh, 2 BUMN besar di Indonesia yang awalnya mengelola usaha bandar udara sekaligus bersamaan sisi darat dengan sisi udara memiliki revenue dari charges sisi udara sebesar lebih dari 60% dari total penerimaannya. Besar kecilnya pengenaan charges didasarkan atas kepadatan penerbangan atau banyak sedikitnya pesawat yang dilayani, jenis pesawat, lamanya waktu melakukan hubungan komunikasi, jenis alat navigasi yang dipergunakan serta berbagai macam bentuk pelayanan lainnya yang terkait dengan efisiensi. Jadi bertambah padat, bertambah besar jenis pesawatnya dan lebih lama melakukan hubungan radio (komunikasinya) serta lebih modern jenis alat navigasinya maka maskapai atau operator pemilik pesawat itu akan membayar lebih mahal lagi dengan pembayaran dalam mata uang internasional (seperti US. $). ICAO dan IATA turut berperan serta dalam mengawasi badan ini, baik melalui audit kualitas standar dan regulasinya maupun terhadap kewajaran besaran charges yang akan diberlakukan oleh masing-masing badan ini.

NAV CANADA menerima pengalihan tanggungjawab dan kewenangan penuh dari pemerintah Kanada (Transport Canada) untuk mengemban tugas, mengelola, mengendalikan dan mengawasi seluruh penerbangan di ruang udara Kanada yang begitu luas agar operasi penerbangan selamat, efisien dan memenuhi azas keteraturan. NAV CANADA membayar kepada pemerintah Kanada dalam hal ini Transport Canada sebesar 1,5 miliar Can$, untuk "membeli hak" pengalihan kewenangan dan tanggungjawab ini. Kewenangan tersebut termasuk pendelegasian di ruang udara perpanjangan yang berada di luar teritori kedaulatan negara Kanada yang meliputi ruang udara internasional di atas Samudera Pasifik, Arktik (Kutub Utara) dan Samudera Atlantik yang total luasnya mencapai 18 juta KM2. Inilah peta ruang udara Kanada yang terdiri dari 7 FIRs yang dimilikinya. Khusus untuk Gander sendiri, FIR nya terbagi antar FIR Domestik dan Oceanic, sehingga dalam map terlihat seperti ada 8 FIRs.

NAV CANADA bersama Air Traffic Organization (ATO) milik Amerika turut bertanggungjawab untuk melayani navigasi penerbangan di atas perairan internasional Samudera Atlantik di perpanjangan batas kedaulatan dari kedua negara tersebut (peta kedaulatan negara dikenal dengan sebutan geo-politic map). Ini berarti setiap negara anggota harus siap bila mendapat pendelegasian untuk memberikan pelayanan terhadap keselamatan seluruh penerbangan, tidak hanya di batas kedaulatannya saja. Jadi dengan kata lain, bila pengelolaan ruang udara sebuah negara "memasuki" wilayah kedaulatan negara lain, itu hanya sebatas untuk pelayanan keselamatan lalu lintas udara yang merupakan bagian dari keselamatan penerbangan internasional seutuhnya. Keputusan pendelegasian ruang udara internasional ini bukan atas keinginan dari negara tersebut, namun lebih ditentukan berdasarkan hasil Regional Air Navigation Meeting di bawah keputusan ICAO.

Pelayanan lalulintas penerbangan di ruang udara NAV CANADA yang meliputi perpanjangan batas kedaulatan negara ini adalah sebuah bentuk pengakuan dunia yang berpedoman kepada kepercayaan pengguna (maskapai atau operator) antar bangsa yang dikukuhkan melalui pendelegasian kewenangan yang ditetapkan berdasarkan ketentuan ICAO Regional Air Navigation Meeting. NAV CANADA melaksanakan salah satu tugas utamanya yaitu: pelayanan navigasi penerbangan untuk semua jenis lalulintas udara (air traffic services). Selain memberikan pelayanan navigasi udara di ruang udara dikendalikan, juga memberikan pelayanan di ruang udara di luar yang dikendalikan. Kedua bentuk pelayanaan itu dilaksanakan dengan fasilitas telekomunikasi modern berbasis satelit udara-darat dalam dinas bergerak penerbangan di ruang udara (FIRs). Bentuk pelayanan lainnya adalah pemberian informasi keadaan cuaca akurat di sepanjang penerbangan (route forecast, METARs, SIGMET, weather report dll.) dan ketika membuat FPL (weather briefings). Pelayanan informasi penerbangan termasuk antara lain NOTAM (aeronautical information services), pelaporan kondisi bandar udara tujuan melalui sarana komunikasi udara-darat (airport advisory services) dan alat bantu navigasi elektronik (electronic aids to navigation), serta peneraan (kalibrasi) alat navigasi. NAV CANADA juga menawarkan jasa pendidikan dan pelatihan ke berbagai negara dalam bentuk pelatihan alih teknologi penerbangan. Pendidikan NAV CANADA terletak di Montreal Rd. nomor 1950 di kota Cornwall di propinsi Ontario. Inilah pusat pendidikan NAV CANADA dengan nama baru, yaitu NAV CENTRE. Terletak di atas tanah seluas 28 hektare menghadap ke arah sungai yang terkenal di Kanada, St. Lawrence, Pusat pendidikan NAV CENTRE ini sekaligus memiliki juga fasilitas konperensi berskala internasional dan terkemuka di Kanada.

Di tempat ini, berbagai pelatihan yang berkaitan dengan prosedur keselamatan yang berbasis efisiensi diberikan. Berbagai fasilitas keselamatan penerbangan seperti satelit cuaca,satelit komunikasi, radar hingga untuk Airport Fire Fighting Course dilengkapi dalam pelatihan di lokasi ini. Di bidang keberhasilan pendidikan, NAV CANADA memperoleh urutan terbaik kedua dari 10 organisasi terbaik, setelah Queens University, Kingston Ontario.

Ada beberapa keunikan lainnya di dunia, dalam kaitannya dengan penempatan lokasi pendidikan penerbangan, seperti FAA yang menempatkan pusat pendidikan dan pelatihannya yang bernama FAA Academy jauh dari kebisingan megapolitan, yaitu di Oklahoma City, OK, kemudian Uni Eropa dengan Institute of Air Navigation Services EUROCONTROL berada di Luxembourg, sedangkan Indonesia menempatkan Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia (STPI) di "desa" Curug, Tangerang. Kantor Pusat Nav Canada terletak di Jalan Metcalfe no 77, Ottawa, Ontario, hanya berjarak kurang dari 4 km dari KBRI yang terletak di Jalan Parkdale nomor 55. Badan semacam NAV CANADA di Indonesia bernama Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (LPPNPI) yang berstatus badan usaha milik negara berbentuk Perusahaan Umum. Perum LPPNPI dikenal juga dengan sebutan Airnav Indonesia.

Pengakuan dunia terhadap penyelenggaraan pelayanan keselamatan dari NAV CANADA dalam melaksanakan tugas dan fungsinya tidak dapat terlepas dari sistem pendukungnya dalam pelayanan lalu lintas udara. Didukung oleh SDM yang terdiri dari 1.900 Air Traffic Controllers, 650 Flight Service Specialists dan 700 Engineers, badan ini menjadi pengelola navigasi penerbangan yang terbesar kedua di dunia berdasarkan jumlah traffic dan cakupan wilayah yang dilayaninya. Unit kerja yang dilayani meliputi: 1.400 ground based alat bantu navigasi; 57 Flight Service Stations; 8 FIRs; 42 Control Towers; 46 radar sites dan 5 ADS-B ground sites; 7 Area Control Centres (ACCs); 1 Oceanic Control - Gander Oceanic Control serta penyelenggaraan NAV CANADA Training and Conference Centre (dahulu bernama NAV CANADA Training Institute/NCTI) yang berlokasi di Cornwall, ON.

Menurut portal resminya, pada tahun 2016, badan pengelola navigasi udara ini telah melakukan pengendalian secara total sebanyak 12 juta pergerakan pesawat pertahun dari 40.000 pengguna. Jumlah tersebut merupakan pengendalian keseluruhan di semua unit kerja yang dimiliki oleh NAV CANADA sebagaimana disebutkan di atas. Khusus untuk pengendalian di Oceanic Control (Gander Oceanic Control), sekurang-kurangnya ada 1.200 pesawat yang melintas wilayah udara Kanada per hari, hanya untuk pesawat dari dan ke Eropa sehingga menjadikan kepadatan ini sebagai pengendalian yang tersibuk di dunia. Berbagai prosedur yang selamat dan efisien terus dikembangkan dalam melayani jalur trans-Atlantic. Prosedur RLAT (Reduced Lateral Separation Minima) telah diberlakukankan pada akhir 2015 untuk memangkas jarak separasi lateral antar pesawat menyusul 2 prosedur efisien lain yang telah diaplikasikan terlebih dahulu yaitu RVSM dan SLOP.

NAV CANADA mempergunakan teknologi komunikasi berbasis satelit sejak lama. Bekerja sama dengan perusahaan jasa satelit komunikasi dari Amerika, NAV CANADA meningkatkan fasilitasnya dengan jaringan telekomunikasi generasi lanjut yang dikenal dengan nama Iridium NEXT. Seiring dengan kerjasama tersebut, NAV CANADA bersama dengan air navigation service provider dari Irlandia, Denmark dan Italia juga turut berpartisipasi untuk menanamkan investasinya sebagai pemegang saham mayoritas di perusahaan baru yang dibentuk oleh perusahaan satelit komunikasi dari Amerika tersebut. Inilah gambar ilustrasi sebagian konstelasi satelit Iridium NEXT yang dipergunakan NAV CANADA.

Konstelasi satelit Iridium NEXT akan memiliki total 66 satelit (termasuk satelit cadangan), yang akan beroperasi di orbit bumi rendah. Sepuluh satelit dari jaringan satelit komunikasi ini telah berhasil diluncurkan untuk ditempatkan diorbitnya pada 14 Januari 2017. Peluncuran satelit lainnya akan seluruhnya selesai ditempatkan di orbitnya masing-masing, sesuai dengan rencana pada tahun 2018. Pada tahun 2018, fasilitas terbaru NAV CANADA tersebut akan segera resmi dipergunakan menandai era operasional jaringan komunikasi satelit generasi lanjut pertama kali di dunia. Satelit komunikasi ini akan memberikan berbagai data tentang pergerakan pesawat terbang yang berada di wilayah tanggungjawabnya baik yang sedang berada di atas samudera Atlantik, Pacific maupun di ujung utara Arctic tanpa sedetikpun hilang dari pengamatan petugas ATS. Jaringan komunikasi satelit tersebut berbasis space based automatic dependent surveillance - broadcast (ADS-B) generasi lanjut. Pada tahun ini, fasilitas alat bantu navigasi homing konvensional (NDB dan VOR) akan segera diganti dengan alat berbasis koordinat (co-ordinate based) dengan mempergunakan fasilitas satelit Iridium dan GNSS Approach di hampir semua bandar udara di Kanada. DME (distance measurement equipment) masih akan dipergunakan untuk kombinasi dengan GPS Approach atau GNSS Approach. Sejak 1998, NAV CANADA tidak mempergunakan paper flight data strip (stripless) lagi, untuk petugas tower di Toronto. Strip data sudah digantikan dengan glass tower berbentuk touch sensitive- screens. Berbagai macam alat modern seperti e-strip dan peringatan dini konflik otomatis semacam STCA (short term conflict alert) sudah terinstalasi sejak lama, guna menghindari tabrakan di udara dalam hitungan menit.

Tidaklah lengkap bila menampilkan NAV CANADA hanya dalam berbagai keunikan dan kelengkapan fasilitas modern yang dimiliki tanpa dibarengi dengan catatan reputasi yang diakui oleh pihak pengguna (users). Dalam melaksanakan tugas pelayanan navigasi, rekor yang dicapai adalah sebagai pemberi pelayanan terbaik dalam pengendalian lalu lintas udara di dunia dengan ditandai dengan terus berkurangnya secara kontinyu loss of separation, peningkatan keselamatan, keteraturan dan efisiensi sejak 2004-2014. Di bawah ini chart jumlah near-miss yang diterbitkan oleh TSB (Transportation Safety Board of Canada).

Jumlah rata-rata insiden risk of collision 5 tahun terakhir dari 2016, hanya 0.69 per 100.000 pergerakan pesawat, yang berarti NAV CANADA masuk kedalam kelompok terbaik 10 besar ANSP di dunia. Risk of Collision/Loss of Separation adalah kondisi berbahaya yang biasa disebut sebagai nyaris tabrakan (near-miss). Kondisi ini hanya diketahui atau dialami oleh pilot dan petugas ATS saja, itupun bila dilaporkan secara resmi, sehingga sangat sulit untuk diketahui oleh Anda sebagai penumpang. Jumlah pelayanan ATS yang mengakibatkan near-miss dari sebuah badan pelayanan navigasi penerbangan di manapun di dunia, akan menjadi angka rujukan atas prestasi keberhasilannya.

Dicantumkan pula dalam Laporan Tahunan 2016 kepada masyarakat, NAV CANADA telah berhasil melakukan penghematan penggunaan bahan bakar mesin pesawat dalam kaitannya dengan berbagai prosedur pendekatan, pendaratan dan rencana penerbangan yang lebih efisien dengan menghasilkan penghematan sebesar 5.1 milyar liter bahan bakar (avtur, avgas dan jet fuel) sejak NAV CANADA beroperasi dari tahun 1996 sampai 2016. Sejak tahun 2000 - 2016, telah diinvestasikan pula sejumlah anggaran peningkatan fasilitas untuk penghematan bahan bakar khusus untuk penerbangan di jalur Polar (polar routes), yang tumbuh hingga mencapai lebih dari 15.000 penerbangan pertahun. Perolehan (revenue) badan ini dari berbagai pengenaan biaya (charges), dilaporkan dalam Annualy Reportnya, rata-rata sebesar 1.2 milyar $ Kanada (Rp.11.9T) setiap tahunnya dan terus meningkat.

Memberikan pelayanan terbaik yang dimaksud adalah dalam hal pengelolaan navigasi udara berdasarkan keselamatan dalam kaitannya dengan profesionalisme dalam pemberian instruksi dengan tingkat akurasi yang tinggi, sehingga menurunkan tingkat resiko bertabrakan di udara (mid air collision) yang disebabkan oleh pemberian instruksi separasi yang tidak memenuhi unsur keselamatan (loss of separation) baik dalam kondisi normal maupun emergency. Sedangkan untuk keteraturan dan kelancaran adalah dalam kaitannya dengan pemberian pelayanan yang dapat menekan tingkat keterlambatan dan meningkatkan efisiensi maskapai penerbangan dalam kaitannya dengan penggunaan bahan bakar. Pengejawantahan safety culture dengan baik juga dijadikan sebagai pedoman bekerja bagi semua personilnya. Pelaporan near-miss oleh petugasnya, baik oleh ATC maupun Flight Service Specialistnya dilakukan secara terbuka tanpa adanya sanksi. Tindakan ini merupakan cerminan aspek just culture yang terus dilaksanakan sejak 2008 dalam badan ini yang bekerja demi keselamatan tanpa berorientasi untuk mendapatkan keuntungan atau biasa disebut sebagai not for profit. Setiap insiden near-miss akan dijadikan sebagai bahan diskusi dan pelajaran dengan tujuan tidak terulang lagi di waktu berikutnya. Pengakuan dunia atas keberhasilan badan ini dalam memberikan pelayanan keselamatannya, tentunya tidak terlepas dari hasil audit ICAO USOAP ( Universal Safety Oversight Programme) kepada TC (Transport Canada) sebagai otoritas penerbangan sipil Kanada. Hasil yang dicapai otoritas Kanada mencapai nilai implementasi efektif (IE) aspek Air Navigation Services mendekati angka 100% yaitu 95.92%. Nilai ini adalah jauh di atas rata-rata IE dunia yang dijadikan batas terendah. Nilai itu diperoleh otoritas Kanada sejak audit tahun 2005.

Inilah gambar 8 critical elements dari audit ICAO USOAP.

Sumber: NAV CANADA, Transportation Safety Board of Canada, ATO dan Wikipedia English Version.

Home

TCAS Penyelamat Tubrukan Di Udara

Singkatan apakah TCAS? TCAS adalah Traffic Collision Avoidance System yaitu sistem peringatan dini (early warning system) yang awalnya digagas oleh FAA (otoritas penerbangan Amerika) dan EASA (The European Aviation Safety Agency), kini diwajibkan untuk di"install" di semua pesawat udara di dunia. Intinya TCAS dipasang di pesawat untuk pencegahan tubrukan antar pesawat di udara (mid-air collison). Secara sederhana TCAS dapat diartikan sebagai sistem peringatan dini dalam bentuk traffic advisory & resolution advisory sebagai pencegah di detik-detik terakhir di saat akan terjadinya tabrakan antar pesawat di udara. ACAS (Airborne Collision Avoidance System) adalah istilah yang dipergunakan oleh ICAO untuk sistem yang sama. Kedua nama itu memiliki banyak persamaan dalam fungsi dan penggunaannya. Saat ini, TCAS II (versi 7.1 pada 2019) merupakan generasi yang terbanyak dipergunakan dan mandatory di Uni Eropa dan negara lain. Kami mempergunakan istilah TCAS karena lebih dikenal oleh para aviator. Memang pada prakteknya standar dari otoritas Eropa dan Amerika tersebut paling banyak dipergunakan di dunia sebagai acuan standar keselamatan berikutnya setelah SARPs ICAO.

Guna menghindari tubrukan di udara yang sudah hampir tidak terhindarkan lagi akibat posisi pesawat berdasarkan instruksi ATC yang sudah berada di bawah batas minimum keselamatan (loss of separation minima), maka pesawat harus menuruti suara instruksi mesin penyelamat ini. Bila kejadian hampir tubrukan terjadi di jalur jelajah atau di fase manapun, pilot masih memiliki waktu tersisa yang sangat singkat untuk melakukan penyelamatan, yaitu hanya dalam waktu hitungan detik, pada saat kecepatan pesawat melaju sangat cepat (cruising speed .8 M = .8 Mach = subsonic). Ada dua resolusi pada sistem TCAS ini, yaitu TA (traffic advisory) dan RA (resolution advisory). Kedua advisory ini dibedakan oleh jarak antar kedua pesawat saat di posisi approaching head-on. Kedua pesawat yang saling berhadapan tersebut harus melakukan manuver penghindaran sesuai resolution advisory yang "diucapkan" oleh alat ini. Instruksi RA yang "diucapkan" alat ini akan diterima berlawanan antar satu pesawat dengan pesawat yang satunya lagi. Bila pesawat A "diinstruksikan" climb, climb, climb maka pesawat B yang berpotensi saling tubrukan, akan diinstruksikan sebaliknya yaitu descent, descent, descent. Menurut pernyataan banyak pilot, alat ini sangat diyakini sebagai alat yang paling modern dan dipercaya dalam menghindari berbagai bentuk kecelakaan tubrukan di udara ketika sedang dilayani oleh petugas Air Traffic Services, (lihat gambar inzet perangkat TCAS II/ACAS II produk yang paling sederhana). Sistem TCAS bekerja berdasarkan SSR (secondary surveillance radar), dan independen dengan sistem instalasi navigasi di darat. Pemasangan sistem TCAS di pesawat merupakan kewajiban berdasarkan ketentuan standar keselamatan ICAO. Pemasangan alat TCAS II di hampir semua pesawat udara sipil komersial negara di dunia bersifat mandatory dengan pembatasan berdasarkan MTOW (Maximum Take-Off Weight) tertentu dan jumlah kapasitas penumpang terangkut (FAA mewajibkan semua pesawat udara dengan kapasitas angkut 30 seater ke atas).

Sedangkan ATS yang termasuk dalam layanan navigasi penerbangan adalah sebuah bentuk pelayanan lalu lintas udara untuk keselamatan penerbangan yang diatur berdasarkan standar dan tindakan yang disarankan (SARPs) oleh ICAO. Dalam "visi & misi" organisasi penerbangan sipil internasional sejak mulai digagas pembentukannya pada 1944, selepas penandatanganan Konvensi Chicago (1944), disebutkan bahwa organisasi penerbangan sipil dunia ini, sejak awal didirikan hingga saat ini (73 tahun kemudian), senantiasa tetap mengemban tugas utamanya yaitu meningkatkan keselamatan dan pembangunan penerbangan sipil dunia. Tugas tersebut dilaksanakan dengan menetapkan berbagai standar dan regulasi keselamatan, keamanan, efisiensi, keteraturan termasuk perlindungan terhadap polusi udara. Salah satu standar dan regulasi untuk terciptanya keselamatan, efisiensi dan keteraturan tersebut oleh ICAO ditetapkan bahwa setiap negara anggota harus memberikan pelayanan navigasi penerbangan.

Salah satu bentuk pelayanan navigasi penerbangan yaitu pelayanan lalu lintas udara atau populer disebut Air Traffic Service (ATS). Tugas paling utama dari pelayanan ATS adalah mengendalikan dan memberikan informasi penting bagi pesawat agar tidak terjadi tabrakan, baik ketika sedang bergerak di darat maupun pada saat di udara. Ada beberapa tugas lain dalam lingkup pelayanan ATS. Itulah tugas yang harus dilaksanakan oleh otoritas penerbangan dari 193 (2024) contracting states (negara anggota) untuk dipatuhi pelaksanaannya demi kemaslahatan masyarakat sipil yaitu keselamatan yang seutuhnya. Setiap negara anggota memiliki ruang udara yang akan menjadi tanggungjawabnya. Ruang udara di atas sebuah negara yang diberikan pelayanan navigasi udara, dikenal dengan sebutan Flight Information Region yang harus dilayani keselamatan lalu lintas penerbangannya oleh negara itu sendiri atau pihak lain berdasarkan ketentuan persetujuan regional dalam pendelegasian kewenangan. Bila didasarkan sepenuhnya kepada ketentuan Chicago Convention 1944, tidak semua negara memiliki FIR. Konvensi itu selanjutnya juga menyiratkan bahwa batas FIR sebuah negara tidak berarti batas kedaulatan sebuah negara, dan pelayanan ATS yang diberikan dari sebuah negara yang melewati batas kedaulatannya bukan berarti mengambil hak kedaulatan negara lain yang dilayaninya, namun semata-mata hanya untuk keselamatan penerbangan dunia seutuhnya. Namun bila didasarkan dari aspek lain seperti, hankam atau nasionalisme, atau ketika terjadi konflik antar negara, maka dapat muncul persepsi yang berbeda.

Di beberapa paragraf di bawah ini kami sajikan 3 tulisan tentang TCAS yang terdiri dari 2 kecelakaan yang berakibat fatal dan 1 kejadian insiden yang selamat.

Musibah kecelakaan tabrakan 2 pesawat jet di ketinggian 36.000 kaki di ruang udara di atas kota Überlingen yang terletak di negara Jerman bagian selatan yang dialami oleh pesawat dari maskapai Rusia dengan pesawat kargo DHL dari Bahrain, diharapkan dapat memperjelas tentang tanggungjawab pelayanan lalu lintas penerbangan (ATS). Kecelakaan ini terjadi di ruang udara yang menjadi tanggung jawab negara di luar batas kedaulatannya. Mid-air collision yang dialami oleh pesawat maskapai dari Rusia, Bashkirian Airlines nomor penerbangan V9-2937/BTC-2937, berjenis Tupolev Tu-154 dengan pesawat jet kargo DHL dari Bahrain dengan nomor penerbangan DHL 611 berjenis Boeing 757-23APF (freighter), terjadi pada 1 Juli 2002 pukul 23:35 waktu setempat. Di dalam laporan badan federal penyelidik kecelakaan pesawat Jerman (Bundesstelle für Flugunfalluntersuchung = BFU), disebutkan bahwa faktor utama penyebab kecelakaan adalah kekuranglengkapan fasilitas di ACC Swis (Swiss Area Control Center) ditambah dengan keraguan petugas ACC dalam menanggapi prosedur alat peringatan dini menghindari tabrakan antar pesawat atau TCAS, sehingga memberikan instruksi yang berlawanan. Sekilas kami sajikan secara rinci kejadian itu sebagaimana dalam paragraf di bawah ini.

Kecelakaan fatal di ruang udara Jerman ini terjadi karena disebabkan adanya perbedaan atau konflik antara instruksi TCAS untuk pesawat Tupolev Tu-154 dengan yang diberikan oleh petugas ACC Swis yang sedang bertugas pada saat itu. TCAS di kedua pesawat telah memberikan peringatan dini masing-masing kepada pesawat DHL Cargo B757-23APF agar descent, descent, descent dan kepada Tupolev Tu-154 agar climb, climb, climb, namun intervensi petugas ACC Swiss menginstruksikan bentuk perintah yang berbeda untuk Tupolev Tu-154 yaitu agar descent juga, dan dilaksanakan oleh pilot Tu-154. Seharusnya pada saat kedua pesawat sudah memasuki situasi kritis di mana keduanya sudah mengalami loss of longitudinal separation minima, maka kedua pilot, itu sesuai standar internasional yang berlaku, harus melakukan perintah dari TCAS yang isinya saling berlawanan.

Kecelakaan fatal yang lebih dikenal dengan sebutan Überlingen Disaster ini menggambarkan kejadian yang "complicated" yaitu, konflik antara standar internasional ICAO tentang prosedur TCAS dan instruksi petugas pengendali lalu lintas udara ACC Swis (Swiss Area Control Center) di ruang udara Jerman, yang dialami oleh 2 maskapai dari 2 negara. Sebagian besar korban meninggal adalah kelompok anak-anak berprestasi Rusia yang akan melakukan perjalanan udara untuk berlibur ke Barcelona, Spanyol yang didampingi orang tua dan keluarganya. Pelayanan navigasi penerbangan untuk kedua penerbangan yang pada saat kejadian ini, berada di wilayah kedaulatan negara Jerman namun merupakan tanggungjawab unit kerja dari Area Control Center Swis yang dikelola oleh badan swasta pengelola navigasi udara bernama Skyguide dari negara Swiss. Sedang kedua pesawat yang mengalami mid-air collision tersebut masing-masing beregistrasi Rusia dan Bahrain.

Hanya untuk sekedar berandai-andai, mungkin bila kedua pesawat mengikuti "perintah" mesin TCAS secara utuh, kecelakaan fatal tersebut bisa terhindar. Jumlah awak kokpit penerbangan Tu-154 pada saat kejadian itu adalah 3 orang pilot, yang komposisinya terdiri dari 1 orang sebagai kapten pilot duduk di kursi sebelah kiri (captain seat), 1 instruktur pilot, duduk di kursi sebelah kanan (first officer seat) dan 1 co-pilot yang duduk di kursi di tengah belakang captain seat dan first officer seat, yang biasa dipergunakan untuk observer. Sesuai ketentuan otoritas keselamatan penerbangan Rusia, untuk penerbangan dengan tujuan ke Barcelona, kedua awak kokpit harus didampingi oleh seorang instruktur pilot, bila kapten pilot baru 2 kali menerbangi tujuan ini. Barcelona dikenal sebagai bandar udara yang dikelilingi oleh permukaan daratan yang bersifat berpegunungan (mountainous). Kecelakaan fatal itu menjadikan catatan kecelakaan bertabrakan di udara yang paling buruk di ruang udara Eropa sejak Zagreb mid-air collision yang terjadi pada 1976.

Dikutip dari Wikipedia English Version, pasca kejadian yang sangat menyedihkan itu orang tua yang bernama Vitaly Kaloyev seorang arsitek Rusia, yang kehilangan isteri dan 2 anak-anaknya telah menyewa seorang detektif untuk mencari alamat petugas ACC Swis tersebut. Satu tahun setengah setelah kecelakaan fatal itu berlalu, dia mendatangi petugas ACC itu di Swis dan membunuhnya. 5 tahun setelah musibah ini, maskapai Bashkirian Airlines mengakhiri seluruh operasinya.

Untuk memperjelas apa yang dimaksud dengan TCAS dan bagaimana cara kerjanya, ketika ada 2 pesawat yang berpotensi saling bertabrakan ketika mendekat dan saling berhadapan (approaching head-on) dengan jarak ke depan (longitudinal separation)) dan vertikal (di atas dan di bawah pesawat) disajikan gambar berikut.

Di area TA (traffic advisory region) horisontal, pilot akan "diberikan peringatan" secara audio (aural annunciations) oleh alat TCAS tentang adanya traffic atau informasi keberadaan pesawat lain yang bergerak kearah yang berpotensi akan saling menabrak. Pada area RA (resolution advisory region) yaitu area di mana pesawat yang berpotensi tabrakan sudah saling mendekat lagi, pilot harus melakukan tindakan sesuai yang "diinstruksikan" misalnya untuk naik (climb) bila audio peringatan dininya menyebut climb; climb dan pesawat satunya lagi secara otomatis akan diberi "perintah" sebaliknya. Di area RA (RA Region = ruang udara yang berwarna ungu), waktu yang dimiliki oleh kedua pilot yang saling berlawanan arah tersebut sudah sangat singkat dan kritis (dalam hitungan detik = 2,1 nm horisontal = ±25 detik)untuk melakukan manuver penghindaran. Anda dapat membayangkan apa yang dimaksud dengan situasi kritis tersebut, ketika pesawat yang berpotensi bertabrakan, keduanya dalam kecepatan tinggi di fase jelajah (terendah pada saat initial climb ±600km/jam dan tertinggi >900km/jam atau ketika sedang berada di kecepatan jelajah yaitu .8M = subsonic) dengan arah yang saling mendekati atau saling berlawanan. Dalam gambar tersebut juga tergambar region TA (berwarna kuning) dan RA yang menggambarkan jarak antar pesawat dengan batas vertikal yaitu 850 feet dan 600 feet (dalam sumber lain tergambar batas vertikal 1.200 dan 850 feet). Setelah kedua pesawat saling berlalu menjauh, maka "instruksi" dalam bentuk suara tersebut (aural annunciations) akan menyuarakan clear of conflict (TCAS generasi II) dan selanjutnya, instruksi dari petugas ATC harus diikuti kembali. Negara-Negara India, Amerika, Eropa, Brazil dan Australia mempersyaratkan pemasangan TCAS II sebagai ketentuan bersifat mandatory.

Digambarkan juga area TA (TA Region berwarna kuning) dan RA region antar pesawat dengan batas vertikal yaitu 850 feet dan 600 feet. Selama alat TCAS memberikan "instruksi" kepada pilot pesawat akan berbeda dengan instruksi petugas ATC yang dikirim pada saat kejadian. Dengan kata lain instruksi dari ATC agar diabaikan (sementara) oleh pilot sampai posisi kedua pesawat sudah terhindar dari tubrukan. Dalam box terlihat beberapa arti dari instruksi TCAS tersebut. Pasca kejadian bertabrakan di udara antara pesawat Bashkirian Airlines 2937 dengan DHL 611 tersebut, ICAO telah memperbaiki standar dan prosedur dalam pemberian instruksi ATC dengan menerbitkan amandemen yang diberlakukan pada Nopember 2003. Salah satu ketentuan yang dikeluarkan oleh ICAO adalah menegaskan kembali pengabaian instruksi oleh ATC pada saat "instruksi" alat peringatan dini TCAS telah berbunyi, sebagaimana yang disebutkan tadi. Sejak ditetapkannya pemasangan alat TCAS sebagai ketentuan yang bersifat mandatory oleh FAA (Amerika) dan EASA (Eropa) serta beberapa otoritas di dunia, kecelakaan bertabrakan di udara turun secara drastis, bahkan mid-air collision menjadi jenis kecelakaan yang jarang terjadi di dunia. TCAS generasi terakhir sebenarnya sudah masuk ke generasi IV (sejak 1990) dengan mempergunakan transponder Mode-S, namun kemajuan teknologi avionik alat data link ADS-B menjadikan pengembangan TCAS generasi IV ini dibatalkan, seiring diperkenalkannya penggunaan Automatic Dependent Surveillance-Broadcast.

Untuk kasus kedua dalam artikel ini kami tampilkan tabrakan di udara yang paling buruk di dunia, yang memakan korban paling banyak. Kecelakaan fatal ini terjadi di ruang udara Charkhi Dadri, India pada 12 Nopember 1996. Kecelakaan bertabrakan di ruang udara India itu dialami pesawat dari maskapai Saudi Arabian Airlines nomor penerbangan SVA-763 (Delhi ke Dhahran Saudi Arabia) jenis B747-100B dengan pesawat Kazakhstan Airlines nomor penerbangan 1907 (IATA K4-1907/ICAO KZA-1907) jenis Il-96, dari Chimkent, Kazakhstan ke Delhi. Kecelakaan tersebut memakan korban jiwa 349 orang dari kedua pesawat. Dalam tayangan Air Crash Investigation, dinyatakan oleh ketua tim penyelidik kecelakaan dari otoritas India, bahwa penyebab kecelakan fatal di udara itu salah satunya adalah kesalahan dari awak pesawat Kazakhstan Airlines nomor penerbangan 1907. Komposisi awak kokpit K4-1907 terdiri dari pilot, co-pilot ditambah dengan 1 orang flight radio operator. Diperlukannya petugas flight radio operator dalam penerbangan tersebut karena desain kokpit jenis pesawat ini yaitu Ilyushin Il-96 yang awalnya merupakan versi militer yang kemudian dimodifikasi menjadi pesawat komersial sipil. Berikut ini, sekilas kami jelaskan kejadian kecelakaan fatal di udara itu. Kecelakaan ini terjadi karena berkaitan dengan perintah petugas APP (approach controller) India kepada K4-1907 yang tidak dipatuhi sepenuhnya. Pada saat itu, K4-1907 diinstruksikan untuk turun ke ketinggian 15.000 kaki dan maintain, namun K4-1907 terus bergerak turun hingga di bawah ketinggian yang ditetapkan (15.000 kaki), dan terus turun hingga kebawah 14.000 kaki, di mana di ketinggian tersebut merupakan jalur penerbangan Saudia Airlines nomor penerbangan 763. Sebenarnya SVA-763 telah meminta ketinggian yang lebih atas lagi, namun oleh petugas APP supaya dipertahankan lebih dahulu di ketinggian 14.000 kaki (maintain 14.000 feet) untuk sementara, agar berada di separasi vertikal yang selamat (1.000 kaki) dengan K4-1907, dan dipatuhi oleh SVA-763 dengan maintain di 14.000 kaki. Kedua pesawat bertubrukan di udara pada ketinggian 14.000 kaki dengan menimbulkan bunyi ledakan sangat keras dan bola api besar terlihat di udara malam hari menjelang pukul 19.00 waktu setempat (inzet).

Pasca kecelakaan fatal tersebut, Kazakhstan Airlines menghentikan seluruh operasinya dengan alasan bankrupt dan diganti dengan nama Air Kazakhstan yang beroperasi dari 1996 sampai tahun 2004. Besar kemungkinannya, pada kasus kecelakaan fatal di udara ini, kedua pesawat tidak memfungsikan peralatan TCAS nya, atau belum dilengkapi di masing-masing pesawat tersebut. Dalam hal demikian keselamatan kedua pesawat tersebut hanya berdasarkan instruksi pemanduan petugas ACC dan APP saja. Pada masa itu peralatan radar di ACC Delhi, masih terbatas mempergunakan PSR (primary surveillance radar) yang tidak dilengkapi dengan tayangan data nama panggilan, jenis pesawat, ketinggian, separasi longitudinal dan arah pesawat. Pasca kecelakaan fatal tersebut, sejak 31 Desember 1998, Otoritas Penerbangan Sipil India memberlakukan keharusan pemasangan TCAS generasi II untuk semua pesawat komersial yang beroperasi di wilayah ruang udara India, dengan pembatasan bagi pesawat udara sipil komersial dengan jumlah kapasitas terangkut >30 penumpang atau kapasitas maksimum payload 3 ton ke atas. Selain itu peralatan navigasi radar APP yang sebelumnya hanya PSR kemudian diganti dengan perangkat radar modern SSR (secondary surveillance radar), sehingga petugas APP (approach controller) dapat melihat target posisi semua pesawat yang berada di sektor tanggungjawabnya, beserta kelengkapannya seperti ketinggian, kecepatan dan arahnya secara presisi.

Dasar terbentuknya keselamatan adalah kepatuhan dalam melaksanakan semua standar oleh semua pelaku keselamatan seperti pilot pesawat, petugas dan perangkat keselamatan secara utuh, bukan parsial. Bila salah satu pihak seperti yang disebutkan di atas gagal menjalankannya, maka peluang terjadinya keselamatan akan terbuka. Kecelakaan tabrakan antar 2 pesawat udara dalam posisi saling berlawanan arah atau dalam dunia penerbangan dikenal dengan sebutan approaching head-on, saat ini sudah sangat berkurang, atau boleh dikatakan zero mid-air collision. Namun kejadian hampir tubrukan di udara masih menjadi insiden serius yang sering terjadi di beberapa negara hingga sekarang. Pengaturan separasi vertikal dan lateral minima yang selamat dilakukan oleh petugas berkualifikasi ATC dari sebuah badan pengelola Air Navigation Service Provider (ANSP) yang profesional sesuai dengan ketentuan keselamatan berdasarkan SARPs ICAO. Bentuk pelayanan tersebut sangat menentukan tingkat atau kualitas pelayanan Air Traffic Service (ATS) dari sebuah negara.

Berikut ini adalah kasus ketiga yang hanya menjadi sebuah insiden hampir terjadi tubrukan di udara berkat TCAS II. Dalam inzet terlihat rekaman hampir tabrakan di udara terjadi di ruang udara yang dikendalikan oleh otoritas penerbangan sipil India. Ketika itu pada tanggal 28 Januari 2018, sebuah pesawat dari maskapai Emirates (EK-353) yang sedang menjelajah dengan kecepatan mendekati 1.000km/jam (subsonic) di atas ruang udara India dalam penerbangannya dari Singapore ke Dubai mengalami hampir tabrakan di udara karena loss of separations minima dengan pesawat dari maskapai Indigo (6E-334) dengan rute Hyderabad - Raipur (India) yang sedang melakukan penurunan ketinggian. Separasi vertikal 700 kaki dan separasi lateral 1nm antar kedua pesawat pada saat itu sudah termasuk sangat berbahaya. Diharapkan gambar tersebut dapat memperjelas sekilas kejadian yang dimasukkan sebagai kategori insiden serius oleh otoritas penerbangan sipil India. Pada kejadian tersebut disebutkan oleh sumber berita kami, adanya pemberian instruksi yang salah disampaikan oleh petugas ANSP sehingga menjadikan hampir terjadi mid-air collision tersebut. Berkat adanya TCAS, kedua pesawat tersebut saling terhindar dari kecelakaan fatal tersebut dan keduanya akhirnya dapat mendarat dengan selamat di bandar udara tujuannya masing-masing.

Memang Anda tidak mungkin untuk mengetahui secara langsung apakah pesawat yang ditumpangi sudah dilengkapi dengan alat penyelamat ini atau belum, namun, percayakanlah bahwa, pesawat dari maskapai yang memiliki catatan rekor keselamatan yang baik yang diakui oleh masyarakat dunia, dipastikan telah dilengkapi TCAS generasi lanjut. TCAS termasuk salah satu perangkat surveillance yang wajib terpasang di pesawat, dan tentunya serviceable, sesuai dengan MEL (Minimum Equipment List) dari masing-masing pesawat. Untuk bangsaku, bangsa yang cerdas adalah yang memiliki kepedulian terhadap keselamatan. Selamat terbang yang selamat dengan maskapai yang baik atau terbaik keselamatannya, bukan yang lain. Banyak tips kami dalam artikel di website ini bagaimana mendapatkan maskapai yang baik keselamatannya.

Sumber: AVH News, ASN, Wikipedia English Version dan Air Crash Investigation NatGeo.


Melanggar Sterile Cockpit Membawa Petaka

Prakata dari kami : Artikel berikut disusun, setelah membaca laporan penyelidikan kecelakaan pesawat nomor NTSB/AAR-10/01 PB2010-910401 dari badan nasional penyelidik kecelakaan transportasi federal Amerika yang berstatus independen (NTSB = National Transportation Safety Board). Di samping itu, tulisan inipun didukung oleh tayangan film serial TV Air Crash Investigation dari Nat Geo yang telah kami pirsa. Dari kedua sumber itulah sekurang-kurangnya yang mendorong kami untuk menyajikan pencerahan ini untuk para pembaca setia kami. Sterile Cockpit diperkenalkan oleh FAA sejak 1981 adalah aturan yang wajib untuk ditaati oleh awak kokpit agar penerbangan menjadi selamat di sepanjang perjalanannya. Badan keselamatan penerbangan sipil Eropa (EASA) menyebutnya sebagai Sterile Flight Deck Procedures. Prosedur ini kemudian diikuti oleh banyak negara di dunia. Prosedur ini memiliki fokus tindakan yang harus dilakukan oleh awak kokpit terutama pada fase kritis yaitu pendaratan dan lepas landas. Tragedi atau malapetaka dari sebuah maskapai yang beroperasi di bawah otoritas paling ketat di dunia ini merupakan kecelakaan fatal yang akhirnya dapat mempengaruhi otoritas penerbangan tersebut dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya setelah banyak pihak melakukan tuntutan. Presiden Barack Obama juga turut memberikan perhatian khusus terhadap kecelakaan fatal ini. Anda perlu untuk membacanya agar dapat turut berperanserta dalam mengawasi semua tindakan awak pesawat demi keselamatan.

Selain pelanggaran terhadap prosedur sterile cockpit yang terjadi di maskapai Amerika dalam artikel di bawah ini, kecelakaan fatal akibat pelanggaran aturan sterile kokpit juga terjadi di sebuah maskapai besar dan terkenal dari sebuah negara yang terletak di benua Eurasia (Eropa & Asia). Pesawat yang masih dengan registrasi Prancis, namun dioperasikan oleh maskapai tersebut yang bukan dari Prancis, sedang berada di fase jelajah enroute pada ketinggian 30.000kaki. Ketika itu, pilot in flying membawa masuk 1 anak perempuan dan 1 anak lelakinya kedalam kabin kokpit, sehingga mengakibatkan penerbangan reguler pertama maskapai ini dengan pesawat baru tersebut mengalami gangguan kehilangan kendali (LOC-I), dan terjadilah kecelakaan fatal yang menyedihkan. Kejadian sebenarnya (true story) kecelakaan maskapai dengan nomor penerbangan 593 tersebut telah ditayangkan dalam serial film MAYDAY dengan judul Kid in the Cockpit. Dalam kecelakaan tersebut seluruh penumpang + awak pesawat jenis A310-300 yang berjumlah 75 orang tewas. Beberapa film seri yang diproduksi Cineflix Media Inc ini banyak menggugah kami untuk berbagi dengan Anda. Cineflix Media Inc. adalah sebuah perusahaan pembuat film yang berlokasi di Montreal, QC Kanada.

Kami sisipkan pula pengalaman unik setelah kami melakukan 4 x peninjauan/pengawasan mendadak ke kokpit pesawat yang terdiri dari 3x di jalur domestik dan 1x di jalur internasional LAX-HNL-BIK-DPS-CGK. Ada pengalaman unik kami ketika dalam penerbangan domestik SUB-CGK tersebut. Anda perlu untuk membaca artikel ini agar dapat turut berperanserta dalam mengawasi semua tindakan awak pesawat yang tidak sesuai dengan ketentuan, demi keselamatan. Have a nice reading....


Ketika seorang penumpang pesawat dari sebuah maskapai domestik di negeri kita, "menulis laporan pengalaman" dalam akun facebooknya (pada bulan Mei 2017), tentang kejadian yang dianggapnya sebagai sebuah pelanggaran terhadap standar keselamatan, yaitu ketika dia melihat dalam penerbangannya, pilot mengizinkan penumpang yang terdiri dari seorang ibu beserta seorang anaknya masuk kedalam kokpit pada saat penerbangan. Tindakan penumpang yang menulis "laporan" itu adalah tindakan yang dapat dimasukkan kedalam bentuk budaya pelaporan dari "safety culture" dan patut untuk mendapat apresiasi. Sedangkan, diizinkannya orang yang bukan petugas, inspektur atau pengawas keselamatan masuk kedalam kokpit pesawat oleh pilot, adalah sebuah pelanggaran terhadap ketentuan "Sterile Cockpit". Kejadian ini membuktikan bahwa penerapan dan pengawasan SMS (safety management system) belum dilaksanakan dengan baik di maskapai ini.

Prosedur Sterile Cockpit, intinya adalah berisi pelarangan terhadap awak kokpit apabila melakukan berbagai macam tindakan dan perilaku yang bukan untuk keselamatan penerbangan pada setiap fase terbang, terutama ketika sedang berada di fase kritis. Ucapan dan sikap pada fase kritis tersebut hanya diperkenankan untuk hal-hal teknis operasional yang terkait dengan proses pendekatan, pendaratan dan lepas landas yang sudah ditetapkan sesuai prosedur standar operasi. Dalam hal ini kapten pilot sebagai otoritas yang bertanggungjawab terhadap pelaksanaannya. Tidak ada satu perintahpun dari kapten pilot yang mengarah kepada hal-hal atau tugas-tugas yang tidak terkait dengan proses pendaratan atau lepas landas (non-essential duties). Tindakan seperti makan, bercanda, bernyanyi, membaca publikasi yang tidak terkait dengan tugasnya dan sejenis lainnya, dilarang untuk dilakukan. Aturan ini berlaku ketika pesawat sedang dalam posisi: taxi, take-off, landing dan bentuk operasional lainnya ketika pesawat masih berada di bawah ketinggian 10.000kaki. Sebuah maskapai dari Australia yang termasuk terbaik keselamatannya di dunia, telah membuat poster fase steril flight deck. Inilah gambar tersebut:

Di dalam poster tersebut, terlihat batas waktu tidak diperkenankannya percakapan melalui komunikasi radio antara pilot dengan petugas ATS, baik pada saat lepas landas maupun pendaratan. Fase itu ditandai dengan warna merah bertulisan (No Contact). Terlihat No Contact terjadi ketika pesawat mulai lepas landas sampai roda pesawat dimasukkan kembali (landing gear up) pada proses lepas landas sedangkan pada fase pendaratan dimulai dari roda pendarat dikeluarkan dari perut pesawat (landing gear down) sampai pesawat berhenti di runway setelah proses pendaratan. Sterile Flight Deck berkomunikasi pada posisi lepas landas atau on final dapat diabaikan, bila ada hal-hal berbahaya lain yang harus disampaikan menyangkut keselamatan pendaratan atau lepas landas. Menurut beberapa sumber, waktu berlakunya prosedur inipun relatif singkat yaitu hanya memakan waktu antara 15-20 menit dari seluruh rangkaian waktu penerbangan. Total waktu penerbangan dimaksud adalah mulai dari pesawat bergerak dari tempat parkir bandar udara keberangkatan sampai dengan berhenti parkir di bandar udara tujuan. Total waktu ini dikenal pula dengan istilah gate to gate. Sebagian besar waktu sebuah penerbangan berada di segmen jelajah.

Pelanggaran yang berakibat kecelakaan terhadap prosedur di kokpit itu telah banyak terbukti dan harus menjadi sebuah peringatan serius bagi para aviator di dunia. Salah satu pesawat nahas dalam artikel ini adalah buatan pabrik pesawat Bombardier Ltd. Kanada. Pesawat ini termasuk jenis pesawat handal dan masih berusia 1 tahun. N200WQ adalah registrasi pesawat bermesin baling-baling (propeller) seri terbaru dari jenis DHC-8-400 yang populer disebut Dash-8. Jenis pesawat ini sudah dikenal lama di negara kita. Pada saat kejadian pesawat N200WQ dikemudikan oleh kapten pilot yang memiliki reputasi baik dengan didampingi oleh seorang co-pilot wanita yang sesaat lagi akan meningkat jenjangnya menjadi kapten. Sepanjang perjalanan dari Liberty Airport, Newark NJ menuju Buffalo, Niagara International Airport, pesawat dari maskapai Colgan Air namun dengan livery di ekor berlogo Continental Express Connection atas dasar kerjasama codeshare agreement itu mengalami penerbangan yang mulus tanpa ada masalah. Sesuai rencana penerbangan, Colgan Air 3407 akan menempuh jarak pendek antara kedua kota tersebut dalam waktu terbang selama 53 menit. Kejadian mulai timbul pada saat pesawat berada di sepanjang jalur ILS. Posisi ini biasa dikenal dengan sebutan on final (beberapa menit lagi akan touch down). Posisi final pesawat pada saat pendekatan terbagi atas long final (sekitar 6,5 - 11,1 km dari ujung landasan = threshold) dan short final atau beberapa meter dari ujung landasan. Di bandar udara yang memiliki sistem alat bantu navigasi pendaratan (ILS = instrument landing system), pesawat mendarat akan melalui "garis lurus yang sangat akurat atau presisi" berdasarkan pancaran alat navigasi tetap Outer Marker (terjauh dari ujung landasan), kemudian Middle Marker & Inner Marker (terdekat dengan ujung landasan atau threshold) dan selanjutnya roda pesawat pendarat utama menyentuh landasan di touch down zone. Lihat gambar di bawah ini:

Sekilas memperhatikan semua proses persiapan untuk pendaratan memang diawali dengan tidak ada pelanggaran standar. Kedua pilot nahas tersebut seperti biasanya melakukan prosedur dengan pengucapan check list atas semua kelengkapan pendaratan sesuai dengan standar ketat yang ditetapkan oleh badan penerbangan sipil yang dikenal paling berpengaruh di dunia, FAA. Pengaturan atau setting sudut flap (sirip pesawat) yang akan dipergunakan, kecepatan dan arah yang harus disesuaikan dengan data cuaca yang diterima pilot dari petugas pengendalian lalulintas udara bandar udara internasional Buffalo Niagara hingga co-pilot melakukan eksekusi landing gear down (dikeluarkannya roda pendarat) dari perut pesawat, semuanya berjalan normal, tidak ada kejanggalan. Pada saat kejadian itu dipastikan ILS beroperasi dengan normal tidak ada kesalahan akurasi pancaran sudut jatuh terhadap jalur pendekatan yaitu 3° menuju runway 23.

Beberapa saat setelah melaporkan posisi dan ketinggian kepada petugas pengendalian pendekatan (Approach Control) pesawat mulai diizinkan untuk turun ke ketinggian 2.300 kaki, dan diinstruksikan untuk segera berhubungan dengan petugas tower Buffalo. Ketinggian di bawah 2.300 kaki merupakan wilayah tanggungjawab tower Buffalo. Namun, petugas tower Buffalo, tidak sempat untuk berkomunikasi dengan pesawat nahas tersebut karena komunikasi percakapan dengan petugas Approach sebelumnya adalah merupakan percakapan yang terakhir dari pesawat tersebut. Apa yang terjadi?. Beberapa saat setelah berkomunikasi dengan petugas Approach Control, manuver pesawat secara tiba-tiba tidak dapat dikendalikan (loss of control in approach position).

Terlihat dalam animasi yang dibuat oleh NTSB untuk public hearing, arah hidung pesawat menaik keatas secara tajam kemudian berguling ke kanan dan kembali ke kiri dan kemudian bergerak terbalik dengan posisi perut pesawat menghadap keatas sebelum akhirnya menukik tajam menghantam sebuah rumah penduduk di kawasan hunian padat di jalan Long Rd yang berjarak hanya 5Nm dari bandar udara. Mungkin bila kejadian tersebut masih di ketinggian yang cukup, pilot pesawat akan dapat melakukan tindakan recovery menjadi stabil kembali, namun karena kejadian ini sudah terjadi di ketinggian rendah (1.000 kaki), pesawat tidak dapat terkendali lagi.

Dalam tayangan film Air Crash Investigation di gambarkan secara jelas pergerakan pesawat tersebut oleng ke kanan dan ke kiri kemudian memutar berbalik arah 180° dengan posisi terbalik bahkan dengan perut pesawat menghadap ke atas. Terlihat dalam detik-detik terakhir, pilot berusaha untuk menormalkan kembali posisinya setelah terbalik tersebut namun gagal karena ketinggian pesawat sudah terlalu rendah. Badan pesawat akhirnya menukik dan menghantam sebuah rumah di kawasan hunian padat di Long Road pada 12 Februari 2009 pukul 22.16 waktu setempat. Inilah gambar animasi resmi dari NTSB, bagaimana posisi pesawat N200WQ menukik pada detik-detik terakhir sebelum stall dan kemudian jatuh terhempas.

Kecelakaan ini memang sulit untuk dipercaya, mengingat kejadiannya datang secara mendadak dan dapat dialami negara yang memiliki standar keselamatan sangat ketat oleh sebuah pesawat baru yang handal dari sebuah maskapai regional yang memiliki rekam jejak keselamatan yang baik dan diawaki oleh pilot yang termasuk memiliki reputasi baik dapat terjadi dengan bentuk manuver semacam itu. Selain itu kejadian ini terjadi dengan berbagai manuver pergerakan pesawat yang oleng dan terbalik di waktu hanya beberapa menit lagi sebelum mendarat. ICAO menyebutkan manuver demikian dengan singkatan LOC-I ( loss of control in-flight), yaitu kondisi pesawat yang samasekali tidak dapat dikendalikan lagi oleh pilot.

Kecelakaan fatal yang terjadi pada 12 Februari 2009 di lokasi area pendekatan itu hanya berjarak kurang dari 6km dari ujung landasan bandar udara Buffalo, Niagara dan menewaskan 50 jiwa (49 PoB dan 1 orang penghuni rumah di jalan Long Rd, Clarence Center, New York). Kondisi pesawat hancur terbakar. Pada 2 Februari 2010 NTSB telah menerbitkan Aircraft Accident Report setebal lebih dari 285 halaman. Ada sebanyak 46 temuan (finding) , dalam laporan tersebut. Kami hanya mengambil beberapa temuan yang sangat terkait saja. Dinyatakan dalam temuan tersebut: kinerja awak kokpit, pesawat dan petugas pengendali lalulintas udara dalam keadaan memenuhi syarat prosedur standar operasi (SOP). Namun, disebutkan pula dalam temuan tersebut bahwa pilot tidak dapat melaksanakan secara benar pengendalian pesawat untuk dapat kembali ke posisi yang seharusnya (stabil). Dinyatakan pula oleh NTSB bahwa dalam kondisi demikian (di ketinggian rendah, kecepatan rendah dan di posisi on final) kecelakaan semacam ini tidak dapat teratasi (not survivable). The National Transportation Safety Board menyatakan bahwa faktor kemungkinan penyebab kecelakaan ini adalah tindakan respon kapten yang tidak benar dalam menggerakkan stir kendali yang justru memicu anjlok nya pesawat (aerodynamic stall) ditambah dengan manuver pegerakan pesawat selanjutnya yang tidak dapat dikendalikan lagi oleh para awak kokpit tersebut hingga akhirnya pesawat jatuh terhempas.

Ada 4 hal yang menjadikan kecelakaan tersebut terjadi yaitu:

  1. Kegagalan awak kokpit dalam memonitor indikator kecepatan pesawat dalam kaitannya dengan posisi pesawat yang menaik ketika ada isyarat kecepatan rendah;
  2. Kegagalan (pelanggaran) awak kokpit dalam mematuhi prosedure Sterile Cockpit;
  3. Kegagalan kapten pilot melaksanakan penerbangan yang efektif;
  4. Ketidakcukupan prosedur dari maskapai ini dalam pelaksanaan tentang airspeed ketika melakukan proses pendekatan pada saat kondisi cuaca sedang mengalami icing.

Dari ke-4 contributing factors tersebut, salah satunya adalah dilanggarnya prosedur sterile cockpit oleh awak kokpit. Prosedur ini pertama kali diperkenalkan oleh FAA pada 1981 melalui aturan US FAR 121.542 dan FAR 135.100. Aturan itu diperuntukkan bagi crew members yang berdasarkan FAR 121 Schedule Air Carriers dan FAR 135 Commercial Air Carriers. Prosedur itu senantiasa harus selalu dipatuhi selama bertugas di kokpit agar fokus terhadap persiapan sebuah proses pendaratan atau lepas landas yang selamat.

Dalam penyelidikan, terdengar rekaman VCR (voice cockpit recoder dan FDR = flight data recorder adalah isi dari blackbox), kedua awak kokpit tersebut beberapa kali terlibat dalam pembicaraan bukan proses pendaratan namun masalah lain terkait tentang jenjang karir co-pilot dan penghasilan yang akan diperoleh kelak. Pembicaraan itu berlangsung beberapa kali pada saat fase kritis, sehingga menjadikan kapten pilot tidak fokus untuk menggerakan stick kearah yang benar. Karena arah pergerakan stick shake yang salah menjadikan pesawat jatuh terhempas pada saat ketinggiannya sudah sangat rendah yaitu di bawah 2.300kaki. Pada posisi ini kendali pesawat dengan autopilot telah dimatikan dan diganti dengan manual. Pada detik-detik terakhir pukul 22:16, terekam suara menguap, mengomel dan pukulan keras dari salah satu pilot. Pada pukul 22:16:52 terdengar suara jeritan yang mengakhiri rekaman CVR tersebut. Memang masalah fatique juga merupakan salah satu pernyataan yang disebutkan dalam laporan NTSB. Berbagai publikasi di Amerika mengungkap banyak masalah dibalik kecelakaan ini, menjadikan keterbukaan akan kecelakaan fatal terburuk ini. Pasca kecelakaan ini, muncul tuntutan dari para keluarga korban yang meminta perbaikan standar keselamatan terkait dengan kinerja pilot dari maskapai tersebut. Tuntutan tersebut akhirnya dipenuhi oleh otoritas penerbangan federal, berujung diperbaikinya beberapa regulasi terkait dengan pilot error tersebut.

Prosedur steril cockpit memang tidak sepenuhnya akan dapat diketahui oleh penumpang, karena lebih banyak terjadi di dalam ruang yang tertutup dan hanya dilakukan oleh para awak pesawat yang duduk di kabin pilot. Biasanya para penumpang yang duduk di barisan depan akan dapat melihat atau mendengar sekali waktu tindakan atau perilaku apa yang dilakukan oleh awak kokpit pada saat pintu pesawat sedang terbuka sesaat, atau ketika pilot sedang berada di luar ruang kemudi (ketika sedang ke toilet). Tindakan atau perilaku seperti berteriak-teriak, menyanyi diiringi gerakan di kursi pilot di saat fase kritis tidak dibenarkan. Bila Anda sebagai penumpang masih memungkinkan untuk melihat pilot naik tangga menuju ke pesawat dan duduk di kabin kokpit, maka bentuk pengawasan dengan melihat gerakan atau perilaku mereka dapat dijadikan penilaian sesaat apakah mereka fit atau unfit untuk melakukan tugasnya. Juga bila Anda melihat ada tindakan atau perilaku tidak senonoh selama penerbangan itupun dapat dijadikan alasan adanya ketidakpatuhan sikap profesional awak pesawat. Bila terlihat dan tercium asap rokok yang keluar dari ruang kemudi, hal tersebut patut untuk ditegur melalui awak kabin. Merokok dilarang di sepanjang penerbangan. Untuk diketahui, pengawasan di negara yang memiliki otoritas keselamatan terbaik sekalipun, tugas tersebut belum cukup untuk dipercayakan sepenuhnya kepada otoritasnya, namun tetap membutuhkan keterlibatan atau peran serta masyarakat.

Pilot memang seorang manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan, namun dalam fase kritis untuk pelanggaran terhadap prosedur sterile cockpit tidak ada kompromi. Apabila ada keraguan dengan kinerja mereka Anda dapat menanyakannya kepada awak kabin (flight attendant) untuk disampaikan kepada kapten pilot sebagai pimpinan perjalanan udara Anda. Pengawasan lainnya yang lebih teliti memang bukan merupakan tugas Anda dan di luar batas kemampuan, maka hal tersebut merupakan tanggungjawab dari maskapai dan otoritas penerbangan. Tindakan Anda sebagai penumpang untuk turut mengawasi pelanggaran awak pesawat dilindungi oleh Undang-Undang.

Pengalaman kami semasa masih bekerja aktif, telah melakukan 4x pengawasan/peninjauan secara tiba-tiba (tanpa pemberitahuan) ke kokpit. Jalur penerbangan yang kami lakukan pengawasan tersebut terdiri dari 3 jalur domestik (CGK-SUB, SUB-CGK) dan 1 internasional (LAX-DPS). Ada pengalaman unik yang kami temukan pada jalur domestik (SUB-CGK), manakala ketika itu kapten pesawat dari sebuah maskapai yang kami tumpangi (maskapai tersebut sudah berhenti beroperasi saat ini), menawarkan kepada kami untuk merokok di kabin kokpit. Ketika itu (2009) peraturan di maskapai itu telah menetapkan bahwa merokok dilarang di semua tempat di pesawat selama penerbangan. Dengan halus kami menolaknya dan yang bersangkutan pun akhirnya tidak merokok di depan kami. Pengalaman yang lain adalah pada 1992, ketika kami mempergunakan maskapai nasional pembawa bendera kita menerbangi rute ke Los Angeles (west coast Amerika) melalui Hawaii mempergunakan jenis pesawat DC-10. Pada kesempatan itu kami menyempatkan untuk mengetahui pelayanan keselamatan penerbangan, pelayanan komunikasi penerbangan yang diberikan oleh petugas Air Traffic Services Biak dan Ujungpandang selama penerbangan di atas samudera Pasifik. Inilah pesawat lawas legendaris nasional kita yang pernah menerbangi secara reguler rute CGK-LAX melalui samudera Pasifik. Pesawat jenis tersebut sudah tidak dipergunakan lagi oleh maskapai ini.
Selamat menikmati penerbangan yang selamat seutuhnya.

Sumber : NTSB, FAA, Nat Geo, AVH News dan Wikipedia English Version

Home


Malapetaka di Bandar Udara Linate

Editorial Note: Pengunjung kami yang setia, perkenankan kami menyampaikan catatan kecil terkait dengan artikel di bawah ini sebelum Anda membaca isi selengkapnya. Tragedi yang sangat menyedihkan yang terjadi beberapa tahun silam ini dialami oleh maskapai yang paling teguh menjalankan standar keselamatan yang menjadikannya sebagai maskapai terbaik dunia hingga saat ini (2020). Walaupun sudah terjadi di waktu silam, namun kami menyatakan bahwa isi artikel ini masih bermanfaat untuk diketahui sebagai bahan pencerahan bagi kita bersama, mengingat kecelakaan runway yang oleh ICAO disebut sebagai runway-related accident ini, masih terjadi. Keterbatasan manusia sebagai pelaku yang terkait dengan kejadian ini, masih berpeluang besar terjadi dan bahkan menjadikan jenis kecelakaan ini bisa terjadi di beberapa bandar udara di dunia termasuk di Indonesia. ICAO masih menempatkan jenis kecelakaan di runway (runway accident terdiri dari runway excursion dan runway incursion) sebagai 3 besar jenis kecelakaan di penerbangan sipil setelah Loss of Control In-flight (LoC-I) dan CFIT (Controlled Flight into Terrain). Urutan ke-1 sampai ke-3 dari 3 besar jenis kecelakaan tersebut ditetapkan berbeda urutannya oleh ICAO, FAA, IATA dan EASA. Kecelakaan CFIT terjadi ketika pilot kehilangan orientasi ("disorientation") dan selanjutnya menabrak permukaan bumi yang tinggi seperti gunung atau lereng pegunungan. Selain itu, bentuk penyajiannya yang dikemas secara lebih terbuka dan profesional kami anggap merupakan hal yang perlu untuk diketahui oleh masyarakat luas. Terimakasih atas kesediaan Anda untuk membacanya....


Pasca tragedi 911 (9/11 = 9 September 2001) di Amerika, rasa ketakutan terbang (fear of flying) yang mendalam bagi pengguna jasa penerbangan sipil terutama di Amerika meningkat tajam jumlahnya. Sebagian besar pemerintahan di dunia yang berjumlah lebih dari 100 Negara di dunia, sempat terguncang, namun tidak larut dalam kesedihan. Melalui badan keamanan nasional beserta otoritas penerbangan sipilnya, segera melakukan langkah-langkah pengamanan bandar udara yang lebih ketat lagi. Berbagai prosedur dan standar baru diterapkan disamping melengkapi dengan fasilitas alat bantu pemindaian berteknologi modern. Di dalam konsep pemikiran para ahli keselamatan dan keamanan penerbangan di dunia demi menyelamatkan jiwa manusia, setiap bentuk kecelakaan atau musibah yang baru, akan segera ditindaklanjuti dan dijadikan sebagai starting point dalam melakukan pencegahan untuk mengatasinya, agar jenis musibah atau kecelakaan tersebut tidak terulang lagi. 1 bulan setelah kejadian tersebut, terjadilah kecelakaan runway di Italia. Sebelum dikeluarkannya hasil penyelidikan resmi dari badan penyelidik kecelakan transportasi Italia (ANSV), pihak otoritas Italia masih sempat menganggap kecelakaan runway yang memakan korban terbanyak (deadliest accident) di negara ini memiliki keterkaitan erat dengan tindakan teroris. Gaung 9/11 memang mendunia, sehingga tindakan pencegahan untuk meningkatkan keamanan di Italia pada saat itu terus diketatkan walaupun lambat laun penyebab sebenarnya tragedi ini mulai terungkap.

Malapetaka bandar udara Linate adalah murni kesalahan manusia (human errors) yang didominasi karena adanya pelanggaran standar keselamatan ICAO. Tragedi ini adalah kejadian tubrukan di landas-pacu bandar udara Linate, Milan Italia antara pesawat komersial dari maskapai SAS (Scandinavian Air System) jenis MD-87 dengan sebuah pesawat bizjet (bisnis jet) jenis Cessna CitationJet 2 (CJ2) beregistrasi Jerman. Kejadian kecelakaan ini diakui oleh pihak otoritas Italia sebagai kecelakaan runway terburuk sepanjang sejarah penerbangan yang pernah terjadi di Italia. Linate adalah bandar udara internasional terpadat kedua di Milan - Italia setelah Malpensa International Airport.

Pesawat jenis MD-87 yang lebih dikenal sebagai DC-9 atau McDonell Douglas DC-9 versi 87 dari maskapai yang hingga saat ini diakui dunia masuk kelompok terbaik keselamatannya yaitu Scandinavian Airlines System (SAS). Pada saat kejadian, pesawat maskapai ini sedang dalam posisi melaju (rolling) akan lepas landas dari landas pacu 36R bandar udara Milano Linate Italia. Di sisi lain pesawat jet private /bizjet jenis Cessna Citation CJ2 registrasi Jerman D-IEVX juga secara bersamaan waktunya, sedang memasuki landas pacu yang sama. Pesawat jet pribadi ini merupakan pesawat yang masih sangat baru, berumur 1 bulan sejak waktu penyerahan dari pabriknya di Wichita, Kansas Amerika. Musibah ini menjadikan kecelakaan terburuk yang tidak dapat dielakkan oleh maskapai ini, yang telah berhasil mempertahankan prestasi keselamatan terbaiknya sejak mulai beroperasi tahun 1946. Maskapai SAS merupakan flag carrier dari 3 negara Nordic yaitu Swedia, Norwegia dan Denmark. Rekor keselamatannya memang luar biasa, tercatat hanya 3 kecelakaan fatal yang dialaminya selama beroperasi 60 tahun, dan kecelakaan ini merupakan yang paling buruk yang terjadi di luar negaranya.

Sinopsis kejadiannya adalah sebagai berikut:

Malapeteka ini terjadi pada hari Senin pagi tanggal 8 Oktober 2001. Pesawat jet pribadi jenis Cessna CitationJet 2 beregistrasi D-IEVX baru mendarat di Linate Airport Milano Italia pukul 06:59/L dari Köln Jerman untuk menjemput 2 orang penumpang yang akan melakukan penerbangan dari Milano Linate Airport, Italia ke Paris Le Bourget. Setelah pendaratan, pesawat Cessna yang dipiloti oleh 2 awak kokpit ini segera menuju ke tempat penjemputan yang berada di West Apron di area General Aviation (parkir pesawat pribadi dan non reguler). Beberapa menit kemudian pesawat D-IEVX parkir di West apron tanpa ada masalah.

Di area parkir North, pesawat SAS DC-9-87 dengan registrasi Swedia yaitu SE-DMA bernomor penerbangan SK686 sedang bersiap untuk mulai melakukan penerbangan regulernya ke Copenhagen di pagi hari yang diselimuti oleh kabut tebal. Pesawat yang bernama badan "Lage Viking" mengawali operasinya dengan mulai berkomunikasi dengan Linate Ground Control melalui frekuensi radio 121.8MHz untuk meminta izin menghidupkan mesin pesawat. Pada pukul 07:41/L, petugas Ground Control memberikan izin untuk menghidupkan mesin (start engines) dan menginformasikan kepada SK686 bahwa sesuai dengan ketentuan, pesawat ini memiliki slot time yaitu waktu yang diberikan oleh otoritas bandar udara kepada maskapai ini untuk proses keberangkatannya, untuk lepas landas sampai dengan pada pukul 08:16/L. Tigabelas menit kemudian, SK686 mendapatkan izin dari Linate Tower melalui frekuensi radio 118.1MHz untuk bergerak (taxi) menuju posisi holding sebelum memasuki posisi lepas landas (line up position) landas pacu 36R (landas pacu 36 Right = sebelah kanan). Linate tower menyampaikan berita instruksi kepada SK686 sebagai berikut: "Scandinavian 686 taxi to the holding position Cat III, QNH 1013 and please call me back entering the main taxiway." Isi berita dari tower Linate tersebut bermakna: pesawat diberi izin bergerak (taxi) untuk mencapai posisi holding dan berhenti sebelum memasuki landas pacu 36R dan memberitahukan kembali kepada tower bila sedang memasuki taxiway yang dipergunakan. Angka 1013 adalah Quebec November Hotel atau QNH yaitu tekanan barometer pada saat itu yang harus dipergunakan dalam altimeter setting setelah lepas landas. Makna Cat III dimaksud menunjukkan kondisi LVO (low visibility operations kategori III) yaitu jarak pandang yang buruk yaitu kurang dari 200m karena kondisi cuaca yang diselimuti oleh kabut tebal disekitar area bandar udara tersebut. Ketentuan operasi pesawat sesuai ICAO Annex 6 Operation of Aircraft, mengharuskan pilot yang mengendalikan pesawat pada saat keadaan jarak pandang semacam ini, harus memiliki kualifikasi atau kemampuan sesuai dengan kondisi Cat III. Selanjutnya, setelah SK686 mencapai posisi holding (sebelum memasuki runway aktif), harus berhenti terlebih dahulu dan segera memberitahu kembali kepada tower.

Di sisi lain di West parking area (apron), beberapa menit kemudian, pilot Cessna D-IEVX, yang saat itu sudah terisi 4 PoB (persons on board), mulai berkomunikasi dengan petugas Ground Control, meminta izin menghidupkan mesin untuk memulai proses penerbangan lanjutan dari Milano Linate Airport ke Le Bourget Paris. Petugas Ground Control memberikan izin untuk menghidupkan mesin pesawat yang segera diikuti dengan instruksi kepada SK686 yang sedang berkomunikasi di frekuensi Ground Control untuk berhubungan dengan petugas tower di frekuensi lain. Sejak saat itu antara pesawat DC-9-87 SK686 dan CitationJet2 D-IEVX tidak lagi berada di frekuensi radio yang sama.

Pada pukul 08:05/L D-IEVX menerima berita izin taxi sebagai berikut: "Delta Victor Xray taxi north via Romeo 5, QNH 1013, call me back at the stop bar of the ... main runway extension.". Sesuai prosedur radiotelephony dari ICAO Annex 10 Vol. II Chapter 5, instruksi itu harus diulang (read back) secara utuh dan benar kemudian diakhiri oleh call sign pesawat yang menerima berita instruksi itu. Pilot D-IEVX melakukan read back sebagai tanda terima atau dikenal sebagai acknowledgement of receipt dengan mengatakan: "Roger via Romeo 5 and ... 1013, and call you back before reaching main runway.".

Walaupun dalam read back pilot D-IEVX menyebutkan secara benar taxiway yang harus dilalui yaitu via Romeo 5 namun kenyataannya ketika pilot D-IEVX berada di titik persimpangan antara jalur hijau ke kiri menuju Romeo 5 dan jalur merah ke kanan menuju ke Romeo 6 (lihat gambar denah pergerakan pesawat di bawah ini), tanpa disadari jalur yang dipilih oleh pesawat Cessna CitationJet2 ini adalah belokan kekanan (merah bukan jalur hijau yang benar) sehingga pesawat berbelok ke Romeo 6 bukan kekiri Romeo 5. Taxiway Romeo 6 adalah jalur langsung menuju titik S4 memasuki runway 36R yang aktif. Petugas tower masih belum menyadari sampai waktu terakhir dan tetap menganggap pesawat D-IEVX sudah sesuai mengikuti instruksinya untuk melakukan taxi melalui twy (taxiway) Romeo 5 (hijau). D-IEVX terus melaju melalui jalur taxi yang tidak semestinya bahkan memotong S4 sampai memasuki runway aktif 36R.

Pada pukul 08:10:12 SK686 melaju dengan kecepatan 140 Kts (140 x 1,852km/jam = 259km/jam) dan roda hidung pesawat mulai terangkat bersamaan ketika pilot pesawat SK686 melihat samar-samar objek pesawat lain yang sedang bergerak melintas di depannya yang ternyata adalah D-IEVX yang memasuki runway 36R melalui Romeo 6. SK686 dengan kecepatan 146Kts (270,5km/jam) terus melaju dan pilot menambah dorongan throttles (menambah power) menjadikan pesawat mengudara selama 12 detik setinggi 35 kaki (11 meter). Berikut ini gambar ilustrasi kejadian di crash point beberapa saat sebelum kedua pesawat bertubrukan.

Ujung sayap kanan SK686 mengalami kerusakan karena menghantam badan pesawat D-IEVX dan roda pendarat utama sebelah kanan terlepas kemudian merusakkan mesin pesawat MD-87 sehingga terlepas dari badan pesawat. Mesin nomor 1 (sebelah kiri) akhirnya mengalami kegagalan fungsi karena kemasukan debris (serpihan) dari roda pendarat utama. Dalam kondisi demikian pilot tidak dapat mengendalikan dan menyelamatkan pesawat yang sudah meluncur dengan cepatnya. Pesawat dari maskapai yang memiliki reputasi terbaik di dunia itu "terpaksa" harus mengalami kecelakaan fatal bukan dinegaranya. Awak pesawat SAS telah berupaya melakukan yang terbaik untuk keselamatan pesawat dan para penumpangnya, namun mengalami kegagalan. Akhirnya SK686, SE-DMA pesawat yang berumur 10 tahun itu jatuh di terusan ujung landasan 36R (extension runway 36R) menghantam luggage hanggar setelah pilot berusaha menyelamatkan pesawat dengan sayap yang rusak dan kedua mesinnya sudah tidak berfungsi dengan baik lagi. Untuk lebih jelasnya kami sajikan di bawah ini layout bandar udara Linate beserta posisi dan jalur pergerakan masing-masing pesawat.

Korban tewas dalam tragedi ini terdiri dari semua penumpang dan awak dari kedua pesawat yang berjumlah 110 (104 penumpang + 6 awak pesawat) dari pesawat SK686 dan 4 (2+2) dari D-IEVX ditambah 4 orang di darat (hanggar) di lokasi jatuhnya pesawat, sehingga total keseluruhan korban tewas menjadi 118 orang.

Laporan Akhir dari ANSV (Agenzia Nazionale per la Sicurezza del Volo)

ANSV (badan penyelidik kecelakaan transportasi Italia) menyelidiki kecelakaan fatal ini sampai keluarnya Laporan Akhir (Final Report) 3 tahun kemudian (Januari 2004). Dalam laporan itu ada 18 hal yang dinyatakan sebagai faktor penyebab. Berikut ini kami kutip hanya 8 faktor penyebab tersebut sebagai berikut:

  • Jarak pandang pada saat kejadian terus memburuk hingga mencapai 50-100 meter;
  • Kepadatan traffic sangat sibuk ditambah dengan tidak berfungsinya fasilitas radar pendukung pergerakan di darat (radar permukaan) di saat visibility buruk;
  • Pilot D-IEVX melakukan kesalahan dengan membelokkan pesawat kearah kanan taxiway (Romeo 6), yang seharusnya kearah kiri (Romeo 5) dan memasuki runway 36R tanpa clearance;
  • Penggunaan prosedur berkomunikasi (radiotelephony procedures) tidak mematuhi standar ICAO Annex 10 Vol. II Communication Procedures (non ICAO standard), ditambah dengan selingan penggunaan kombinasi 2 bahasa dalam hubungan komunikasi yaitu Italia dan Inggris;
  • Marka, sign dan tanda lampu bandar udara Linate tidak memenuhi persyaratan sesuai dengan standar ICAO Annex 14 Aerodromes;
  • Petugas tower tidak menyadari kalau D-IEVX berbelok dan berada di jalur taxiway Romeo 6;
  • LVO yang diberlakukan ENAV (badan pengelola pelayanan navigasi penerbangan Italia) tidak dilaksanakan sesuai persyaratan yang ditetapkan (LVO = low visibility operations);
  • Awak pesawat D-IEVX tidak memenuhi kualifikasi persyaratan beroperasi pada saat LVO Cat III.

Tragedi ini menjadikan rekor kecelakaan yang paling buruk dalam sejarah penerbangan maskapai SAS. Maskapai SAS dimiliki oleh 3 negara dari kelompok Nordic (dahulu dikenal dengan nama Scandinavia) yang terdiri dari negara-negara Swedia, Norwegia dan Denmark. Sejak beroperasinya SAS pada tahun 1946 hingga sekarang, kecelakaan fatal ini merupakan kecelakaan fatal ke-3 sepanjang sejarah bagi maskapai ini dan negara Skandinavia, dan yang paling banyak memakan korban tewas. Demikian pula bagi Italia, kejadian ini merupakan kecelakaan runway (runway incursion bagi D-IEVX yang taxiing, runway excursion bagi SK686 yang taking-off), yang terburuk sepanjang sejarah penerbangan sipil di negara ini.

Laporan Akhir dari ANSV menyatakan bahwa dalam tragedi malapetaka ini terdapat beberapa pelanggaran standar ICAO Annex, yaitu Annex 1 Personel Licencing, Annex 6 Operation of Aircraft, Annex 10 Aeronautical Telecommunications Vol. 2 Communication Procedures dan Annex 14 Aerodromes. Dalam laporan ANSV tersebut, tidak ditemukan pernyataan pelanggaran prosedur dari awak pesawat SE-DMA nomor penerbangan SK686 (dalam kaitannya dengan faktor penyebab terjadinya kecelakaan). Pada 2 Agustus 2005 Prof. Chris Johnson dari Glasgow Accident Analysis Group, Department of Computing Science, University of Glasgow, Scotland telah mempublikasikan telaahan analisa dengan judul "Review of the ANSV Linate Accident Report". Review ini kemudian dijadikan bagian dari Document 4976 yang berjudul "Reassessment of the Linate Accident".

Pasca Kecelakaan Fatal

Setelah dikeluarkannya Final Report dari ANSV, pemerintah Italia melalui pihak terkait seperti otoritas penerbangan sipil Italia atau Ente Nazionale per l'Aviazione Civile, ENAC dan badan pengelola navigasi penerbangan atau ENAV serta ANSV sendiri, segera melengkapi dan memperbaiki prosedur operasi dan semua fasilitas keselamatan bandar udara Linate, antara lain seperti "old" ground radar yang pada saat kejadian tidak berfungsi, kelengkapan marka, lampu dan sign sesuai dengan standar ICAO. Saat ini, ENAV Italy sebagai badan tunggal pengelola navigasi penerbangan, dilengkapi dengan pesawat terbang tera sebagai alat kalibrasi peralatan navigasinya. Pesawat jenis Piaggio P-180 Avanti II yang berteknologi "pusher configuration" ini (karena bermesin baling-baling yang menghadap kearah belakang), dilengkapi instrumen pengukur modern untuk mengukur ketepatan semua alat navigasi yang terpasang di seluruh bandar udara di Italia. Hasil pengukuran semua perangkat navigasi oleh pesawat tersebut kemudian akan dijadikan bahan temuan untuk kembali menstandarkan semua alat navigasi terpasang agar beroperasi secara presisi ketepatannya (reliability). Dalam cuaca buruk, alat navigasi yang tidak reliable dapat mencelakakan pesawat yang akan melakukan pendaratan. Inilah gambar pesawat unik ENAV, buatan Piaggio Aerospace Italia yang juga memiliki divisi untuk memproduksi skuter terkenal di dunia bermerek Vespa:

Beberapa bulan setelah Laporan Akhir yang dikeluarkan ANSV pada 20 Januari 2004, Pengadilan Milano pada 16 April 2004, melalui proses pengadilan telah menjatuhkan vonis hukuman kepada 6 (enam) orang yang dinyatakan bersalah dengan rentang keputusan hukuman antara 6 - 8 tahun penjara. Hukuman penjara dikenakan kepada 2 (dua) pejabat Direktur Linate Airport dan 4 (empat) petugas Air Traffic Control dari ENAV. Namun pada 2006 kedua pejabat Direktur Linate Airport dibebaskan setelah melakukan banding. Petugas ATC memperoleh ampunan dari Pemerintah dan Parlemen Italia dengan pengurangan hukuman penjara menjadi 3 tahun.

(Sumber: ASN, Wikipedia English Versions, Skybrary, ANSV ENAC dan ENAV)

top

Home

USOAP: Program Unggulan ICAO

Penjelasan Bagi Masyarakat Awam

engunjung kami yang setia, pengembangan portal ini melalui tambahan heading baru, sangat dimungkinkan, mengingat terus meningkatnya data pengunjung baru kami, setiap harinya, sehingga mendorong kami untuk membuka jendela pencerahan yang lebih teknis ini. Ruang ini akan kami persiapkan khusus untuk informasi yang berkaitan dengan berbagai topik tentang pilar operasional penerbangan dalam menunjang keselamatan, keteraturan dan kelancaran.

Informasi yang akan kami suguhkan kepada pengunjung kami yang setia di sini adalah tentang program unggulan ICAO dalam pemeringkatan pelaksanaan implementasi SARPs guna mencapai keselamatan penerbangan dunia. Program pengauditan tersebut dikenal dengan nama USOAP (Universal Safety Oversight Audit Programme) yang diberlakukan kepada semua otoritas penerbangan sipil di 189 negara anggota (dari 193 negara anggota). Beberapa otoritas penerbangan sipil yang dalam menjalankan misinya merupakan mitra kerja dengan ICAO, seperti, EASA, FAA Amerika, CAA Inggris dan Airservice Australia, termasuk badan yang diaudit. Masih ingatkah pengunjung sekalian, tentang Pelarangan Terbang Uni Eropa yang diberlakukan terhadap Indonesia beberapa tahun yang lalu?. EASA (European Union Aviation Safety Agency), badan keselamatan penerbangan Uni Eropa, memberlakukan pelarangan tersebut, salah satu acuannya adalah hasil USOAP Indonesia, yang di masa itu oleh EASA, dinyatakan belum mencukupi standar kecukupan. Indonesia berhasil keluar dari pelarangan tersebut sejak 14 Juni 2018 setelah 12 tahun diberlakukan. Isi keputusan itu menyatakan bahwa seluruh maskapai dan operator Indonesia yang berjumlah ±60 sudah memenuhi tingkat keselamatan yang dipersyaratkan EASA dan diizinkan terbang memasuki ruang udara ke-28 negara Uni Eropa (saat ini 27 negara). Keputusan itu menandai keberhasilan nilai USOAP ICAO yang berarti tingkat keselamatan Indonesia diakui oleh Uni Eropa. Itu semua menggambarkan bagaimana berlapisnya ketentuan keselamatan yang diberlakukan dunia.

Kami memasukkan topik tulisan tentang Program ini karena diyakini sangat efektif dan efisien dalam pencapaian target sasarannya yaitu sebagai alat ukur implementasi standar dan rekomendasi dari ketentuan ICAO.

Pada kesempatan ini kami sampaikan bahwa ICAO telah beberapa kali melakukan penilaian ulang kepada otoritas penerbangan Indonesia. ICAO telah melakukan audit 2014, 2016 dan 2017 kepada otoritas Indonesia. Audit 2017 berarti merupakan hasil terakhir yang berlaku (sampai 2022), sebagaimana yang dapat Anda lihat di SAI di bawah ini. Informasi ini kami sampaikan terkait dengan publikasi dari seorang pengamat transportasi yang memberikan publikasi tidak tepat tentang USOAP 2014 di sebuah media nasional beberapa waktu lampau. Tentang luas udara Indonesia yang disebutkan terluas di dunia pun tidaklah tepat. Menurut data dari Wikipedia English Version, luas ruang udara Australia adalah 11% dunia yang berarti lebih luas dari Indonesia. Ada beberapa negara yang luas ruang udaranya melebihi Indonesia yaitu Rusia, China, Amerika (17% dunia) dan Kanada.

USOAP, secara umum dapat diartikan sebagai sebuah program pengawasan keselamatan dari ICAO terhadap semua negara anggota. Program ini terutama ditujukan kepada semua yang terkait dengan kinerja otoritas (baik organisasinya maupun SDM nya) di dalam melakukan pengawasan secara berjenjang dari ketentuan atau standar ICAO sampai ke semua pelaku industri penerbangan yang menjadi obyek pembinaannya. Hasil terkini USOAP bagi otoritas Indonesia, yaitu audit September - Oktober 2017. Belum ada pemutakhiran publikasi dari ICAO untuk hasil audit 2017 tersebut. Menurut beberapa media yang beritanya bersumber dari Otoritas Penerbangan Indonesia, dinyatakan bahwa hasil USOAP 2017 telah menempatkan Indonesia di atas hasil IE USOAP beberapa negara ASEAN seperti Malaysia, Philipine dan Thailand. Hasil tersebut diperoleh berdasarkan nilai USOAP dari 8 area yang diaudit. Nilai rata-rata dunia menjadi sebuah tolok ukur. USOAP dilaksanakan oleh ICAO hanya terhadap otoritas penerbangan sipil beserta seluruh kelengkapannya. Angka tersebut merupakan gambaran nilai efektif atas kinerja yang dilakukan oleh otoritas kita dalam melaksanakan semua standar dan rekomendasi yang dikeluarkan oleh ICAO. Hasil inilah yang kemudian dijadikan dasar oleh Uni Eropa dan FAA serta badan-badan audit dunia lainnya dalam melakukan penilaian atas keselamatan maskapai khususnya dan penerbangan negara kita pada umumnya. Nilai progress validasi belum dipublikasikan oleh ICAO. Setiap negara akan menghadapi elemen kritis (CE) dalam melakukan USOAP dan berbeda satu dengan lainnya. Inilah 8 Elemen Kritis yang ditemukenali ICAO

Sebenarnya, sebagai pengguna jasa transportasi udara (penumpang pesawat udara), Anda perlu untuk mengetahui dengan jelas apakah keselamatan di Indonesia itu sudah diwujudkan dengan seutuhnya. Untuk mengetahuinya, salah satu alat pengukur itu adalah hasil (result) program audit keselamatan ini, yang memang oleh ICAO di publikasikan secara transparan. Untuk itu Anda dapat mengaksesnya hasil USOAP yang masih valid dari setiap negara di dunia, melalui tautan yang ada di bawah ini. Publikasi itu melampirkan semua hasilnya yang dapat dilihat secara transparan, interaktif dan lengkap bahkan dapat untuk diperbandingkan dengan negara-negara lain yang Anda inginkan. Sajian hasil USOAP tersebut terus dimutakhirkan dan dibuat dalam bentuk grafik balok berwarna yang menarik dan jelas. Untuk keabsahan informasi tersebut kami persilakan Anda mengunjungi website resmi ICAO tersebut secara langsung yang dapat di click melalui SAI ICAO (Safety Audit Information) di paragraf akhir artikel ini.

Happy Reading.


agi masyarakat dunia saat ini, transportasi udara masih diakui, sebagai alat transportasi yang memiliki keunggulan, utamanya dalam hal kecepatan, keselamatan dan kenyamanan. Pengakuan masyarakat dunia itu seiring dengan pertumbuhan jumlah penumpang terangkut yang secara kontinyu terus meningkat di seluruh dunia. Pada tahun 2018 (menurut data World Bank dan ICAO), jumlah penumpang terangkut dan selamat sudah mencapai 4,2 miliar orang. Jumlah penumpang sebanyak itu diangkut dalam 37,8 juta pergerakan pesawat = aircraft movements (1 aircraft movement = 1 flight cycles = 1 x lepas landas dan 1 x pendaratan). Sedangkan jumlah barang (cargo) terangkut di sepanjang tahun itu adalah 212,8 juta ton-km.

Di penerbangan sipil, salah satu bentuk pengawasan yang paling efektif adalah melalui aspek pemeriksaan (audit) global terhadap CNS-ATM (Communications, Navigation dan Surveillance-Air Traffic Management) yang diwajibkan oleh ICAO dalam memenuhi syarat untuk mencapai tingkat keselamatan dunia. Alur pengawasan global dimulai dari organisasi sentral penerbangan sipil yakni ICAO. Konvensi Chicago yang ditandatangani pada 7 Desember 1944 mengamanahkan terbentuknya sebuah organisasi yang menangani penerbangan sipil dunia. Walaupun belum semua negara di dunia yang terlibat langsung (pada saat itu ditandatangani oleh 52 negara) atau founding states pada saat pembentukannya, namun gema untuk keselamatan dan keteraturan yang merupakan 2 kata kunci pada saat ICAO akan mulai dibentuk telah menjadikan kekuatan pemersatu dari Negara-negara lain yang kemudian turut untuk menandatangani keputusan Konvensi tersebut. Sampai dengan tahun 2013, Konvensi Chicago telah diratifikasi oleh 193 negara.

Visi dan Misi ICAO seperti yang dapat dibaca dalam Tahukah Anda Bahwa, ...., menyebutkan bahwa (sampai saat ini) keselamatan tetap menjadi awal kata kunci yang harus selalu ditingkatkan, diawasi, dijaga dan dipublikasikan (sebagai pencerahan) kepada masyarakat dunia.

Dalam perjalanan sejarahnya bentuk keselamatan selalu berdampingan dengan bentuk kecelakaan pesawat terbang. Bicara tentang keselamatan harus dipelajari secara mendalam terlebih dahulu faktor apa saja yang menjadi latarbelakang sebuah kecelakaan. Beberapa data statistik yang kami informasikan melalui portal ini berasal dari berbagai sumber yang sangat akurat, walaupun masih banyak negara atau otoritas penerbangan yang enggan memberikan laporannya kepada umum. Badan investigasi kecelakaan di beberapa negara merupakan badan independen yang dapat membuka tabir penyebab sebuah kecelakaan tanpa dapat diperdebatkan kembali. Pengawasan global adalah sebuah bentuk aktivitas yang berupa pemeriksaan (auditing) terhadap badan yang berwenang dalam mengawasi operasional penerbangan di sebuah negara.

ICAO memulai program audit global yang dikenal dengan program USOAP ini sejak tahun 1999 berpedoman kepada SARPs Annex 1- Personnel Licensing, Annex 6 - Operation of Aircraft and Annex 8 - Airworthiness of Aircraft. Kemudian pada Sidang Umum (General Assembly) ke 36 melalui proposal Resolution nomor 35-6 pada tahun 2005 lingkupnya diperluas. USOAP dengan sistem baru disebut USOAP/Comprehensive System Approach, diperluas kepada Annexes lain (dari 19 Annexes 17 Annexes yang dijadikan referensi) yang terkait dengan keselamatan (kecuali Annex 9 - Facilitation dan Annex 17-Security). Pada sistem yang lebih komprehensif ini Annex yang terkait menjadi : Annex 1 - Personnel Licensing, Annex 6 - Operation of Aircraft, Annex 8 - Airworthiness of Aircraft, Annex 11 - Air Traffic Services, Annex 13 - Aircraft Accident and Incident Investigation and Annex 14 - Aerodromes.

Program audit ICAO ini terdiri dari 3 (tiga) fase yaitu Pre-Audit, On-Site, dan Post-Audit. Fase pertama adalah fase pengisian formulir yang disebut State Aviation Action Questionnaire (SAAQ) dan Compliance Checklists (CCs). Fase berikutnya adalah kunjungan oleh tim dari ICAO untuk melakukan audit berdasarkan isian yang telah dilakukan oleh otoritas pada fase pertama dan tindakan apa yang harus dilakukan sebagai langkah perbaikan. Fase ketiga merupakan fase validasi melakukan tindakan koreksi yang dilakukan oleh otoritas.

Proses USOAP dalam pelaksanaannya memiliki total hingga mencapai ribuan kuesioner. Kuesioner sebanyak itu harus dijawab oleh pejabat/petugas/pelaku terkait dengan area nya masing-masing. Diharapkan dengan menjawab secara benar, kuesioner tersebut, finding issues bisa ditemukan dan diatasi. USOAP pada dasarnya adalah audit pengawasan keselamatan penerbangan untuk mengidentifikasi temuan masalah atau kekurangan dan mendorong penyelesaiannya oleh otoritas penerbangan negara itu sendiri. Dalam pelaksanaannya ada 8 (delapan) areas yang diaudit dalam USOAP, yaitu:

  • Perundang-undangan (Legislation).

    Peraturan yang diberlakukan sebagai payung hukum oleh sebuah otoritas atau kewenangan yang diemban oleh sebuah negara sangat penting. Dari sinilah semua aktivitas penegakan hukum mulai diberlakukan. Dengan dasar semua referensi dari ICAO baik berupa Annex sebagaimana disebutkan di atas, sebuah otoritas membuat perangkat hukum berbentuk Undang-Undang (perangkat hukum tertinggi) serta aturan-aturan lainnya yang akan menjadi dasar bagi semua aturan dan standar serta prosedur yang berkaitan dengan pengoperasian pesawat dalam sebuah penerbangan yang akan diberlakukan oleh sebuah negara. Aturan yang dibuat oleh setiap negara, termasuk Indonesia harus bersifat internasional, seamless dan borderless. Aturan yang demikian seragam akan melancarkan setiap operasi penerbangan dari maskapai negara mana saja bila terbang kemana saja di ruang udara di dunia.
  • Organisasi.

    Pengauditan di area ini untuk mengetahui sampai sejauh mana struktur organisasi yang berlaku di sebuah negara anggota yang diaudit apakah dapat menunjang atau mendukung program kerja pemerintah dalam melaksanakan tanggungjawabnya, atau terdapat duplikasi antar satu unit kerja dengan yang lain, atau belum dibentuk sama sekali atau bahkan bertentangan dengan referensi SARPs. Ditempat ini faktor profesionalisme mendominasi sebuah organisasi yang bersifat teknis . Penempatan orang yang tepat, ahli, berpengalaman juga turut menjadi pertimbangan dasar sebelum memasuki ranah operasional. Artinya pembuatan wadah yang benar dan sesuai dengan profesionalisme akan berdampak tingkat efisiensi dan efektifitas organisasi tersebut minimal sudah sesuai dengan rata-rata nilai dunia. Bentuk organisasi yang dibentuk harus memprioritaskan keselamatan.
  • Lisensi (Licensing).

    Lisensi menjadi sangat penting pada saat pemberian pengakuan pendelegasian kewenangan kepada seseorang untuk bertugas sesuai dengan skill atau keahliannya. Pelaksanaan aturan dalam Undang-Undang dan peraturan lainnya yang terkait, tidak akan mencapai sasaran yang efektif apabila pemberian lisensi atau kompetensi tidak diberlakukan dengan prosedur yang benar. Lisensi hanya dapat dimiliki oleh seseorang yang sudah memenuhi syarat dengan diperoleh terlebih dahulu melalui kursus pelatihan (training) di kelas, ujian praktek di lapangan, simulasi atau ujian tertulis. Proses untuk mendapatkan lisensi atau surat tanda kecakapan atau kompetensi tersebut semata-mata agar seseorang dapat melakukan semua pekerjaannya dengan profesional dan sebaik-baiknya sesuai dengan aturan yang berlaku. Ini adalah awal pihak otoritas (pemerintah) melakukan hubungan atau interaksi dengan publik secara profesional.

    Namun tidak semua bentuk tugas profesional tersebut yang diberi lisensi, ada pula yang berbentuk sertifikat kompetensi. Semangat luhur Undang-Undang Cipta Kerja telah membentuk beberapa aturan untuk mendapatkan sertifikat kompetensi menjadi lebih ringkas dan berpihak kepada badan lembaga pendidikan (lemdik). Direktorat Jenderal Perhubungan Udara melalui sebagian direktorat teknisnya sudah mematuhi Undang-Undang Cipta Kerja dengan melakukan berbagai macam peringkasan untuk memperloleh pengakuan yang tadinya berbentuk Lisensi menjadi cukup Sertifikat Kompetensi, tanpa menghilangkan unsur keselamatan dan keamanan penerbangan.
  • Operasi (Operations).

    Audit di aspek operasi merupakan bentuk assessment bagi proses pelaksanaan aturan yang diberlakukan oleh otoritas kepada pelaku keselamatan yang melakukan kegiatan penerbangan seperti Pilot dan Awak Kabin. Pedoman atau acuannya adalah Annex 6 - Operation of Aircraft dan Annex 8 - Airworthiness of Aircraft. Ranah ini merupakan tempat yang paling depan (front liner) dan berisko terhadap terjadinya kegagalan pelaksanaan standar yang mengarah kepada timbulnya sebuah insiden atau kecelakaan. Di ranah ini sangat besar kemungkinan terjadinya pengabaian aturan yang berlaku mengingat pihak pengawas (inspektur) sudah tidak dimungkinkan berada terus menerus di lapangan. Dalam peraturan yang diberlakukan oleh beberapa negara anggota, faktor budaya keselamatan seharusnya sudah diberlakukan, setelah diyakini bahwa faktor ini merupakan alat yang ampuh dalam membentuk keselamatan. Safety culture sebaiknya merupakan budaya yang harus dimiliki terlebih dahulu oleh pihak regulator. Sistem pengawasan berjenjang akan terputus pada saat seorang regulator melakukan kompromi yang tidak sesuai dengan ketentuan atau tidak menerapkan ketentuan yang berlaku.
  • Kelaikudaraan (Airworthiness).

    Ada 2 bidang utama di kegiatan profesional ini, yaitu Kelaikudaraan yang bersifat engineering dan operations. Kedua bagian yang lebih teknis ini merupakan bagian yang terpenting dari sisi performance sebuah pesawat terbang. Operations menyangkut pelaku penerbangannya yaitu Pilot dan semua Awak Pesawat yang terkait. Pihak yang terlibat dalam kegiatan ini harus memiliki latarbelakang keahlian perangkat yang beragam mulai dari komunikasi, listrik, avionic, aerodinamik, desain, airframe, mesin, surveillance dsb. Sebuah maskapai sangat ditentukan oleh adanya pengakuan yang bersifat dunia seperti AOC, Certificate of Airworthiness, Certificate of Registration dsb.
  • Investigasi Kecelakaan.

    Bagian ini merupakan badan resmi yang dapat membuka tabir dan menjelaskan faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab dari sebuah kecelakaan. Di beberapa negara, kemajuan komunikasi media melalui internet menjadikan hasil investigasi baik itu laporan awal atau preliminary report maupun laporan akhir atau final report, dapat dibaca dengan jelas oleh semua orang yang peduli dengan keselamatan tanpa kecuali. Sebagaimana disampaikan dalam setiap pencerahan kami, masyarakat yang merupakan pengguna jasa atau calon pengguna jasa dapat mengetahui penyebab terjadinya sebuah kecelakaan sebagai bentuk untuk mengetahui kinerja maskapai tersebut. Badan ini pula dapat memberikan catatan rekomendasi kepada pihak otoritas (regulator), maskapai atau pabrik pesawat sekiranya ditemukan adanya faktor-faktor penyebab yang terkait dengan sebuah kecelakaan dan merupakan kewenangan dari pihak- pihak tersebut.

    Audit ICAO akan mengarah kepada kualitas SDM, kinerja administrasi, fasilitas utama dan pendukung, sistem pemeriksaan kecelakaan apakah semuanya sudah memenuhi ketentuan dalam Annex 13.

    Untuk laporan yang akan dipublikasikan kepada masyarakat, ICAO memberikan beberapa ketentuan untuk melindungi hasil atau laporan terbuka badan investigasi kecelakaan tersebut, yang dapat dilihat pada 2 paragraf terpisah dalam Annex 13 dibawah ini. Inilah petikan kedua paragraph dari Annex 13 To the Convention on International Civil Aviation, Aircraft Accident and Incident Investigation tersebut:

    The Annex 13 to the Convention on International Civil Aviation, paragraphs 3.1 and 5.4.1, menyebutkan pernyataan sebagai berikut :

    OBJECTIVE OF THE INVESTIGATION
    3.1. The sole objective of the investigation of an accident or incident shall be the prevention of accidents and incidents. It is not the purpose of this activity to apportion blame or liability.

    5.4.1. Recommendation.- Any judicial or administrative proceedings to apportion blame or liability should be separate from any investigation conducted under the provisions of this Annex.

    Kedua paragraf itu menyebutkan bahwa laporan atau hasil investigasi hanya untuk tindakan pencegahan kecelakaan dimasa yang akan datang, dan tidak diperbolehkan untuk dipergunakan sebagai alat pengaduan atau penuntutan ganti rugi (dimuka pengadilan ). Untuk menghindari masalah tersebut diatas , laporan yang dapat dipergunakan oleh pihak-pihak yang melakukan penuntutan atau pengajuan ganti rugi, oleh ICAO direkomendasikan untuk dimasukkan kedalam laporan yang terpisah.
  • Pelayanan Navigasi Udara.

    Dua hal penting dalam pengauditan di bidang ini yakni persyaratan standar alat yang harus memenuhi syarat kelengkapan dan prosedur aplikasinya. Alat yang harus dapat dipertanggungjawabkan kinerjanya harus melalui tahap kalibrasi yang dapat dilakukan oleh pihak otoritas dalam negeri maupun dari luarnegeri. Ketepatan alat yang dipegunakan sebagai ukuran dalam pendaratan presisi harus akurat (reliable). Pihak ATS yang mengoperasikan peralatan yang tidak reliable akan menghasilkan pelaksanaan instruksi yang tidak tepat oleh pesawat terbang dan dapat berakibat fatal. Berbagai alat yang modern sekalipun bila dipergunakan oleh pihak yang tidak memiliki kompetensi yang sesuai dapat berakibat fatal. Prosedur yang dipergunakan dalam berkomunikasi, phraseology yang dipergunakan, struktur pembagian ruang udara dan jam kerja petugas ATS merupakan bagian yang turut diaudit
  • Bandar Udara (Aerodromes).

    Program audit ini mengalami peningkatan menjadi USOAP Comprehensive System Approach sejak tahun 2005. Sistem baru ini memberlakuan perluasan wilayah audit untuk Aerodrome (bandar udara). Berbagai elemen kritis dalam pengelolaan sebuah bandar udara akan diaudit secara cermat dan menyeluruh. Salah satunya adalah, kondisi friksi (kekesatan) permukaan, terutama di titik landas pendaratan (touchdown point) yang keadaannya menjadi licin karena diakibatkan oleh pengaruh sedimen (endapan) bekas karet roda pendarat utama (main wheels/landing gears). Landasan yang buruk kondisinya, akan beresiko tinggi terjadinya kecelakan yang dikenal dengan sebutan (runway excursion), seperti kebablasan (overrun), tergelincir (skidding) dan menyimpang keluar dari jalur (veering). Kondisi permukaan landasan akan mengalami berbagai kendala terutama pada saat musim hujan yang akan membuat terjadinya genangan air dan licin ( wet runway). Data terakhir dari ICAO, dan IATA menyatakan bahwa, kecelakaan di sekitar landasan (runway excursion) menempati posisi 3 terbanyak dari bentuk kecelakaan pesawat di dunia setelah jenis kecelakaan Loss Control In-Flight dan Controlled Flight Into Terrain (CFIT). Audit di ranah ini juga menyangkut tentang gangguan burung (bird strike) disekitar bandar udara. Di sisi lain, bandar udara juga merupakan sebuah unit usaha yang memberikan bentuk pelayanan kepada publik. Di beberapa negara, sebuah bandar udara dapat menjadi unit usaha yang lebih mengarah kepada bentuk bisnis, mengingat pengelola bandar udara dibatasi untuk tidak sepenuhnya menangani teknis operasional pelayanan pesawat terbang. Keadaan ini dimungkinkan karena begitu kuatnya pengaruh aspek persaingan bisnis dalam pengelolaan bandar udara.

    Untuk operasional bandar udara, faktor keamanan merupakan hal yang paling penting, rawan dan krusial. Penanganan keadaan darurat di bandar udara (Airport Emergency Planning) adalah sebagian area yang diaudit. Umumnya tindakan kekerasan atau melawan hukum terhadap keamanan operasi penerbangan dapat dicegah melalui pintu pemeriksaan (security check point) di bandar udara. Untuk menghindari terjadinya tindak kekerasan di pesawat terbang, berbagai macam bentuk tindakan berjaga-jaga (preventif) dan penanggulangan seharusnya dimulai dari titik ini.

Audit USOAP mencakup penilaian sampai seefektif mana implementasi pelaksanaan SARPs ICAO (Standards and Recommended Practices) terhadap faktor keselamatan. Sebagai patokannya adalah nilai implementasi efektif (Effective Implementation = EI) rata-rata dunia. Nilai ini dapat dijadikan sebagai cermin keberhasilan sebuah negara dalam melaksanakan SARPs yang pada gilirannya adalah juga menggambarkan tingkat keselamatan semua industri yang di bawah pengawasan negara terkait (otoritas penerbangan sipil). Nilai implementasi efektif harus di atas nilai rata-rata dunia yang terus berubah meningkat sejalan dengan peningkatan kinerja otoritas sebuah negara setelah melakukan perbaikan. Nah, tentunya sekarang kita sudah mengerti apa yang dimaksud dengan nilai implementasi efektif, yang diperoleh setiap negara anggota yang diaudit, termasuk Indonesia. Kutipan gambar hasil USOAP dari 5 negara ASEAN di atas diharap akan memperjelas lagi. Silakan dibuka tautan resmi dari ICAO yang dipublikasikan secara interaktif, melalui Safety Audit Information ICAO.

Sekedar untuk memperoleh perbandingan, tabel di bawah ini menyandingkan antara USOAP ICAO dengan IASA FAA yang juga merupakan sebuah penilaian lain yang dilakukan oleh otoritas penerbangan sipil federal Amerika yang diakui dunia. Kedua penilaian ini memiliki nilai kegagalan yang ditempatkan di bagian kolom paling bawah tabel berikut.

Sumber: ICAO Annexes, IASA-FAA, Eurocontrol ATM, Wikipedia dan youtube.

top

Home


Aturan FAA Tentang PEDs

(Sebelum dan Sesudah Peraturan Baru)

Secara umum ketentuan yang diberlakukan oleh badan penerbangan federal Amerika, FAA tentang penggunaan PED (Portable Electronic Devices) oleh penumpang di kabin pesawat, diawali dalam bentuk aturan pelarangan penggunaannya secara global pada saat pesawat masih sedang berada di di bawah ketinggian 10.000 kaki. Pelarangan ini adalah bukan karena didasarkan atas ketinggian semata, namun lebih dikarenakan, pada ketinggian tersebut, posisi pesawat (pesawat komersial jenis turbojet atau turboprop) masih sedang melakukan proses tinggal landas dan initial climb atau proses pendekatan dan persiapan dalam proses pendaratan. Semua posisi tersebut dikenal sebagai posisi di fase kritis. Pada fase tersebut, ketidaknormalan atau dikenal dengan istilah anomali yang diakibatkan oleh gangguan terhadap sistem navigasi dan komunikasi pesawat dapat menimbulkan kesulitan bagi awak kokpit yang sedang menghadapi beban kerja kritis dalam mengendalikan pesawat secara instrumen (IFR).

Sejak 1966, FAA telah mengeluarkan aturan yang didasarkan atas beberapa pertimbangan. Sebelum dikeluarkannya ketentuan yang berbentuk Advisory Circular tersebut, FAA mengawali dengan membentuk tim pembuat aturan yang bekerja dari 1958 sampai 1961. Pertimbangan terpenting yang diberikan oleh tim ini, antaralain menyebutkan bahwa sistem peralatan navigasi (VOR) di pesawat mengalami gangguan yang diakibatkan oleh penyebaran transmisi modulasi frekuensi radio jenis portable. Radio FM portabel adalah satu jenis PED yang sedang populer pada saat itu di Amerika. Jenis pesawat komersial pada waktu itu masih mempergunakan sistem kendali manual atau bukan fly-by-wire.

VOR (VHF Omnidirectional Range) adalah sebuah sistem navigasi radio jarak pendek (short-range radio navigation system), yang terpasang di pesawat agar dapat berhubungan dengan stasiun di darat, yang berfungsi untuk dapat menentukan posisinya agar berada tetap di jalurnya untuk menuju kesebuah tujuan. Tujuan tersebut dapat berupa bandar udara, titik patokan (check point) atau titik lapor (reporting point).

Terganggunya sistem peralatan ini dapat berisiko pesawat akan terbang tidak pada jalur yang tepat atau bahkan keluar jauh dari jalurnya dan bahkan dapat kehilangan arah. Sebagai kelengkapan bekerjanya fungsi sistem VOR ini dalam arahannya menuju kesebuah bandar udara tujuan, idealnya dikombinasikan dengan sistim peralatan navigasi radio yang lain yang berfungsi sebagai alat pengukur jarak antar posisi pesawat yang sedang terbang pada saat itu ke titik tujuan, yaitu DME (Distance Measuring Equipment). VOR dikembangkan oleh Amerika sejak 1937 dan saat ini merupakan peralatan standar navigasi udara di dunia. VOR dengan teknologi lama dikenal dengan CVOR (Conventional VOR) dan teknologi lebih baru adalah DVOR (Doppler VOR). Sedangkan, DME adalah sebuah sistem alat bantu navigasi radio yang berjarak pendek dan menengah (radio aid for short and medium-distance navigation), merupakan sistim yang dikembangkan oleh Australia. Kedua alat sistem navigasi ini adalah sebagian dari banyak alat di pesawat yang sangat vital dalam menjamin penerbangan yang selamat.

Kita bisa membayangkan apa yang akan terjadi apabila kedua sistem tersebut tidak berfungsi dengan baik pada saat pesawat dalam proses pendekatan sedang berada di ketinggian yang rendah.

Gambar di bawah ini menunjukkan sebuah pesawat terbang yang berada tepat di atas alat navigasi VOR-DME yang terletak di ujung landasan pada saat proses pendaratan.

Penggunaan PED yang dibawa dan dipergunakan oleh masing-masing penumpang di kabin sampai saat ini terbukti merupakan satu-satunya penyebab terganggunya fungsi sistim navigasi dan komunikasi, yang umumnya dipergunakan untuk kepentingan pribadi atau bisnis hanya oleh sekelompok penumpang tertentu saja. Pada saat cuaca kurang baik seperti berkurangnya jarak pandang yang dapat diakibatkan oleh fenomena alam atau asap, fungsi sistem navigasi tersebut sangat diperlukan keandalannya (akurasi).

Peraturan FAA yang berlaku sampai dengan sebelum dikeluarkannya rekomendasi dari ARC, tetap melarang penggunaan PED di kabin pada saat posisi pesawat berada di kedua fase kritis penerbangan dengan kekecualian beberapa jenis PED tertentu bagi operator pesawat yang dapat menjamin tidak terjadinya gangguan terhadap sistim peralatan navigasi dan komunikasi pesawat dan ketentuan tersebut menjadi tanggungjawabnya. Di bawah ini kami kutip sebagian pernyataan resmi FAA Charter terkait dengan hal tersebut di atas.

U.S. DEPARTMENT OF TRANSPORTATION

FEDERAL AVIATION ADMINISTRATION

......"Under today's FAA regulation, the aircraft operator is still responsible for determining which PEDs may be used and during which phase of flight this utilization may occur. The operators' PED policy determines what types of devices may be used on board their aircraft and during which phase of flight. The responsibility for enforcing an aircraft operator's PED policy typically falls on the cabin crew. On occasion, enforcement of a commercial airline's PED policy results in a conflict between a flight attendant and a passenger. Noncompliance with crew member safety instructions on the use of PEDs has resulted in passengers being removed from an aircraft, and in some cases caused in-flight diversions.".......

Pernyataan FAA sebelum rekomendasi ARC tersebut diatas masih memungkinkan penggunaan yang lebih leluasa hanya bagi jenis PED non-transmisi namun bukan di fase kritis. Kekecualian lainnya adalah jika operator ingin menambah keleluasaan penumpang dalam penggunaan PED, harus dengan kebijakan dan arahan dari FAA dalam bentuk approval dan di fase yang memungkinkan PED jenis tertentu dipergunakan. Ketentuan operator ini tentunya dilaksanakan setelah melakukan serangkaian uji praktek di lapangan dengan jenis alat avionik tertentu yang terpasang di pesawat yang dapat dipertanggungjawabkan sehingga dapat memperoleh analisa yang tepat.

Dalam aturan penggunaan PED ini hanya ada satu kekecualiannya yaitu peraturan dari Federal Communications Commission (FCC) yang masih tetap bertahan memberlakukan pelarangan penggunaan perangkat cellular phone didalam pesawat pada saat penerbangan berlangsung. Lebih lanjut dalam aturan FAA tersebut disebutkan kekecualian yang diberikan kepada pengguna beberapa jenis PED seperti: heart pacemaker (alat pacu jantung), electric shaver, portable voice recorder dan hearing aids untuk dapat dipergunakan. FAA sebagai badan federal penerbangan Amerika yang juga dapat mempengaruhi teknis operasional penerbangan diluar Amerika, menampung banyak kepentingan dari berbagai pihak hanya dengan mengutamakan aspek keselamatan. Hal ini terbukti dalam isi Advisory Circular tersebut, FAA juga menampung ketentuan operator untuk memperbolehkan penggunaan jenis PED tertentu berdasarkan pedoman dari pabrik pesawat setelah mempeoleh ijin approval dari FAA.

Tentunya isi aturan dari operator sebagaimana disebutkan di atas yang hanya berdasarkan spesifikasi teknis pabrik pesawat, akan terus berubah sejalan dengan kemajuan teknologi avionik yang dipergunakan pada sistem peralatan navigasi komunikasi dan pemantauan (communications, navigation and surveillance= CNS) di pesawat. Sebelum sistem kendali pesawat mempergunakan fly- by- wire, kerentanan alat navigasi dan komunikasi di pesawat sangat besar dari gangguan pancaran emisi frekuensi radio PED. Pesawat yang mempergunakan kendali fly-by-wire, sudah didesain dan disertifikasi untuk dapat mengatasi segala permasalahan gangguan yang ditimbulkan oleh berbagai jenis PED. Di era pesawat dengan sistem kendali fly-by-wire dan tampilan elektronik, FAA mempersyaratkan kriteria yang lain untuk PED yaitu yang disebut sebagai high-intensity radiated fields (HIRF). Namun ternyata dalam operasinya masih mengalami kerentanan dari penyebaran emisi frekuensi radio tertentu dari PED, terutama pada perangkat penerima CNS. Namun permasalahan yang ada saat ini adalah tidak semua sistem pelistrikan dan elektronik pesawat didesain untuk dapat mengatasi gangguan tersebut. Dalam kenyataannya, jenis pesawat komersial dengan teknologi manual atau lama yaitu yang bukan fly-by-wire dan electronic display, masih banyak yang beroperasi, sehingga potensi terjadinya gangguan masih tetap akan ada.

Sejarah pelarangan penggunaan PED di pesawat oleh pihak regulator selama ini bukannya tanpa alasan. Sejak lama penggunaan alat ini diyakini oleh pabrik pesawat seperti Boeing dan regulator FAA sebagai salah satu penyebab terganggunya sistem peralatan komunikasi dan navigasi pesawat. Produk awal PED sangat diyakini akan mengeluarkan sinyal elektromagnetik yang dapat mengganggu sistem peralatan avionik pesawat (electromagnetic interference/EMI). Walaupun berdasarkan kondisi tersebut diatas, namun FAA sudah mengeluarkan aturan untuk memperbolehkan penggunaan jenis PED tertentu bila pesawat sudah berada di atas ketinggian 10.000 kaki atau sudah melewati fase lepas landas. PED yang dimaksud adalah jenis alat yang tidak mengirimkan sinyal (non transmitting PED's devices) seperti e-reader (electronic reader).

Beberapa kejadian yang dipelajari dan dicermati oleh pabrikan Boeing dimulai sejak tahun 1995 di beberapa jenis pesawat yang diproduksinya. Pada tahun tersebut telah terjadi sebuah insiden di mana, sistem autopilot di pesawat jenis B737 terputus, hanya diakibatkan oleh penggunaan sebuah laptop oleh seorang penumpang. Kemudian Boeing membeli laptop yang dimiliki penumpang tersebut dan melakukan penelitian lebih lanjut. Melalui penelitian pengaruh emisi di laboratorium, ditemukenali bahwa emisi dari laptop tersebut mengirimkan sinyal elektromagnetik yang melebihi standar yang telah dipersyaratkan oleh pabrik pesawat.

Pada tahun 1996 dan 1997, Boeing menerima beberapa laporan terjadinya gangguan pada sistim peralatan avionik di pesawat jenis B767 yang diakibatkan oleh PED yang sedang dipergunakan oleh penumpang. Bentuk gangguan tersebut adalah timbulnya gerakan berguling pesawat (rolling) tanpa dikendalikan (uncommanded) oleh awak kokpit, hilangnya tampilan data di layar (displays blanking), tidak bekerjanya komputer flight management system (FMS), dan terputusnya sistem autopilot.

Pada tahun 1998, sebuah pesawat jenis B747, mengalami manuver (gerakan) membelok (disebut dengan : shallow bank turn) tanpa kendali awak kokpit yang diakibatkan oleh penggunaan PED oleh penumpang. 1 menit kemudian PED tersebut di matikan dan gerakan pesawat kembali normal (on course).

Bentuk kejadian pada ketiga jenis pesawat yang diteliti oleh Boeing telah menjadikan perhatian bagi FAA dan pabrikan untuk selalu mengantisipasi tindakan pencegahan melalui beberapa ketentuan yang diberlakukan. Boeing bertanggungjawab untuk selalu mengirimkan arahan melalui surat edaran kepada otoritas penerbangan di negara dimana operator tersebut mempergunakan pesawat-pesawat buatannya.

Penelitian lanjutan dilakukan Boeing terhadap beberapa pesawat jenis B737s (2), B747 (1), B777s (3) dan B767s (2), baik pada saat di darat maupun pada saat terbang. Dengan mempergunakan tenaga listrik (power) yang dapat di hubungkan (plug-in) yang tersedia di setiap kursi penumpang, ternyata sejumlah laptop yang dipergunakan secara serentak (32 sampai 245 unit) tidak mempengaruhi kinerja sistem navigasi pesawat. Penelitan dilakukan baik dalam kanal Airplane Mode On maupun Off.

Hasil penelitian tersebut telah mendorong berbagai pihak terkait seperti pabrikan pesawat dan produsen PED untuk terus melakukan penyempurnaan. Pada saat aturan yang saat ini berlaku , diakui oleh FAA bahwa sistem kerja peralatan avionik yang dipergunakan adalah masih dengan sistem yang sangat dasar (basic system). Saat ini pabrikan pesawat telah memfokuskan berbagai penyempurnaan terhadap system avionik terbaru dengan tingkatan sistem lebih lanjut (advanced system) yang tidak rentan terhadap gangguan elektromagnetik yang terkirim dari berbagai jenis PED.

Dalam kaitannya dengan gangguan yang ditimbulkan terhadap sistem avionik di pesawat, Boeing telah mengategorikan PED dalam 2 bentuk yaitu pertama, PED Intentionally transmitting (mengirimkan sinyal-sinyal gelombang radio atau gelombang elektromagnetik) seperti Cellular phone, Remote Control, Two-way pagers, Two-way radios, satellite phone dan voice mobile phone . Jenis PED yang masuk bentuk ini untuk menjalankan fungsinya memerlukan pengiriman sinyal keluar. Kedua yaitu, PED Non-intentionally transmitting (tidak mengirimkan sinyal gelombang radio atau elektromagnetik) seperti: Audio players dan recorders, Compact-disc players, Electronic games and toys, Laptop computers, Laser pointers dan Palmtop computers. Jenis PED ini tidak melakukan pengiriman sinyal dalam melakukan fungsinya.

Sebuah maskapai dari Amerika menjelaskan dalam kartu keselamatannya larangan dan pembatasan penggunaan berbagai jenis PED sebagaimana gambar di bawah ini.

Berbagai keunikan gangguan yang ditimbulkan oleh jenis PED tertentu juga turut menjadi pertimbangan dalam pengembangan teknologi CNS. Sebagai contoh PED jenis e-reader, hanya akan mengeluarkan gangguannya (sesaat saja) pada waktu sipengguna membuka lembaran baru. Beberapa jenis PED model sepuluh tahun terakhir ini memang ada yang tidak mengirimkan dan menerima sinyal apapun, namun mengeluarkan emisi radio frekuensi berkekuatan rendah. Faktor lain yang juga diteliti adalah kualitas (perawatan) PED yang dibawa masuk kedalam kabin pesawat oleh masing-masing penumpang yang dipastikan akan memiliki kualitas yang berbeda diantara satu penumpang dengan yang lainnya. Sebagai contoh smartphone dari merek tertentu yang dimiliki oleh seorang penumpang ada yang masih dalam kondisi baik, namun ada pula yang dimiliki oleh penumpang lainnya namun sudah tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan didalam kabin pesawat. Kualitas yang berbeda itu menyangkut dalam kebocoran penyebaran sinyal atau transmisi sehingga dapat mengganggu sistem navigasi dan komunikasi di pesawat.

Seiring dengan berjalannya waktu, telah terjadi perkembangan teknologi yang turut mempengaruhi perubahan gaya hidup, kebutuhan berbisnis, dan perekonomian sebuah bangsa. Mereka membutuhkan berbagai kesempatan untuk terus melakukan aktivitas dimanapun berada, tanpa mengenal perbedaan waktu dan lokasi. Transaksi bisnis melalui pembicaraan jarak jauh , pertukaran data serta penyampaian strategi perusahaan harus disampaikan secara real time (pada saat itu juga). Gaya hidup yang didominasi oleh peralatan elektronik yang modern pun tidak mengenal tempat dalam penggunaannya. Hampir disetiap sudut didunia ini, kita dapat melihat alat elektoronik PED dapat dipergunakan secara bebas tanpa halangan. Ditambah dengan efisiensi perusahaan pembuat PED dan kemampuan daya beli yang terus meningkat, menjadikan berbagai jenis dan model alat ini dapat dibeli dengan harga yang sangat terjangkau oleh masyarakat di negara manapun. Pertumbuhan ekonomi yang membaik terjadi diseluruh negara di dunia ini menjadikan pihak pabrikan dan penjual terus berlomba melakukan pemasaran dengan memenuhi spesifikasi yang diinginkan oleh calon konsumen tanpa mengenal batasannya. Dalam waktu yang relatif singkat, hanya dalam hitungan bulan berbagai jenis model baru terus bermunculan dengan spesifikasi teknis yang sangat bervariasi. Sudah banyak produsen alat elektronik atau jenis PED lainnya yang memasarkan produk terbarunya dengan penyebutan spesifikasi dapat dipergunakan di kabin pesawat atau telah disertifikasi oleh FAA atau badan audit keselamatan lain, sebagai sebuah strategi pemasaran yang memiliki daya kompetitif tinggi.

Pabrikan pesawat yang membuat jenis pesawat dengan generasi lebih maju (next generation) tentunya sudah lebih jauh mengatasi permasalahan ini, sehingga berbagai aturan dari operator yang mengoperasikan jenis pesawat dengan generasi ini telah dapat dengan leluasa memperkenankan penggunaan PED dengan dasar ketentuan yang ditetapkan oleh pabrik pembuat pesawat. Untuk menghadapi situasi yang demikian, sudah saatnya sebuah aturan baru yang dapat mengakomodir semua pihak segera diterbitkan.

Selama waktu penyempurnaan sistem peralatan avionik dan PED oleh pabrikan, pihak regulator dalam hal ini FAA pun terus mempersiapkan konsep pembuatan pedoman aturan yang terbaru. Salah satunya adalah, pada 28 Agustus 2012 yang lalu, FAA telah mengeluarkan surat edaran terbuka yang meminta masukan dan komentar dari semua pihak yang terkait dan peduli terhadap masalah penggunaan PED. Surat edaran yang dikenal dengan RFC (Federal Register notice request for comments ) meminta tanggapan dari semua pihak yang terkait dari seluruh dunia untuk dalam waktu 60 hari sejak dikeluarkan surat edaran tersebut, untuk mengirimkan berbagai tanggapan, komentar dan saran. Kemudian pada 8 November 2012 FAA menerbitkan surat penunjukan tugas pembuat aturan (disebut Charter). Disebutkan dalam charter tersebut bahwa Komisi pembuat aturan harus mulai aktif bekerja dari tanggal 7 Januari sampai dengan Juli 2013. Badan tersebut disebut sebagai Aviation Rulemaking Committee (ARC).

Komisi pembuat aturan atau ARC yang dibentuk oleh FAA tersebut merupakan himpunan dari wakil pabrikan pesawat Boeing dan Airbus, regulator, maskapai dari Eropa dan USA, kelompok ahli di bidang PED, asosiasi pengguna PED dan penjual. Dari Eropa, tim ini diwakili oleh Friedhelm Runge (EASA) dan Peter Anders dari Airbus sebagai anggota, beserta perwakilan lainnya dari Lufthansa dan Thales Avionic. ARC diketuai oleh seorang pejabat executive dari FAA dan Kirk Thornburg dari Delta Airlines (sebagai chairman) dan bekerja sampai 31 Juli 2013 untuk segera menyampaikan laporan dalam bentuk rekomendasi kepada FAA. Namun informasi terakhir dari FAA yang dipublikasikan pada 16 Agustus 2013, menyatakan ARC meminta penundaan penerbitan rekomendasi ini sampai dengan 2 bulan mendatang (September). Tepat pada 30 September 2013 komisi ini menyampaikan laporan resmi kepada FAA berisikan, 29 butir rekomendasi. Laporan tersebut meliputi rekomendasi dengan latarbelakang aspek teknis, operasional dan keselamatan komunikasi. Dari semua rekomendasi tersebut, khusus untuk rekomendasi nomor 28, ARC meminta kepada FAA untuk bekerjasama dengan maskapai tertentu agar menjelaskan kepada masyarakat, mengapa ada ketentuan yang berbeda untuk jenis PED yang dipergunakan oleh awak pesawat dengan penumpang (ini dalam kaitannya dengan penggunaan Electronic Flight Bag oleh awak kokpit). Setelah ke-29 rekomendasi tersebut dipelajari dengan seksama, satu bulan kemudian, tepatnya Kamis, 31 Oktober 2013 FAA mengeluarkan peraturan baru tentang PED khusus untuk penerbangan domestik.

Sebagai penutup perkenankan kami memberikan tanggapan atas hal ini. Walaupun dalam menghadapi masalah penggunaan gadgets (PED) ini, Otoritas Penerbangan Federal Amerika (FAA) bahkan berada dalam tekanan pihak anggota parlemen, namun demi keselamatan nyawa penumpang yang diyakini harus tetap dilindungi, FAA tetap bertugas secara profesional. Sebagaimana disebutkan diatas, FAA telah melakukan pembentukan sebuah task force yang anggotanya terdiri dari unsur personil yang profesional. ARC sebagaimana disebutkan di atas melaksanakan tugas berdasarkan jangka waktu yang telah ditetapkan dan mengajukan laporan langsung kepada FAA. Dalam informasi ini dijelaskan secara kronologis baik oleh regulator dan pabrikan serta pihak yang sangat menginginkan penggunaan PED tanpa mengenal batasan. Kepedulian tentang keselamatan baik dari regulator, pabrikan dan ahli dalam menghadapi fase kritis merupakan hal yang mendasar untuk tetap mempertahankan aturan tersebut. Masalah ini menjadi lebih menarik dan dapat disebut sebagai sebuah dilematika pada saat pihak selain disebutkan diatas juga mempertahankan keinginannya dengan dukungan anggota parlemen. Marilah kita mengawali dengan mengelompokkan pihak yang dimaksud. Penumpang pesawat merupakan pihak utama dan merupakan target bisnis pemasaran dari maskapai penerbangan dan produsen PED , kemudian, maskapai penerbangan dan produsen PED itu sendiri dan terakhir adalah otoritas penerbangan selaku regulator dalam penggunaan alat tersebut. Dari ketiga kelompok tersebut dimanakah posisi pabrikan pesawat berada. Dalam hal ini pabrikan pesawat sebutlah Boeing atau Airbus, di satu sisi adalah pihak yang keberadaannya dapat berada disatu pihak bersama otoritas dalam kaitannya dengan penegakan aturan keselamatan, teknis dan operasional. Di sisi lain, pabrikan ini juga dengan dalih untuk memenuhi perkembangan pasar, dapat berpihak kepada calon pembeli. Maskapai penerbangan atau lessor dapat meminta spesifikasi teknis tambahan (option) dalam penggunaan PED kepada pabrikan untuk dipergunakan sebagai sebuah strategi pemasaran yang ampuh dalam memanjakan calon penumpang atau penyewanya.

Apabila mengikuti perjalanan sejarah penggunaan PED yang diperoleh dari beberapa sumber seperti FAA, Boeing dan bahkan dari seorang anggota Kongres Amerika, awal dari rencana perubahan aturan ini dipicu oleh keinginan sekelompok penumpang untuk melakukan komunikasi secara lebih leluasa dimanapun yang bersangkutan berada dengan mempergunakan perangkat komunikasi yang dibawanya. Walaupun mereka menyadari bahwa penggunaan alat tersebut memiliki pengaruh yang dikenal dengan istilah anomaly terhadap sistim navigasi dan komunikasi pesawat, namun keinginan yang besar selalu menjadi alasan agar permintaannya dapat dipenuhi. Bila keadaan ini tejadi dinegara dimana tingkat kedisiplinan penumpang dan keselamatan penerbanganya sudah tinggi mungkin perubahan kriteria aturan dalam penggunaan PED bisa menjadi issue yang diprioritaskan. Sebaliknya bila terjadi di negara dimana tingkat kedisiplinan penumpang dan keselamatannya masih belum baik, maka penanganannyapun tentu akan berbeda. Pebisnis di bidang usaha penerbangan di negara dimana tingkat kedisplinan masyarakat pengguna dan keselamatannya belum baik, namun memiliki keinginan dalam memberikan pelayanan dalam penggunaan PED ini sejajar dengan negara yang memiliki keselamatan dan masyarakat dengan disiplin tinggi harus dihadapi dengan kebijakan yang lebih berhati-hati dan tepat terutama oleh otoritas setempat.

Harus diakui bahwa ada banyak kepentingan dibelakang permasalahan ini yang dapat mempengaruhi independensi kinerja otoritas di sebuah negara. Besar kemungkinan aturan yang masih akan dipergunakan di sebuah negara tertentu hanya sebatas mengadopsi dari aturan yang diberlakukan oleh otoritas di negara lain mengingat penerbangan adalah moda transportasi yang tidak mengenal batas negara dan waktu. Hal ini juga dimungkinkan karena pabrikan peralatan avionik pesawat terbang yang memiliki sertifikasi (pengakuan) dunia masih didominasi negara maju. Alasan lainnya adalah masih belum dilakukannya riset dan pengembangan terhadap masalah gangguan PED oleh pihak otoritas penerbangan dibanyak negara.

Memang dalam keputusan yang berlaku saat ini, FAA mencantumkan kekecualian bahwa pihak operator diperkenankan mengatur untuk memperbolehkan penggunaan jenis PED tertentu dan di fase yang tidak kritis, dan sebatas merupakan keputusan dan tanggungjawab dari operator itu sendiri, berdasarkan ketentuan atau spesifikasi teknis alat dari pabrik pembuat pesawat.

Ketentuan tersebut dapat dipastikan dapat menjamin keselamatan dan sekaligus memberikan kenyamanan kepada penumpang yang berarti akan mengakomodir semua pihak yaitu maskapai, otoritas, produsen dan penumpang sebagai penggunanya. Ada baiknya sebagai pembanding, Anda melihat tabel berikut dibawah ini yang merupakan sebuah ketentuan yang telah diberlakukan oleh Civil Aviation Authority of Singapore (CAAS) perihal penggunaan PED setelah rekomendasi ARC diterbitkan. Ketentuan yang diberlakukan oleh CAAS ini adalah yang terbaru setelah pemberlakuan aturan baru dari FAA. Tabel di bawah ini terdiri dari kolom jenis transmisi PED yang dipergunakan, kemudian wilayah penerbangan terdiri pada saat lepas landas sampai dengan ketinggian 10.000 kaki, pada saat ketinggian di atas 10.000 kaki, ketika turun dan berada di ketinggian 10.000 kaki sampai mendarat serta pada saat pesawat sudah mendarat dan keluar dari landas pacu.

Untuk lebih jelas agar di lihat ketentuan CAAS terbaru dalam Tabel PED CAAS

Sumber: Dikutip dari CAAS-Singapore

Saran kami pada saat Anda sedang melakukan perjalanan sebagai penumpang pesawat di negaramana pun di dunia ini, agar tetap patuh memenuhi ketentuan penggunaan PED yang diberlakukan oleh maskapai yang sedang ditumpangi atau otoritas penerbangan dinegara setempat yang mungkin berbeda atau sama dengan ketentuan FAA yang masih berlaku saat ini. Sebagai contoh adalah ketentuan CAAS tersebut di atas, harus dipatuhi oleh semua penumpang di pesawat yang beregistrasi Singapore (9V-XXX) dan penumpang di pesawat yang memasuki bandar udara di Singapore. Jangan sampai Anda tidak diperbolehkan untuk menaiki pesawat hanya dikarenakan menentang ketentuan penggunaan PED di kabin yang diberlakukan oleh sebuah maskapai di negara tertentu.

*) Artikel ini disusun berdasarkan kondisi gabungan aturan sebelum dan sesudah dikeluarkannya rekomendasi dari ARC beserta proses penelitiannya. Aturan FAA yang terbaru dikeluarkan pada Kamis, 31 Oktober 2013 lalu, yang memperbolehkan sebagian besar gadgets (PEDs) untuk dipergunakan oleh penumpang di gate-to-gate kecuali cellular phone, satellite phone dan voice mobile phone yang masih dibatasi wilayah (fase) penggunaannya. FAA tidak mempertimbangkan perubahan status penggunaan cellular phone dan sejenisnya mengingat selain alat ini masuk jurisdiksi kewenangan dari FCC (Federal Communications Commission) juga masih diyakini bahwa tranmissi cellular phone akan mengganggu sistem komunikasi dan avionik pesawat. Hal ini menjadi salah satu alasan mengapa peraturan penggunaan cellular phone dan sejenisnya tetap seperti ketentuan semula yaitu dilarang penggunaannya di semua fase penerbangan.

Gambar pedoman penggunaan PEDs dari FAA di bawah ini menunjukkan sebuah contoh keadaan penggunaannya di dalam kabin setelah diberlakukan aturan FAA yang baru berdasarkan rekomendasi ARC.



Sesuai pedoman FAA sebagaimana yang terdapat pada safety card tersebut di atas, terlihat, bahwa cellular phone dan voice phone masih tetap dilarang penggunaannya di kabin pesawat pada sebagian besar fase penerbangan, kecuali pada saat pesawat sudah mendarat dan dalam pergerakan menuju area parkir. Selain itu, maskapai penerbangan juga memiliki kewenangan untuk mengatur lebih lanjut penggunaan PEDs berdasarkan pedoman atau guideline dan aprroval dari FAA. Instruksi penggunaan tablet dengan pilihan tampilan atau mode : airplane harus dipilih, apabila pesawat tersebut dilengkapi dengan perangkat Wi-Fi (Wireless Fidelity). Demi keselamatan dan kenyamanan Anda, jenis barang (PEDs) yang berat tidak diperkenankan untuk dipergunakan selama fase lepas landas dan mendarat.

Setelah diumumkannya aturan terbaru dari FAA tersebut, ada baiknya kita membaca kutipan pernyataan berikut ini:

...... ...."We believe (Thursday's) decision honors both our commitment to safety and consumer's increasing desire to use their electronic devices during all phases of their flights," says Transportation Secretary Anthony Foxx.... .

Safety first and then enjoy your flight

Sumber : FAA, Boeing, CAAS Singapore, Safety Forum

Go Home 🏠

Home

Navigasi Berbentuk Tanda Panah

Membaca judul di atas mungkin akan timbul pemikiran para pembaca, navigasi apakah itu. Penulis yang terlibat dalam masalah penerbangan sipilpun sebelumnya merasakan aneh dengan alat navigasi dimaksud dan sulit untuk membayangkan bagaimana operasionalnya. Navigasi secara terjemahan umum adalah sebuah proses monitoring dan pengendalian sebuah benda bergerak dari satu posisi ke posisi lain yang dapat dikendalikan misalnya pesawat terbang, kapal selam atau kendaraan bergerak lainnya. Tujuannya adalah agar pergerakan benda tersebut sesuai dengan rencana yang dikehendaki oleh pengendali dengan sebaik-baiknya. Alat ini akan dapat membantu para pengendali jenis semua kendaraan yang bergerak seperti disebutkan diatas agar mencapai tujuan nya dengan tepat sesuai dengan yang telah direncanakan. Dunia penerbangan memerlukan banyak bantuan navigasi sejak lama.

Manfaat pertama yang diperoleh adalah dapat diketahuinya jarak tempuh yang sudah dilaluinya serta jarak ketinggian yang diterbanginya. Wright Brother menyatakan pada penerbangan pertama yang berhasil dilakukan secara sukses, berapa kilometer jarak terbang yang telah berhasil ditempuh dan berapa meter ketinggian yang berhasil diterbangi serta berapa lama proses itu berlangsung . Hal itu semua menunjukkan manfaat sebuah proses navigasi yang sangat sederhana yang diperoleh, dan itu terjadi di sekitar tahun 1903-an.

Pada tahun 1923 United States Post Department, Air Mail mencatat sejarah besar setelah sukses melakukan pengiriman pos melalui udara dari pantai Barat ke Timur Amerika (coast to coast ) walaupun masih secara point to point (ferry flight). Tercatat dalam sejarah Amerika, bahwa pelaksanaan penerbangan tersebut setelah diputuskan kesepakatan dari Tim Tujuh (terdiri dari 7 orang penerbang dari US States Air Mail ) untuk bersedia melakukan perintisan penerbangan pengangkutan pos terjauh tersebut . Pesawat yang dipergunakan berjenis; Curtiss yang secara kelaikudaraan pada saat itu dapat diterbangkan untuk rute tersebut. Penerbangan pos ini secara total dapat menjangkau jarak sejauh San Francisco-New York.

Pesawat terbang yang lebih berat dari udara pertama yang dijadikan untuk pelayanan komersial adalah jenis Airco DH.4 dari perusahaan Inggris. Itu terjadi di awal tahun 1919-an dengan rute antara Inggris ke Prancis. Jenis pesawat ini popular bagi beberapa Negara seperti Amerika dan Australia. Amerika mempergunakan pesawat ini untuk pengangkutan pos melalui udara pada tahun 1919, sedangkan Australia mempergunakannya untuk pengangkutan pos melalui udara pertama pada 1922. Jenis pesawat ini melakukan penerbangan terjauh untuk pengangkutan pos dari San Francisco ke New York ( lebih dari 4300 km) termasuk pelayanan penerbangan malam hari yang dimulai pada tahun 1924.

Anda bisa membayangkan pada saat alat navigasi mulai diperkenalkan di tahun-tahun 1921 an, bentuk alat navigasi apa yang dipergunakan sebelum itu. Penerbangan pos merupakan penerbangan komersial yang lebih dahulu dilakukan di Amerika daripada pengangkutan penumpang dan barang. Penerbangan oleh US Post Office Department, merupakan penerbangan komersial yang paling tua di Amerika. Penerbangan ini dimulai pada tahun 1918, dengan mengawali menerbangi beberapa kota dalam penerbangan pendek seperti Washington DC- New York. Beberapa tahun berjalan, penerbangan ini dilakukan ketempat yang lebih jauh dan bahkan juga pelayanan pada malam hari khusus di musim panas. Lokasi pendaratan masih berupa lapangan rumput yang terbuka luas sehingga dapat didarati oleh jenis pesawat US Army Curtiss JN-4HM "Jenny" biplanes. Penerbangan pertama untuk rute tersebut dari Washington DC- New York liwat Philadelphia. Penerbangan pertama ini mengalami kegagalan karena kesalahan navigasi yang dipergunakan dengan mengandalkan jalur kereta api di luar kota yang menjadikan pesawat tersebut kehilangan arah dan menjauhi dari rute yang direncanakan. Pendaratan yang tidak dijadwalkan segera dilakukan 18 menit kemudian disebuah daerah di Maryland, namun mengalami kegagalan. Beberapa bulan kemudian USPOD Air Mail mengambil alih pelayanan dari US Army dengan mempergunakan jenis pesawat baru yang didesain khusus untuk kepentingan pengangkutan pos.

Dua tahun kemudian, dengan bertambahnya demand, US Post Dept. terus meningkatkan pelayanan kebeberapa rute menengah dan akhirnya menjadi pelayanan coast to coast. Penerbangan point to point menerbangi lebih dari 10 tempat pendaratan yang memakan rata-rata waktu terbang selama 2 jam. Penerbangan ini dilakukan juga pada malam hari untuk pelayanan di musim panas. Untuk keselamatan penerbangan tersebut, bantuan alat navigasi visual yang dipergunakan pada saat itu adalah tanda panah besar yang diletakkan di tanah (bumi) disepanjang jalur pelayanan air mail.

Pihak Konggres Amerika tidak yakin bahwa penerbangan pos dapat menerbangi dari pantai Barat ke ujung Pantai Timur Amerika pada saat itu sehingga secara langsung tidak menyetujui penganggaran pembuatanya. Anggota Konggres berpikir bagaimana melakukan penerbangan sejauh itu tanpa bantuan, alat bantu navigasi bahkan peta penerbangan. Namun pada akhirnya Konggres menyetujui penganggaran itu pada tahun 1923, setelah dua tahun diyakinkan oleh tim 7 yaitu para penerbang US Post yang telah merintis pelayanan rute jarak panjang tersebut. Untuk jarak sejauh lebih dari 4000 km dengan interval 10 mile maka diperlukan sekurang-kurangnya beberapa puluh tanda panah raksasa ditanah. Bila pengangkutan pos melalui udara ini terlaksana maka akan menghemat waktu pengiriman 34 jam yang selama ini dilakukan melalui kereta api.

Tanda panah tersebut harus terlihat jelas dari udara, karena pesawat pengangkut pos tersebut terbang secara visual. Agar terlihat kontras dengan warna daratan yang didominasi oleh warna coklat (tanah), biru (permukaan air/laut) , hijau (hutan) dan putih (salju) maka dipilihlah warna kuning untuk ke-50 alat bantu navigasi visual itu. Tanda panah raksasa dari beton (concrete) yang menonjol di permukaan tanah itu berukuran panjang 70 kaki dilengkapi dengan peralatan berbentuk tower dengan interval 10 mile sejauh lebih dari 4000 km.

Gambar di atas adalah peninggalan tanda panah yang masih tersisa di Amerika saat ini tepatnya di negara bagian Utah.

Semua tanda itu diletakkan dipermukaan tanah terbuka, mengular mengarah ketimur disepanjang rute penerbangan pos. Tanda panah tersebut dilengkapi juga dengan lampu yang diletakkan di tower baja setinggi 50 kaki didekat tanda panah tersebut. Tanda panah ini akan tersebar di 13 titik pemberhentian pesawat dari titik titik yang menghubungkan pantai Barat ke Timur (Atlantik ke Pacific). Walaupun pembuatan alat bantu navigasi visual ini disetujui oleh Konggres Amerika dengan biaya cukup besar, namun dengan mulai diketemukannya alat navigasi yang lebih canggih yaitu radar dan radio komunikasi, maka penggunaan alat ini hanya berumur pendek yaitu 3 tahun. Pada tahun 1940 perangkat tersebut didonasikan oleh US Post Office untuk membantu pihak militer dalam mengatasi perang. Demi keselamatan penerbangan pada saat itu pengadaan alat tersebut harus diakui keberadaan walaupun berumur sangat pendek. Alat tersebut sangat membantu seluruh operasional penerbangan pos di Amerika dalam mengatasi kehilangan arah yang dapat menimbulkan peluang terjadinya kecelakaan yang diakibatkan oleh kehabisan bakar bakar. Nah, bagaimana tanda panah itu terlihat dari kokpit pesawat? Lihatlah gambar berikut ini:

Sumber: Tulisan Nina Strochlic, The Daily Beast dan Wikipedia English Version

Top

File lain-lain:

Working Paper IAOPA di ICAO

Home